DALAM sejarah, banyak tercatat seseorang menjadi mualaf setelah melalui pengembaraan hidup sedemikian rupa. Ada yang menjadi mualaf karena ketidaktenangannya pada agama yang sebelumnya dianut. Ada yang menjadi mualaf karena ketertarikannya dengan bacaan atau amalan tertentu yang dilakukan umat Islam. Ada juga yang menjadi mualaf karena persinggungannya yang sangat intens dengan orang-orang Islam. Untuk alasan terakhir, sosok Muhammad Asad termasuk salah seorang di antaranya.
Lahir dengan nama Leopold Weiss, Asad dilahirkan pada 2 Juli 1900 di kota Lemberg, waktu itu bagian dari Kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang bernama Lviv dan terletak di Ukraina). Asad berasal dari keluarga Yahudi yang sangat taat. Keluarganya secara turun-temurun adalah rabbi (pemuka agama Yahudi) kecuali ayahnya yang menjadi seorang pengacara.
Seperti kebanyakan anak Yahudi lainnya, Asad tumbuh sebagai pribadi yang sangat membanggakan golongannya. Di samping itu, Asad kecil tumbuh menjadi anak yang sangat cerdas. Pada usia 13 tahun, selain bahasa Jerman sebagai bahasa ibunya, Asad muda telah sangat fasih berbahasa Ibrani dan Aram. Hal ini sebagai akibat dari pendidikan agama yang ia dapat sejak masa kecil hingga mudanya. Kitab Perjanjian Lama serta teks-teks maupun tafsir dari Talmud, Mishna, Gemara, dan Targum sudah menjadi konsumsinya sedari anak-anak.
Kefasihan Asad muda dalam berbahasa tidak cukup sampai di situ, pada usia dua puluhan, Asad sudah mampu membaca dan menulis dalam bahasa Inggris, Perancis, Persia dan Arab . Selain itu, Asad juga mulai berkelana sebagai seorang wartawan. Karier wartawannya bermula pada tahun 1922 saat ia menjadi reporter harian Frankfurter Zeitung (sebuah harian terkemuka di Jerman) dan kemudian menjadi koresponden untuk negara Timur Dekat.
Inilah awal yang kemudian membawa Asad bersinggungan dengan negara-negara dunia Arab dan orang-orang Islam yang ada di dalamnya. Ia pun kemudian memeluk Islam dan memilih nama Mohamad Asad. Asad sendiri berarti singa, sama dengan arti kata Leopold.
Pada saat lama bertugas di dunia Arab, Asad melihat beberapa pergerakan yang muncul pada awal abad ke-20 untuk membebaskan daerah Islam dari kaum kolonial. Saat berkunjung ke India, Asad berjumpa dan bekerja sama dengan Muhammad Iqbal, seorang filosof dan penyair terkenal. Kerja sama ini menginspirasikan lahirnya negara Pakistan. Setelah negara Pakistan berdiri, Asad ditunjuk menjadi Director of the Department of Islamic Reconstruction di Punjab Barat, kemudian diangkat sebagai Wakil Pakistan di PBB.
Saat bertugas di Palestina , Weiss terlibat argumen sangat kritis dengan para pemimpin Zionis, seperti Chaim Weizmann. Dia juga sering menyuarakan kritik terhadap Gerakan Zionis. Ini menjadi pertanda bahwa, walaupun awalnya ia seorang Yahudi, keberpihakannya kepada kaum Muslim tertindas sudah sangat kentara.
Selain menjadikannya sebagai seorang pemeluk Islam, persinggungan Asad dengan dunia Arab dan orang-orang Muslim menjadikannya juga terkenal sebagai penulis. Satu hal yang menyebabkannya adalah perjalanan hidupnya selama melakukan berkelana di dunia Arab ia tulis dalam otobiografi yang berjudul Road to Mecca.
Dalam otobiografinya tersebut Asad menulis bahwa kedekatan dirinya dengan orang penduduk Arab awalnya sebagai orang luar saja. Namun, persinggungannya dengan penduduk Arab mendatangkan kesan betapa pandangan hidup mereka sangat berbeda dengan orang-orang Eropa. Asad sangat bersimpati dan rasa simpati inilah yang secara perlahan-lahan telah menyebabkan dirinya tertarik dengan ajaran-ajaran keagamaan orang Islam.
“Dalam pandangan saya, Islam terlihat seperti sebuah hasil arsitektur yang sempurna. Semua elemen di dalamnya secara harmonis saling melengkapi dan mendukung; tidak ada yang berlebihan dan tidak ada yang kurang; hasilnya adalah sebuah struktur dengan keseimbangan sempurna dan komposisi yang kuat,” tulisnya.
Setelah tak kurang dari 17 tahun melakukan penelitian ilmiah, akhirnya Asad menghasilkan karya terbesarnya yaitu sebuah tafsir yang diberi judul The Message of the Qur’an. The Message of the Qur’an sebenarnya adalah terjemahan Al-Quran dalam bahasa Inggris, tetapi ia lengkapi dengan tafsir singkat berdasarkan pengetahuannya dalam bahasa Arab klasik dan tafsir-tafsir klasik.
The Message of the Qur’an banyak yang mengakui sebagai salah satu terjemahan terbaik Al Qur’an dalam bahasa Inggris walaupun dikritik oleh beberapa aliran tradisional, seperti Mu’tazilah. Demikianlah sosok Mohamad Asad. Bermula dari paham Kitab Perjanjian Lama pada akhirnya ia menjadi seorang Yahudi yang mampu menfasirkan Al-Quran. [fir/islampos]
0 Response to "Muhammad Asad, Yahudi Masuk Islam, Akhirnya Jadi Mufasir"
Post a Comment