Kondisi sama juga harus dialami lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ketika mendarat di Suriah. Di balik kesuksesannya menembus Aleppo dan memberikan bantuan medis kepada para pengungsi, ada kisah mendebarkan yang dialami relawan ACT sekaligus Director of Global Humanity Response, Doddy Cleveland.
Hal ini lantaran dirinya saat itu berada pada pertaruhan antara hidup dan mati. Bagaimana tidak? Moncong senjata dari para sniper tentara Assad siap menghempaskan nyawa para relawan yang masuk ke Suriah. Untuk menembus Aleppo, Doddy mengaku harus melewati perjuangan penuh resiko.
“Kita harus berpindah dari satu gang ke gang lainnya seraya berlari secepat mungkin (sprint) untuk menghindari bidikan sniper tentara Assad,” katanya kepada wartawan Selasa (2/7/2013) di kantor ACT, Menara 165, Jakarta.
Bahkan beberapa hari sebelum dirinya tiba di Aleppo, tersiar berita seorang wartawan Jepang mati tertembak ketika berlari menyeberang dari satu gang ke gang lainnya di Aleppo.
“Padahal saat itu sang wartawan mengenakan topi baja, namun dia tertembak di bagian lehernya,” katanya yang terakhir ke Suriah pada Maret lalu.
Aktivis Keluarga Mahasiswa Islam (Gamais) semasa kuliah di ITB ini menuturkan kondisi Suriah saat ini sangat memprihatinkan. Berbagai bangunan rata dengan tanah. Rumah-rumah warga hancur. Anak-anak dan orangtua tewas. Kondisi pengungsian juga penuh keterbatasan. Mereka hidup tanpa listrik.
“Bagaimana mereka hidup dengan kondisi seperti itu, jika tidak lembaga kemanusiaan yang membantu,” tutupnya. (Pz/Islampos)
0 Response to "Kisah Relawan ACT Lari Dari Kejaran Sniper Tentara Suriah"
Post a Comment