Namun ketidakadilan itu tak pernah abadi. Alex Kroenemer dan Michael Wolfe, produser Unity Productions Foundation (UPF), mengangkat kisah Noor Inayat Khan ke dalam film dokumenter.
Dalam beberapa bulan terakhir film berjudul Enemy of the Reich: Noor Inayat Khan Story, beredar di kota-kota di Amerika Serikat (AS). Kini, film tersebut melintasi antlantik dan diputar perdana di Tricycle Theatre, London.
Publik Inggris terkesima. Sejumlah koran menurunkan kisahnya. Di AS, sejumlah kelompok meminta film itu ditayangkan secara nasional lewat Public Broadcasting Service (PBS) pada 9 September tahun ini.
Enemy of the Reich: Noor Inayat Khan Story adalah dokudrama, atau drama dokumenter. Kisah dinarasikan Helen Mirren, pemenang Academy Award. Ada wawancara dengan pakar sejarah. Sedangkan penggambaran kembali sosok Inayat Khan dilakukan Rahmat Srinivasan.
Kepada Al Arabiya News, produser Kronemer mengatakan ada ribuan film dan dokumenter tentang Perang Dunia II, tapi sangat sedikit yang menampilkan sosok Muslim dan Muslimah dalam konteks apa pun. Kalau pun ada hanya pada kisah Muslim yang memberikan perlindungan kepada Yahudi dan tentara sekutu.
Kisah Noor Inayat Khan, perempuan keturunan India-Amerika yang dikirim ke wilayah Prancis (yang saat itu jatuh ke tangan Nazi), tak pernah tersentuh. Padahal kisah Noor sangat memikat dan mewakili kemanusiaan yang inklusif.
Sebelum syuting, Kronemer dan timnya secara cermat berusaha menggambar keotentikan karakter Noor. Ia berkonsultasi dengan buku-buku sejarah, surat-surat pribadi sang tokoh, jurnal, dan ratusan dokumen lainnya.
“Tim kami adalah kelompok internasional. Ada dua anggota keluarga Khan yang terlibat,” ujar Kronemer. “Kami mengambil fokus pada kehidupan spiritual Noor, dan bagaimana ajaran Islam yang diwariskan ayahnya membentuk karakter sang tokoh.”
Namun ketika berusaha mengakses dokumen resmi Prancis, Kronemer dan timnya mengalami kesulitan. Michael Wolfe, dalam wawancara dengan ToledoFavs, mengatakan; “Prancis malu. Perbuatan Prancis selama Perang Dunia II sangat memalukan. Prancis sebenarnya bekerja-sama dengan Jerman.”
Keluarga Sufi
Noor Inayat Khan dibesarkan di keluarga sufi pasifis. Hazrat Inayat Khan, ayahnya, adalah tokoh spiritual Islam terkemuka di Eropa dan seluruh dunia, yang mendirikan tarekat sufi di London tahun 1914.
“Antara tahun 1910-an sampai 1920-an — ketika filsuf Barat, politisi, sejarawan, dan kalangan intelektual berusaha mencari jawaban di luar tradisi Barat — Hazrat Inayat Khan menjadi arus besar pengajaran dari India,” ujar Wolfe.
Noor mewariskan semua pemikiran dan tradisi ibadah sang ayah. Satu hal yang mencengangkan adalah mengapa Noor memilih terjun ke medan Perang Dunia II, dengan menjadi agen rahasia Inggris.
Noor hanya satu dari 2,5 juta relawan pria dan wanita dari Asia — Arab, India, Tiongkok, dan juga Indonesia — yang terjun dalam perang besar itu. Namun Noor adalah satu dari sedikit orang Asia yang dilacak jejaknya oleh para sejarawan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada usia 30 tahun, Noor dieksekusi di kamp konsentrasi Dachau, Jerman. Kata terakhir sebelum dieksekusi adalah ‘Liberte’. Tahun 1949, pemerintah Inggris menganugerahkan George Cross. Baru-baru ini PM David Cameron beberapa kali memuji kegigihan, keberanian, dan pengorbanan diri Noor yang inspiratif.
Royal Mail memperingati keberanian sang Muslimah dengan menampilkan foto Nor di perangko kelas satu. Di AS, pemutaran nasional kisah Noor diperkirakan akan menjangkau puluhan juta pemirsa.
Bagi masyarakat Muslim Inggris dan AS, pemutaran film ini amat penting menyusul kian menguatnya ketakutan terhadap Islam (Islamofobia). Kisah Noor diyakini akan memberi pemahaman di masyarakat akarrumput Eropa tentang pentingnya pemahaman antar-agama.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/14/53105/kisah-pahlawan-muslimah-inggris-pada-pd-ii-jadi-film-dokumenter/#ixzz34g1lJmyw
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
0 Response to "Kisah Pahlawan Muslimah Inggris 'Noorunnisa Inayat Khan'"
Post a Comment