Shalat Dhuha adalah
sholat sunah yang dikerjakan setelah matahari terbit sebulum waktu dhuhur tiba.
Adapun diantara keutamaan atau manfaat shalat
dhuha ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari Abu
Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Hendaklah masing-masing kamu bersedekah
untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab setiap kali bacaan
tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah
sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh
orang lain agar melakukan amal kebaikan adalah sedekah, melarang orang lain
agar tidak melakukan keburukan adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu
maka cukuplah mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.Keutamaan dari sholat dhuha
adalah sebagai pintu untuk menuju risky.
Hukum untuk menjalankan shalat dhua adalah sunah muakad,
artinya sunah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan jika tidak
dikerjakan tidak berdosa sebagaimana dengan riwayat muslim, No 1176 dari hadist
Aishah radhiallahu anha, dia berkata,
( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا ، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ ) .
"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat Dhuha
sebanyak empat (rakaat), kadang beliau menambah sesuai keinginannya."
Syekh Ibnu Baz rahimahullah juga berkata dalam kitabnya Majmu Fatawa,
11/389, "Shalat Dhuha adalah sunnah mu'akkadah yang telah dilakukan oleh
Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan beliau perintahkan kepada para sahabatnya."
Shalat Dhuha
Allah Subhanahu
wa Ta'ala mensyariatkan shalat-shalat sunnah untuk menyempurnakan
ibadah shalat wajib yang terkadang tidak dapat sempurna pahalanya. Sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِنَّ أَوَّلَ مَا
يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ
صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا
هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ
ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
"Sungguh, amalan
hamba yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya. Apabila
bagus maka ia telah beruntung dan sukses, dan bila rusak maka ia telah rugi dan
menyesal. Apabila shalat wajibnya kurang sedikit, maka Rabb 'Azza wa Jalla
berfirman, 'Lihatlah, apakah hamba-Ku itu memiliki shalat tathawwu' (shalat
sunnah)!' Lalu, dengannya disempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat
wajibnya tersebut, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian." (Hr.
at-Tirmidzi)
Di antara perkara yang
disyariatkan adalah shalat dhuha.
Keutamaan Shalat Dhuha
Shalat dhuha memiliki
banyak keutamaan, di antaranya:
Keutamaan pertama,
mencukupkan sedekah sebanyak persendian manusia, yaitu tiga ratus enam puluh
persendian, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ
سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ
تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ
وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ
مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Dari Abu Dzar dari
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau telah bersabda,
"Setiap hari bagi setiap persendian dari salah seorang di antara kalian
terdapat kewajiban untuk bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap
tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah
sedekah, amar makruf nahi munkar adalah sedekah. Semua itu tercukupkan dengan
dua rakaat shalat yang dilakukan di waktu dhuha." (Hr. Muslim, Kitab
Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab Istihbab Shalat ad-Dhuha, no.
720)
Hal ini lebih
diperjelas dengan sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yang
berbunyi,
فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ
مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ
مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ
النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ
فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
"'Dalam diri
manusia ada tiga ratus enam puluh persendian, lalu dari setiap sendinya
diwajibkan untuk bersedekah.' Mereka berkata, 'Siapa yang mampu demikian, wahai
Nabi Allah?' Beliau menjawab, 'Memendam riak yang ada di mesjid dan
menghilangkan sesuatu (gangguan) dari jalan. Apabila tidak mendapatkannya, maka
dua rakaat shalat dhuha mencukupkanmu.'" (Hr. Abu Daud, no. 5242; dinilai shahih
oleh al-Albani dalam kitab Irwa al-Ghalil: 2/213 dan at-Ta'liq
ar-Raghib: 1/235)
Keutamaan kedua, Allah
menjaga orang yang melaksanakan empat rakaat shalat dhuha pada hari tersebut,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,
عن عقبة بن عامر الجهني
رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إن الله عز و جل يقول يا ابن
آدم اكفني أول النهار بأربع ركعات أكفك بهن آخر يومك
Dari 'Uqbah bin 'Amir
Al-Juhani radhiallahu 'anhu, 'Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta'alabahwa Allah
berfirman, Wahai Bani Adam, shalatlah untuk-Ku di awal siang hari
sebanyak empat rakaat, niscaya Aku menjagamu di sisa hari tersebut." (Hr.
at-Tirmidzi, Kitab Shalat, Bab Ma Ja`a fi Shalat ad-Dhuha,
no. 475; Abu Isa berkata, "Hadits hasan gharib;" hadits ini dinilai shahih
oleh Ahmad Syakir dalam tahqiq beliau atas kitab at-Tirmidzi, sert al-Albani
dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi: 1/147)
Keutamaan ketiga,
shalat dhuha adalah shalat al-awwabin (orang yang banyak
bertaubat kepada Allah). Hal ini disampaikan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang
berbunyi,
لاَ يُحَافِظُ عَلَى
صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ قَالَ وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ
"Tidaklah menjaga
shalat dhuha, kecuali orang yang banyak bertaubat kepada Allah." (Hr. al-Hakim
dalam al-Mustadrak: 1/314; dinilai sebagai hadits hasan oleh Syekh
al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, no. 1994,
lihat: 2/324)
Hukum Shalat Dhuha [1]
Para ulama berselisih
pendapat tentang hukum shalat dhuha dalam beberapa pendapat, yaitu:
Pendapat pertama, hukum shalat
dhuha adalah sunnah mutlak dan disunnahkan untuk melakukannya setiap hari.
Inilah mazhab mayoritas ulama. Mereka berargumentasi dengan beberapa dalil, di
antaranya:
1. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat dhuha.
2. Hadits Abu Hurairah radhiyalahu 'anhu yang berbunyi,
1. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat dhuha.
2. Hadits Abu Hurairah radhiyalahu 'anhu yang berbunyi,
أَوْصَانِي خَلِيلِي
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ
كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
"Kekasihku shallalahu
'alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku dengan tiga hal: berpuasa
tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan witir sebelum tidur."
(Muttafaqun 'alaihi).
Syekh Ibnu Utsaimin
menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa shalat al-Dhuha adalah sunnah
mutlak yang dilakukan setiap hari. [2]
3. Hadits Mu'adzah
al-'Adawiyah ketika menanyakan sebuah pertanyaan kepada 'Aisyah,
كَمْ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ
"Berapa rakaat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu melaksanakan shalat
dhuha?" Beliau menjawab, "Empat rakaat, dan beliau menambahnya
sebanyak yang beliau inginkan." (Hr. Muslim, Kitab Shalat al-Musafirin
wa Qashruha, Bab Istihbaab Shalat Dhuha, no. 719)
Pendapat kedua, hukum shalat
dhuha adalah sunnah namun tidak dilakukan setiap hari. Inilah pendapat Mazhab
Hambali.
Pendapat ketiga, hukumnya bukan sunnah.
Inilah pendapat Ibnu Umar.
Pendapat keempat, shalat dhuha
hanya disunnahkan karena sebab tertentu. Inilah yang dirajihkan oleh Ibnu
Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim. Beliau menyatakan, "Barangsiapa yang menelaah
hadits-hadits marfu' dan atsar sahabat tentu mendapatkan bahwa mereka hanya
menunjukkan pendapat ini. Adapun hadits-hadits anjuran dan wasiat untuk
melakukannya, maka yang shahih darinya, seperti hadits Abu Hurairah dan Abu
Dzar, tidak menunjukkan bahwa shalat dhuha adalah sunnah yang terus dikerjakan
untuk setiap orang.
Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam mewasiati Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dengan
wasiat tersebut, karena telah diriwayatkan bahwa Abu Hurairah dahulu memilih
belajar hadits di malam hari dibandingkan melaksanakan shalat. Kemudian, beliau
memerintahkan Abu Hurairah untuk melakukan shalat sunnah diwaktu dhuha sebagai
ganti shalat malamnya. Oleh karena itu, Abu Hurairah diperintahkan untuk tidak
tidur kecuali setelah berwitir, dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
tidak memerintahkan hal itu kepada Abu Bakar, Umar, dan seluruh sahabat
lainnya." [3]
Sedangkan Ibnu
Taimiyah, setelah menjelaskan sunnahnya shalat dhuha, menyatakan, "Tinggal
masalah apakah yang utama adalah melakukannya secara berkesinambungan atau tidak,
karena mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? ini yang
menjadi perselisihan para ulama. Yang rajih adalah bahwa barangsiapa yang
terus-menerus melakukan shalat malam, maka itu mencukupkannya dari melakukan
shalat dhuha terus-menerus, sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dahulu demikian. Barangsiapa yang tidak melakukan shalat malam, maka
shalat dhuha menjadi pengganti shalat malam baginya." [4]
Yang rajih, insya
Allah adalah pendapat pertama, karena keumuman anjuran melakukan
shalat al-dhuha Hal inilah yang dirajihkan oleh Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau
menyatakan, "Yang rajih adalah (bahwa shalat dhuha) adalah sunnah mutlak
yang terus-menerus dilakukan. Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ
سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
"Setiap
persendian dari salah seorang kalian wajib untuk bersedekah setiap hari."
Para ulama menjelaskan
bahwa persendian manusia berjumlah tiga ratus enam puluh persendian dalam
tubuh, sehingga setiap orang harus bersedekah tiga ratus enam puluh sedekah per
hari. Namun, sedekah ini bukanlah sedekah harta, tapi berupa amalan taqarrub
kepada Allah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فَفِي كُلِّ
تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ
وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ
الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ
الضُّحَى
'Setiap tasbih adalah
sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap
takbir adalah sedekah,amar makruf nahi munkar adalah sedekah. Semua itu
tercukupkan dengan shalat dua rakaat yang dilakukan di waktu dhuha.'
Berdasarkan hadits
ini, kami berpendapat bahwa shalat dhuha adalah sunnah yang selalu dikerjakan,
karena kebanyakan manusia tidak mampu memberikan sedekah hingga tiga ratus enam
puluh sedekah." [5] Wallahu a'lam.
Waktu Pelaksanaan
Shalat Dhuha
Waktu shalat dhuha
dimulai dari terbitnya matahari hingga menjelang matahari tergelincir (zawal).
Syekh Ibnu Utsaimin merinci waktu ini ketika menjelaskan awal dan akhir waktu
dhuha. Beliau menyatakan bahwa waktu dhuha berawal setelah matahari terbit seukuran
tombak, yaitu sekitar semeter. Dalam hitungan jam yang ma'ruf adalah sekitar 12
menit (setelah terbitnyamatahari) dan jadikan saja sekitar seperempat jam,
karena lebih hati-hati.
Apabila telah berlalu
seperempat jam dari terbit matahari, maka hilanglah waktu terlarang dan telah
masuklah waktu shalat dhuha. Sedangkan akhir waktunya adalah sekitar sepuluh
menit sebelum tergelincirnya matahari." [6]
Adapun dasar awal
waktu dhuha adalah hadits Abu Dzar yang berbunyi,
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ
ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ
Dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa
Allah berfirman, "Wahai Bani Adam, shalatlah empat rakaat untuk-Ku
di awal siang hari, niscaya aku menjagamu di sisa hari tersebut."
Waktu dhuha berakhir
dengan tergelincirnya matahari yang menjadi awal waktu zuhur. Adapun jeda
sebelumnya diberlakukan karena adanya larangan shalat sebelum tergelincirnya
matahari.
Oleh karena itu, Syekh
Ibnu Utsaimin menyatakan, "Kalau begitu, waktu shalat dhuha dimulai
setelah keluar dari waktu larangan (untuk shalat) di awal siang hari (pagi
hari) sampai adanya larangan di tengah hari." [7]
Waktu Utama Shalat
Dhuha
Adapun waktu utama
untuk melaksanakan shalat dhuha adalah di akhir waktunya. Syekh Ibnu Utsaimin
menyatakan, "Melaksanakannya di akhir waktu adalah lebih utama." [8]
Hal ini dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,
Hal ini dijelaskan dalam hadits yang berbunyi,
أَنَّ زَيْدَ بْنَ
أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنْ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا
أَنَّ الصَّلَاةَ فِي غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ
الْفِصَالُ
"Sesungguhnya
Zaid bin Arqam melihat suatu kaum melakukan shalat dhuha, lalu beliau berkata,
'Apakah mereka belum mengetahui bahwa shalat pada selain waktu ini lebih utama?
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu
bersabda, 'Shalat al-awwabin (hendaklah dilakukan) ketika anak unta
kepanasan.'" (Hr. Muslim, Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab
Shalat al-Awwabina hina Tarmidhu al-Fishal, no. 748)
Jumlah Rakaat dan Tata
Caranya
Disyariatkan bagi
seorang muslim untuk melakukan shalat dhuha sebanyak dua, empat , enam, atau
delapan rakaat, atau lebih, tanpa ada batasan tertentu. Inilah yang dirajihkan
oleh Syekh Ibnu Utsaimin dalam pernyataan beliau, "Yang benar adalah
bahwasanya tidak ada batas untuk banyaknya, karena 'Aisyah berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا
شَاءَ الله
'Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dahulu melakukan shalat dhuha sebanyak empat rakaat, dan
beliau menambahnya sebanyak yang beliau inginkan.' (Hr. Muslim, Kitab
Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab Istihbaab Shalat Dhuha, no. 719)
Jumlah rakaat shalat
dhuha tidak ada pembatasannya. Seandainya seorang sholat dari terbit matahari
setombak sampai menjelang tergelincir matahari, misalnya empat puluh rakaat,
maka ini semua masuk dalam shalat dhuha." [9]
Ini semua dilakukan
dengan dua rakaat-dua rakaat, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam,
صَلَاةُ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى
"Shalat malam dan
siang adalah dua rakaat-dua rakaat." (Hr. an-Nasa'i dalam Kitab
Qiyam al-Lail wa Tathawu' an-Nahar, Bab Kaifa Shalat al-Lail: 3/227,
dan Ibnu Majah dalam Kitab Iqamat ash-Shalat wa as-Sunnah fiha, Bab Ma Ja`a
fi Shalat al-Lail wa an-Nahar Matsna Matsna, no. 1322; diniai shahih
oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah: 1/221).
Demikianlah penjelasan
mengenai keutamaan dari sholat sunah dhuha, semoga dari penjelasan di atas
dapat meberikan manfaat spiritual dan mempertebal keinginan kita dan bisa untuk
beristiqomah menjalankan sholat sunah dhuha, karena dengan sholat dhuha Allah
akan membuka pintu risky kepada kita. Semoga kita tetap menjadi umat Nabi
Muhammad dan bisa meneladani keimanan-Nya kepada Allah SWT.
Sumber : pengusahamuslim.com
0 Response to "Keutamaan Sholat Dhuha"
Post a Comment