Sang Ibu pun Menangis Melihat Beatty Memakai Jilbab


Diana Beatty pertama kali bertemu dengan seorang muslim saat di bangku kuliah. Setelah itu ia mengenal beberapa muslim lagi yang pelan-pelan membuatnya sadar betapa selama ini ia bersikap arogan terhadap Islam dan Muslim.

Beatty banyak mendengar informasi tentang Islam dan Muslim, tapi kebanyakan yang ia dengar adalah hal-hal yang buruk. Setelah berinteraksi dengan beberapa Muslim yang dijumpainya, muncul rasa ingin tahu yang besar dalam dirinya untuk lebih mengenal Islam, karena orang-orang Islam ia jumpai menunjukkan sikap dan perilaku yang membuatnya kagum, jauh berbeda dengan apa yang ia dengar selama ini. Beatty juga tertarik dengan ketulusan dan aspek-aspek peribadahan yang dilakukan orang Islam, terutama salat.

“Agama yang membimbing kita dalam semua aspek kehidupan, adalah sesuatu yang saya cari selama ini. Saya dibesarkan sebagai seorang Kristiani dan ketika saya mengenal beberapa orang Islam, saya adalah orang yang lumayan religius dan serius mempelajari Alkitab,” kisah Beatty.

“Tapi banyak pertanyaan saya tentang isi Alkitab yang tidak terjawab, dan saya justru menemukan jawabannya dalam Al-Quran. Awalnya, saya tidak suka membaca isi Al-Quran karena Al-Quran menyebutkan bahwa Yesus bukan anak Tuhan dan Al-Quran menyebut tentang perang yang membuat saya teringat kembali pada apa yang saya dengar tentang teroris muslim dan kekerasan …”

“Tapi orang-orang Islam yang saya kenal, menjadi contoh buat saya seperti apa sebenarnya seorang muslim dan saya melihat bahwa stereotipe yang terbangun dalam pandangannya saya selama ini tentang muslim, tidak sesuai dengan fakta yang saya lihat,” tutur Beatty.

Perempuan asal Colorado AS itu pun berpikir, bagaimana ia bisa tahu bahwa Alkitab itu benar dan Al-Quran salah, jika ia tidak mempelajarinya. “Terutama ketika banyak hal yang sama antara keduanya, Alkitab dan Al-Quran sepertinya berasal dari sumber yang sama,” sambung Beatty.

Semakin dalam mempelajari Al-Quran, Betty menemukan perbedaannya dengan Alkitab. Dalam Alkitab ia menemukan banyak kesalahan dan kontradiksi, tapi tidak dalam Al-Quran. Ia mengatakan, “Apa yang Quran katakan tentang Tuhan dan apa tujuan manusia hidup di dunia, buat saya lebih logis dan mudah untuk dipahami.”

Berbulan-bulan Beatty melakukan perbandingan antara agama Kristen yang dianutnya dengan agama Islam yang sedang dipelajarinya. Dan masa itu merupakan masa-masa yang sulit baginya. Tapi hati Beatty memenangkan Islam. Ia makin yakin bahwa Islam adalah agama yang benar, yang dikirim Allah untuk umat manusia.

“Saya pun memutuskan untuk masuk Islam. Saat itu saya masih belum yakin tentang banyak hal, khususnya tentang jilbab. Saya juga belum tahu bagaimana melakukan salat, dan peribadahan lainnya. Tapi saya mulai belajar,” ungkap Beatty.

Ia tak membantah bahwa di hati kecilnya ada rasa takut ketika memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Berat baginya membayangkan akan berhadapan dengan keluarganya dan melakukan sesuatu yang mereka benci dan tidak mereka mengerti. Sempat tebersit dalam hatinya, bagaimana jika ia membuat keputusan yang salah? Beatty khawatir respon negatif yang akan ia terima dari teman-temannya, rekan kerja, atasan di kantor dan ia khawatir dikeluarkan dari keluarganya.

Keluarga Beatty memang tidak suka melihat Beatty menjadi seorang muslim, tapi Beatty tetap diterima oleh keluarganya. “Tiap kali saya berbincang dengan ibu, dia mengeluhkan busana muslimah yang saya kenakan, sepertinya hal itu sangat mengganggunya lebih dari apapun dan ia akan menyodorkan berbagai literatur Kristen pada saya,” tutur Beatty.

Beatty bercerita, ibunya merasa terluka dan menangis seminggu penuh ketika Beatty memutuskan untuk mengenakan jilbab. Dalam surat, sang ibu mengatakan bahwa apa yang dilakukan Beatty adalah tamparan keras di wajahnya, Beatty dianggap telah melanggar didikan orang tuanya dan sedang berusaha menjadi orang Arab. Keluarga Beatty juga menuding bahwa Beatty melakukan itu gara-gara suami Beatty yang seorang muslim. Keluarga Beatty tidak menyukainya dan meminta Beatty bercerai.

“Keluarga saya bilang, saya akan masuk neraka. Buat saya, tidak sulit menghindar dari makanan yang tidak halal, menjauhkan diri dari alkohol. Tidak sulit buat saya untuk belajar salat dan mengenakan jilbab. Satu-satunya yang berat buat saya adalah menyakiti keluarga saya dan terus-terusan ditekan oleh mereka,” imbuh Beatty.

Pada titik ini Beatty merasakan, tantangan yang berat setelah ia menjadi muslim adalah keluarganya sendiri, karena teman-teman dan orang-orang yang ia kenal, ternyata bisa menerima pilihannya menjadi muslim.

Tiga tahun sudah Beatty memeluk Islam. Ia mengakui bahwa Islam banyak memberikan perubahan dan meningkatkan kualitas hidupnya. “Islam mengubah saya secara total. Sekarang, saya tidak ragu lagi akan tujuan hidup saya di dunia ini dan bahwa saya sudah mengikuti jalan yang benar. Dulu, saya bahkan tidak menyadari bahwa saya sedang kehilangan arah. Tapi ketika saya menemukan Islam dan merenungkannya kembali, sangat jelas buat saya bahwa Islam-lah yang saya cari selama ini,” papar Beatty.

Beatty bersyukur menjadi seorang muslim karena Islam memualiakan hidupnya sebagai seorang perempuan. Ia melihat sendiri bahwa lelaki muslim yang baik akan memperlakukan perempuan dengan baik. Suatu hal yang jarang ia temui dalam budaya masyarakat Amerika, dimana ia dibesarkan.

“Memilih masuk Islam, buat saya seperti kembali pulang ke rumah setelah sekian lama berkelana,” tandas Beatty yang sekarang menggunakan nama Islami Masuuma Amatullah.(ln/isc)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sang Ibu pun Menangis Melihat Beatty Memakai Jilbab"

Post a Comment