Mengagungkan Rasulullah dengan Batasannya

Siapa yang tidak kenal dengan sesosok khalifah di dunia yang menjadi nabi umat islam yang terakhir? Siapa lagi jika bukan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam namanya. Nabi Muhammad menjadi sesosok figur yang pantas disanjung dan dipuji bagi siapapun. Sejak dari kecil hingga ajal menjemputnya memang Rasullullah memiliki aklakul karimah. Rasulullah memang dikenal menjadi suri tauladan yang baik bagi umatnya tak mengherankan jika namanya telah diagungkan. Beliau memiliki kesempurnaan dengan sifat, perilaku mapupun tutur kata yang baik. Bludakan pujian memang tak lekang dimakan zaman, bahkan sejak di zaman sahabat Rasulullahpun, lontaran pujian mengalir hingga saat ini. Perbincangan tentang sosok rasulullah memang tidak pernah membuat bosan dan habis kata-katanya. Kemuliaan serta kekaguman atas kepribadian Rasulullah tidak hanya diapresiasi bagi orang Muslim saja. Namun sebaliknya, banyak orang non-Muslim atau nasrani sekalipun tidak terlepas akan kekaguman mereka di saat mereka mempelajari kehidupan Rasulullah. Pengetahuan serta kajian mengenai beliau pasti benar, selama seseorang itu berpegang teguh terhadap prinsip yang objektif. Sebagai golongan wahabi-salafi banyak yang melontarkan atas tuduhan yang terkesan berlebihan untuk kaum muslimin dengan mengagung-agungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memuji Rasulullah memang boleh-boleh saja, namun tidak seharusnya secara berlebihan. Lantas mengapa hal ini dilarang? Lalu bagaimana batasan lontaran pujian yang pas untuk mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam?

Dari Umar bin Al Khaththab, ia berkata bahwa Rasulullah-Shallallahu Alaihi Wasallam-telah bersabda, yang artinya,”Janganlah kalian memujiku dengan pujian yang melebih batas dalam memuji dengan kebohongan sebagaimana orang-orang Nashrani memuji dengan pujian yang melebih batas dalam memuji dengan kebohongan kepada putra Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah,’Hamba Allah dan Rasul-Nya.’” (Al Bukhari)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang memuji dirinya secara berlebihan sampai dalam tahapan berbohong dalam memuji terhadap dirinya, sebagaimana para penganut Nashrani mengklaim bahwa Isa putra Maryam Alahissalam sebagai tuhan. (Al Siyraqat As Saniyah, hal. 314)
Hadits menegaskan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah hamba dan rasul, maka tidaklah boleh mengungkapkan perkataan mengenai beliau yang menafikan keduanya yang mengarah kepada makna rububiyah maupun uluhiyah.
Sebagaimana Al Bushiri juga menyatakan dalam Al Burdah,”Tinggalkan apa yang diklaim oleh para penganut Nashrani terhadap nabi mereka. Dan tetaplah dengan apa yang engkau kehendaki (terhadap) pujian terhadapnya (Rasululullah Shallallahu Alaihi wa Sallam) dan lakukan sesukamu.”  (Al Mawahib Ad Dunyah, hal. 541).

Dari penjelasan yang ada di atas dapat disimpulkan jika mengagungkan atau memuji Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam memang diperbolehkan, namun tidak boleh berlebih-lebihan. Hal ini lantaran dapat membuat sanjungan berlebihan dapat menjadikan kebohongan. Hal ini serupa dengan kaum Nasrani yang memuji putra Maryam sehingga mereka menganggapnya sebagai Tuhan. Sebuah sanjungan yang berlebih memang dapat menimbulkan sebuah kebohongan dan memicu sebuah kemusryikan.

Sumber : hidayatullah. com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengagungkan Rasulullah dengan Batasannya"

Post a Comment