oleh Abu Khalid Al Jadawi
Aku mengenal seorang
pemuda yang dulu termasuk orang-orang yang lalai dari mengingat Allah
‘azza wa jalla. Dulu dia bersama dengan teman-teman yang buruk
sepanjang masa mudanya. Pemuda itu meriwayatkan kisahnya sendiri:
“Demi
Allah, yang tiada sesembahan yang haq selain Dia, aku dulu bersama
dengan teman-temanku, dan tidak ada suatu niat dalam diriku untuk
melakukan ketaatanpun untuk Allah ‘azza wa jalla, apakah untuk shalat
atau yang lain”.
Alkisah kami
sekelompok pemuda pergi menuju kota Dammam, ketika kami melewati papan
penunjuk jalan, maka teman-teman membacanya: “Dammam, 300 km”. Maka aku katakan kepada mereka bahwa aku melihat papan itu bertuliskan “Jahannam, 300 km”.
Merekapun duduk dan menertawakan ucapanku. Aku bersumpah kepada mereka
atas hal itu, akan tetapi mereka tidak percaya. Maka merekapun
membiarkan dan mendustakanku.
Berlalulah waktu tersebut dalam canda tawa, sementara aku menjadi bingung dengan papan yang telah kubaca tadi.
Selang beberapa waktu, kami mendapatkan penunjuk jalan lain, mereka berkata: “Damman, 200 km”. Kukatakan: “Jahannam, 200 km”.
Merekapun menertawakan aku dan menyebutku gila. Kukatakan: “Demi Allah
yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sesungguhnya aku
melihatnya bertuliskan Jahannam, 200 km”. Merekapun
menertawakanku seperti kali pertama. Dan mereka berkata; “Diamlah, kamu
membuat kami takut”. Akupun diam, dalam keadaan susah, yang diliputi
rasa keheranan aku memikirkan perkara aneh ini.
Keadaanku
terus-menerus bersama dengan pikiran dan keheranan, sementara keadaan
mereka bersama dengan gelak tawa dan candanya, hingga kemudian kami
bertemu dengan papan penunjuk jalan yang ketiga. Mereka berkata:
“Tinggal sedikit lagi, Dammam, 100 km”.
Kukatakan: “Demi Allah Yang Maha Agung, aku melihatnya Jahannam, 100 km”.
Mereka berkata: “Tinggalkanlah kedustaan, engkau telah menyakiti kami
sejak awal perjalanan kita”. Kukatakan: “Turunkan aku, aku ingin
kembali”. Mereka berkata: “Apakah engkau sudah gila?”. Kukatakan:
”Turunkan aku. Demi Allah, aku tidak akan menyelesaikan perjalanan ini
bersama kalian”.
Maka
merekapun menurunkanku, akupun pergi ke arah jalan yang berlawanan
dari tujuanku semula. Akupun tinggal di jalan itu beberapa saat, dengan
memberikan isyarat kepada mobil-mobil untuk berhenti untukku. Selang
beberapa saat, berhentilah untukku seorang sopir yang sudah tua, akupun
ikut bersama dalam mobilnya.
Saat
itu dia dalam keadaan diam lagi sedih, dan tidak berkata-kata walaupun
satu kalimat. Maka kukatakan kepadanya: “Baiklah, ada apa dengan anda,
kenapa anda tidak berkata-kata?”
Maka
dia menjawab: “Sesungguhnya aku sangat terkesima dengan sebuah
kecelakaan yang telah kulihat beberapa saat yang lalu. Demi Allah aku
belum pernah melihat yang lebih buruk darinya selama kehidupanku”.
Kukatakan kepadanya: “Apakah mereka itu satu keluarga atau selainnya?”
Dia
menjawab: “Mereka adalah sekumpulan anak-anak muda, tidak ada
seorangpun dari mereka yang selamat”. Maka dia memberitahukan kepadaku
ciri-ciri mobilnya, maka akupun mengenalnya, bahwa mereka adalah
teman-temanku tadi. Maka akupun meminta kepadanya untuk bersumpah atas
apa yang telah dia katakan, maka diapun bersumpah dengan nama Allah.
Maka
akupun mengetahui bahwa Allah ‘azza wa jalla telah mencabut roh
teman-temanku setelah aku turun dari mobil mereka tadi. Dan Dia telah
menjadikanku sebagai pelajaran bagi diriku dan yang lain. Akupun memuji
Allah yang telah menyelamatkanku di antara mereka.
Syaikh
Abu Khalid al-Jadawi (penulis kisah ini) berkata: “Sesungguhnya
pemilik kisah ini menjadi seorang laki-laki yang baik. Padanya terdapat
tanda-tanda kebaikan, setelah dia kehilangan teman-temannya dengan
kisah ini, yang setelahnya dia bertaubat dengan taubat nasuha”.
Maka
kukatakan: “Wahai saudaraku, apakah engkau akan menunggu kehilangan
empat atau lima teman-temanmu sampai kepada perjalanan seperti
perjalanan ini? Agar engkau bisa mengambil pelajaran darinya? Dan
tahukah kamu, bahwa kadang bukan engkau yang bertaubat karena sebab
kematian teman-temanmu melainkan engkaulah yang menjadi sebab
pertaubatan teman-temanmu di atas maksiat dan kerusakan”. Na’udzu
billah.
Ajaib, diluar kebiasaan normal. Tidak ada sesuatu yang mustahil bagi Alloh
ReplyDelete