Remaja putri itu harus berlinang air mata saat harus meninggalkan Stavropol, tanah yang dicintainya. Sementara itu sepupu Raifat, Amina (10 tahun) menghadapi aturan itu dengan cara lain. Orangtuanya memilih home schooling dengan mengundang guru privat ke rumahnya. Adik Amina juga harus belajar secara mandiri.
Di tengah pergolakan ini, Salikhov bersikukuh pada prinsipnya. Dia menolak untuk menyerah dengan aturan pemerintah tersebut. ”Jika mereka pikir karena sesuatu yang terjadi pada anak perempuan saya, membuat saya akan melupakan agama ini, saya katakan tidak! Agama adalah tujuan hidup saya,” tegasnya seperti yang dikutip New York Times.
Penerapan aturan diskriminatif ini berdampak pada 10% dari 2,7 juta warga Stavropol yang beragama Islam. Pihak minoritas Muslim sempat melakukan perlawanan. Kamis (21/3) lalu, kasus masalah jilbab ini dibawa ke meja hijau.
Cobaan bagi pelajar Muslim di wilayah pinggiran Rusia itu berawal dari sikap keras Maria Savchenko. Dia adalah seorang guru yang melarang siswi berjilbab masuk ke kelasnya. Siapa sangka, sikap keras kepala Maria ini diamini pemerintah setempat. Pejabat Stavropol akhirnya membuat aturan seragam yang menghalangi siswi, khususnya yang Muslimah, untuk menutup auratnya.
Akhir tahun lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan penolakannya terhadap jilbab. Menurutnya jilbab itu tidak ada dalam budaya orang Rusia, itu merupakan budaya orang Islam tradisional. Pernyataan rasisnya ini bahkan didukung para sejarahwan Rusia, yang turut menolak mengadopsi ‘tradisi asing’ itu.
http://news.fimadani.com/read/2013/03/22/demi-jilbab-putrinya-salikhov-bersikukuh-lawan-pelarangan-jilbab-di-stavropol/#.UUwDwrbB-nM.facebook
0 Response to "Demi Jilbab Putrinya, Salikhov Bersikukuh Lawan Pelarangan Jilbab di Stavropol"
Post a Comment