Masih segar dalam ingatan kita ketika beberapa bulan lalu krisis kedelai di negeri ini nyaris menjadi masalah yang serius. Sebenarnya bukan hanya di kedelai, tetapi juga di jagung dan gandum karena sumbernya berasal dari negeri yang sama. Meskipun sementara krisis itu bisa dihindari, namun tidak berarti masalahnya teratasi. Potensi krisis pangan sejenis sangat mudah berulang kedepan karena problem utama tentang ketergantungan pada bahan pangan impor tertentu seperti kedelai dan gandum, belum ada solusinya yang nyata. Solusi itu sebenarnya ada, hanya mungkin selama ini kita mencarinya di tempat yang salah.
Bayangkan
apa yang terjadi ketika krisis kedelai kemarin mencuat, apa yang
kiranya dilakukan para pihak yang kompeten negeri ini ?. Mereka
mengutak-katik biaya (pajak) impor, alternatif negeri asal impor,
kesiapan produksi dalam negeri sampai alternatif pengganti kedelai.
Tidak ada yang salah dengan itu semua, hanya ada satu tempat yang mereka
belum mencarinya – yaitu sumber dari segala sumber petunjuk dan ilmu –
apalagi kalau bukan Al-Qur’an !.
Saya
membayangkan skenario alternatif seperti ini yang terjadi : Ketika
krisis terjadi, presiden tidak hanya mengandalkan para menterinya untuk
memberikan solusi. Diajaknya pula orang yang memahami Al-Qur’an sampai
penerapannya dalam rapat darurat yang dipimpin beliau – sebut saja orang
ini adalah pak kiyai. Setelah seluruh menteri memberikan masukan sesuai
bidang masing-masing, beliau dapat minta pendapat pak kiyai kurang
lebih seperti ilustrasi dalam ‘mimpi ilmiah’ saya yang didukung dengan
ayat-ayat dan data konkrit berikut ;
“Pak kiyai sudah mendengar seluruh pendapat para menteri, sekarang bagaimana menurut pak kiyai solusinya ?”. Pak kiyai langsung menjawab “Begini bapak presiden, pertama bapak dan para menteri harus memimpin bangsa ini untuk istigfar….”. Sebelum pak kiyai meneruskan, presiden menyela “Lho, salah kita apa pak kiyai kok sampai kita harus istigfar bersama seluruh rakyat…?”.
Pak kiyai menjelaskan “Mohon
maaf sekali bapak presiden, pertama istigfar tidak harus karena sesuatu
kesalahan – habis berbuat baik-pun kita dicontohkan untuk beristigfar.
Misalnya ketika kita habis sholat, kan disunnahkan untuk langsung
beristigfar ?, sholat kan perbuatan baik…?. Jadi
istigfar itu perlu selalu dilakukan, habis berbuat baik seperti sholat,
apalagi apabila habis berbuat dosa…perlu terus istigfar, istigfar dan
istigfar”.
Setelah bapak presiden memberi sinyal untuk melanjutkan, maka pak kiyai-pun melanjutkannya, “Kedua karena ada petunjuk Allah, bahwa istigfar ini bisa menjadi solusi atas krisis pangan dan krisis-krisis lainnya” kemudian pak kiyai-pun membacakan surat Nuh 10 -12 : “…Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya
Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta
dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan
(pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”.
Sebelum pak kiyai melanjutkan ada seorang menteri yang tidak sabar, dia-pun menyela : “Mohon
maaf bapak presiden, tetapi solusi yang kita butuhkan adalah konkrit,
saat ini dan disini – bukan solusi teoritis, filosofis, agamis seperti
yang diuraikan pak kiyai…”.
Pak
presiden-pun memberi sinyal ke pak kiyai untuk menjawabnya secara
konkrit. Pak kiyai yang agak tersinggung dengan pertanyaan sekuler sang
menteri – langsung menjawab : “Tidak
ada solusi yang lebih cepat, lebih konkrit dan lebih applicable
dibandingkan dengan solusi dari Sang Pencipta…!, tidak perlu riset
puluhan tahun, solusi itu ada di depan mata kita saat ini dan di sini !”.
Lalu pak kiyai membacakan surat Al Maaidah ayat 66 yang artinya berikut : “Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan
(Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka
akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka”.
Pak kiyai yang membaca raut muka belum puas dari sang menteri-pun melanjutkan. “Saya tahu pasti bapak-bapak belum puas dengan penjelasan ayat ini , ingin lebih konkrit lagi ?”. Beliaupun melanjutkan, “…
di dalam Al-Qur’an bila disebut beberapa hal dan yang satu didahulukan
terhadap yang lain – maka yang didahulukan itu berarti lebih penting,
lebih serius, lebih utama dlsb”.
“Demikian
pula dalam hal makanan ini, ada ayat yang menarik yang mungkin
Bapak-bapak juga sudah sering membacanya tetapi nampaknya belum sampai
pada taraf penerapannya”. Lalu pak kiyai membacakan lagi suatu ayat yang berada di surat Al An ‘aam 141 :
“Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat
dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak
sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila
dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
“Bapak-bapak
bisa lihat sekarang, ada tanaman-tanaman yang merambat yang disebut
secara khusus di Al-Qur’an kelompok jenisnya. Disebut lebih dahulu pula
ketimbang tanaman yang lain. Coba sekarang perhatikan pada
komoditi-komoditi yang ditangani oleh kementerian bapak-bapak
masing-masing, adakah tanaman-tanaman yang merambat ini mendapatkan
perhatian ?.” Para menteri nampak merenung sejenak, kemudian pada
menggelengkan kepalanya – tanda bahwa belum ada yang memperhatikan jenis
tanaman yang merambat ini.
Bapak presiden-pun penasaran, sambil tersenyum beliau bertanya : “Menarik sekali, tetapi menurut pak kiyai sendiri tanaman merambat ini yang paling pas dan cocok di negeri ini apa ?”. Pak kiyai menjawab : “Mohon maaf pak presiden, ini mestinya tugas menteri yang terkait untuk menemukannya…”.
Presiden-pun
paham dan menganggukkan kepala sambil melihat ke menteri pertanian,
menteri pertanianpun menganggukkan kepala tanda setuju. Kemudian pak
kiyai melanjutkan : “Yang sudah kami coba di pesantren kami adalah gembili…”. Presiden yang orang jawa ini-pun langsung paham: “ Ini uwi – mbili yang di desa-desa itu ? mengapa mbili pak kiyai ?”.
Pak kiyai berusaha menjelaskan “Ini
hanya sekedar contoh pak presiden, yang lain mungkin banyak…, tetapi
gembili yang dalam bahasa latinnya disebut Dioscorea esculanta itu
memang banyak memiliki keunggulan, antara lain mengandung Inulin dan
berbagai zat yang berkhasiat lainnya”.
Pak kiyai-pun melanjutkan : “kelebihan
lain dari gembili ini adalah potensi produksinya. Dia tidak membutuhkan
lahan khusus yang terbuka seperti untuk produksi padi, jagung, kedelai
dan sejenisnya. Dia bisa tumbuh diantara pohon-pohon sampai kerindangan
tertentu. Jadi lahan-lahan perkebunan dan kehutanan dapat menjadi lahan
baru bagi produksi bahan pangan yang satu ini”.
Mendengar penjelasan ini, meneteri BUMN langsung menyambut : “wah
ini bagus sekali pak kiyai, bisa saya serukan kepada seluruh PTP-PTP
(perusahaan perkebunan) BUMN untuk tidak menyia-nyiakan lahan mereka.
Dibawah pohon karet, kayu, kopi….semuanya dapat dimanfaatkan…”.
Menteri kehutanan tidak mau kalah : “ Wow,
kalau begitu dibawah kementerian saya akan lebih banyak lagi yang bisa
ditanami gembili ini…saya akan mintakan seluruh jajaran kehutanan untuk
mendalami potensi ini secepatnya…”.
Menteri pariwisata dan industri kreatif-pun mendapatkan inspirasi baru : “ Ini akan menarik pak kiyai bila bisa diolah menjadi berbagai makanan modern yang cocok dengan selera masyarakat di jaman ini”.
Melihat para menteri yang pada antusias kini, presiden-pun sambil tersenyum bangga menyampaikan ke pak kiyai : “Karena
antusiasme cabinet ini pada gembili pak kiyai, saya sendiri sudah tahu
bentuknya seperti apa – tetapi barangkali yang lain belum tahu, apakah
pak kiyai membawa gambarnya…?”.
Pak
kiyai-pun nampaknya tidak kalah persiapannya dengan para menteri,
beliau langsung minta ditayangkan gambar-gambar gembili dari benih
sampai produk akhir. Gambar yang disajikan adalah seperti pada gambar
dibawah.
Dalam penjelasannya secara khusus pak kiyai juga merespon pertanyaan menteri pariwisata dan industri kreatif : “ …betul
bu menteri, Alhamdulillah para santri kami sudah berhasil membuat
menu-menu modern seperti Muffin dalam gambar – yang 100% bahannya dari
gembili, kami yakin seluruh makanan yang selama ini dibuat dari gandum
impor – dapat digantikan oleh gembili ini”.
Presiden
gembira sekali dengan rapat gabungannya kali ini dan langsung minta
kepada seluruh menteri terkait untuk menindak lanjuti ide gembili dari
pak kiyai – yang tidak tanggung-tanggung. Selain ide dasarnya digali
dari Al-Qur’an, ternyata pesantren pak kiyai sudah bergerak begitu jauh
dengan gembili ini sampai bisa membuat roti yang bahannya 100% dari
gembili.
Sebelum menutup rapat, bapak presiden minta ke pak kiyai untuk memimpin doa. Kiyai yang mbanyol ini mengambil kesempatan terakhirnya untuk ‘mewarnai negeri ini’ dengan masukannya yang nampak sepele tetapi dalam maknanya.
“Ada
sedikit usul kalau diijinkan oleh bapak presiden, selama ini kita
menggunakan lambang padi dan kapas di berbagai instansi dan institusi
kenegaraan untuk melambangkan kemakmuran. Padahal kita tahu kapas yang
kita pakai 99.5% adalah impor, jadi kapas bukan faktor pemakmuran di
negeri ini tetapi justru menjadi faktor pemiskinan – karena harus
diimpor. Untuk menandai bahwa segala lambang kita harus bermakna
bener-bener membangun kemakmuran, saya usulkan untuk mengganti gambar
padi dan kapas dengan gambar berikut. Ini adalah kombinasi gambar antara
padi-padian yang memang terus perlu kita hasilkan, dan umbi-umbian
seperti gembili, ubi jalar dlsb yang insyaallah akan menjadi sumber
pemakmuran berikutnya !”.
Kemudian pak kiyai membaca doa’a yang panjang…, sampai diantaranya ada do’a khusus yang ketika diartikan ke bahasa Indonesia “Ya
Allah cukupkanlah kami dengan yang halal agar tidak mencari yang haram,
perkayalah kami dengan rezekimu agar kami tidak mencari diluar itu…” – beberapa menteri meneteskan air matanya, antara haru, merasa bersalah dlsb. bercampur aduk jadi satu.
Sambil
menutup rapat bapak presiden menyampaikan ke pak kiyai untuk tidak
keberatan bila diundang lagi ikut menyelesaikan masalah-masalah bangsa
ini. Wa Allahu A’lam.
0 Response to "Saya ‘Bermimpi Ilmiah’ Pak Kiyai Hadir Di Rapat Kabinet…"
Post a Comment