Mitos Jima

Bagi kita yang kemungkinan lebih dekat dengan aktivitas dakwah, terkadang tabu membicarakan soal jima secara terbuka dengan pasangan sah. Yang penting melakukannya dengan saling penuh pengertian. Untuk suami, banyak hal yang tersimpan di kepalanya. Dan bagi istri, jima adalah sesuatu yang sangat pribadi.
Namun dibanding suami, pihak istri selalu menyimpan berjuta misteri soal ini. Sehingga, suami hanya bisa menebak-nebak soal kecenderungan keintiman ini dari sang istri.

Gairah jima istri lebih rendah

Ini adalah hal yang 100% salah. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dan pria memiliki gairah jima yang sama. Meski hanya satu penelitian yang menyimpulkan hal ini, namun sebenarnya tak ada perbedaan yang signifikan mengenai besarnya gairah jima pada pria dan wanita.

Respon jima selalu dengan rangsangan

Keinginan berjima tak harus hadir sebelum rangsangan. Hubungan jima bisa diawali rangsangan tanpa adanya keinginan. Seorang terapi jima, Helen Singer Kaplan adalah orang yang menambahkan ‘keinginan’ pada model tersebut.

Namun Kaplan membuat tiga hal tersebut secara linear, sehingga keinginan bisa saja muncul setelah ada rangsangan atau sebaliknya. Jadi mitos yang mengatakan bahwa seseorang harus merasa ‘ingin’ berjima terlebih dulu kurang tepat menurut para ahli.

Jima bukan yang utama

Tidak sepenuhnya benar. Yang jelas, jima juga termasuk salah satu prioritas wanita, meskipun bukan yang paling utama. Buat wanita, jima bukanlah segalanya, apalagi dalam konteks hubungan suami-istri.

Wanita cenderung memberi perhatian lebih banyak kepada hal-hal berkaitan dengan rasa nyaman, kecocokan, dan kelancaran komunikasi suami-istri. Jadi, jima tetap penting, namun masih banyak juga hal lain yang juga harus diberi perhatian. [huffington post]

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mitos Jima"

Post a Comment