Perekonomian Eropa yang carut-marut telah memakan korban. Italia, Spanyol, Irlandia dan Yunani adalah contohnya. Melihat kondisi itu, jelas bukan satu tindakan bijak bagi Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Pakar Strategi dari Institut Teknologi Federal, Zurich, Kurt R Spillman menilai Turki tidak lagi melihat integrasi dengan Eropa menjadi prioritas. Sebaliknya, Turki lebih memilih mengejar industrialisasi dan Islamisasi.
"Pakem ini didorong kekuatan ekonomi Turki. Satu dekade lalu, Turki hampir bangkrut. Hari ini, Turki menjadi bagian salah satu kekuatan ekonomi dunia. Itu berkat kepemimpinan PM Turki, Reccep Tayyib Erdogan," kata dia seperti dikutip swissinfo.ch, Rabu (31/10).
Menurut Spillman, indikasi itu terlihat ketika Erdogan mengunjungi Cologne, Jerman, pada 2008 lalu. Saat berpidato, Erdogan mengungkap keinginan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa. Namun, hal itu berubah.
"Turki lebih memilih menanamkan pengaruh geopolitiknya. Di Barat, Turki mulai menjadi pemain kunci di wilayah Mediterania. Di Utara dan Timur, ia menjadi penghubung Asia Tengah. Yang terpenting adalah, di Selatan, ia menjadi contoh sintesis keberhasilan industrialisasi dan kebudayaan Islam," kata dia.
Yang menarik, lanjut Spillman, Erdogan secara perlahan mengurangi sekularitas Turki. Itu terlihat dari banyaknya simbol Islam di jalan-jalan Istanbul, seperti jilbab. "Baru-baru ini, seorang kontraktor tidak akan diberi kontrak oleh negara jika istri mereka tidak mengenakan jilbab. Itu sinyal kecil," kata dia.(republika)
mantaaaaap
ReplyDeletemantap.islamisasi adalah kuncinya.dari jaman khalifah juga udah terlihat,namun karena pada jaman kita ini banyak pihak terperdaya sekularitas barat dan segala nikmat semu nya,jadilah ekonomi kita bahkan ekonomi global ibarat telur di ujung mata pedang.kritis
ReplyDelete