Kehidupan Abu Hafsh
Menurut penuturan beberapa orang terdekatnya, sejak kecil Abu Hafsh (Umar Lathuf) ini sudah memiliki akhlak yang mulia. Kesehariannya hampir tidak disibukkan dengan hal-hal melalaikan, tidak sebagaimana teman sebayanya yang senang bermain.
Ketika mengenyam pendidikan di perkuliahan, ia mulai aktif berdakwah serta membuat video-video yang membakar semangat kaum muslimin untuk berjihad. Qadarullah, diantara teman-temannya ada yang menjadi seorang mata-mata untuk pemerintah dan melaporkan tindakannya tersebut, akhirnya menyebabkannya mendekam lama di penjara.
Banyak hal yang Abu Hafsh alami di penjara. Berbagai macam bentuk siksaan mulai yang berbentuk verbal sampai kekerasan fisik sebagaimana tahanan-tahanan lain yang ada di sana.
Perlu diketahui, Abu Hafsh mendekam dipenjara kurang lebih 5 tahun lamanya. Dan jangan samakan penjara Suriah dengan penjara di negeri kita. Kebanyakn penjara di sana diisi oleh orang-orang yang berusaha memelihara dan berpegang teguh dengan Islam (padahal normalnya penjara berisikan orang-orang kriminal ed.).
Demikianlah alasan Basyar al-Asad menjaga dan mempertahankan keharmonisan serta kerukunan antar umat beragama, padahal hakikatnya hanya untuk melanggengkan kekuasaannya. Ia tidak membiarkan para muthowwi’in (orang yang menampakkan sunnah) bebas menjalankan sunnah. Akhirnya banyak masjid sepi oleh jamaah muda dan kebanyakan diisi oleh orang orang tua.
Bahkan penduduk Suriah pun baru bisa berhaji dan umroh jika sudah berumur 62 tahun. Dan kuliah atau belajar agama hanya bisa dilakukan di Damaskus saja yang notabene dikelilingi oleh mukhobarot (intelijen negara) yang siap menangkap siapa saja yang punya kecendrungan melawan negara. Walhasil para pelajar ini kebanyakan menjadi ulama yang pro dengan pemerintah.
Kembali ke Abu Hafsh, 5 tahun tidaklah ia habiskan dalam kesia-siaan. Karena dalam rentang waktu tersebut Abu Hafsh menyelesaikan hafalan Alquran-nya beserta berbagai macam tafsir oleh para mufassirin, serta banyak sekali hadits yang ia hafal dan ilmu-ilmu diniyah lainnya.
Penjara adalah madrasah bagi para mujahidin. Terbukti beberapa calon pemimpin Ahrar Syam dipertemukan serta belajar bersama di penjara. Tampaknya Allah menakdirkan untuk mempertemukan mereka dengan cara di luar akal kita. Dan taukah Anda? Pemimpin tertinggi serta para amirul liwa (pemimpin yang ditmpatkn di provinsi-provinsi Suriah) di Ahrar Syam rata-rata adalah para penghafal Alquran.
Awal tsauroh (revolusi), adalah awal yang memilukan yang disusul banyak peristiwa memilukan lainnya yang dialami oleh penduduk Suriah. Lima bulan setelah pecahnya revolusi, pemerintah memutuskan untuk membebaskan para tahanan dengan tujuan menarik kembali simpati rakyat sekaligus meredam emosi mereka. Orang-orang yang dibebaskan ini di antaranya adalah Abu Hafsh dan pemimpin-pemimpin Ahrar Syam lainnya.
Namun kenyataan tidak sebagaimana yang dibayangkan oleh pemerintah. Dengan keluarnya para penghafal Alquran ini semakin membuat semangat rakyat untuk keluar dari penjara tirani yang sekian puluh tahun telah mengekang kebebasan mereka dalam beragama. Dan dari sinilah Ahrar Syam terbentuk.
Keluar dari penjara, Abu Hafsh pun ikut terjun di berbagai medan laga di kota Hammah/Homs sebelum akhirnya pulang ke kampung halamannya di Ihsim bagian dari Idlib. Di Ihsim ia pun dipercaya untuk memimpin Ahrar Syam untuk menjadi amir provinsi Idlib. Teman-teman keluarga dan kerabatnya suka cita menyambut kepulangan Abu Hafsh.
Keadaan di Maqor (markas) Ahrar Syam
Abu Hafsh merupakan orang yang sangat dinanti nanti oleh teman-teman mujahidin di markas Ahrar Syam. Karena akhlak dan tutur katanya inilah ia dicintai oleh teman-teman mujahidin. Setiap ia tiba, banyak teman-teman yang mengerumuninya laksana lebah yang mengerumuni bunga. Yang didapat oleh teman-teman tidak lain adalah manfaat berupa nasihat yang tidak keluar dari mulutnya melainkan Alquran dan sunnah. Sampai sampai teman-teman mujahidin mengagumi Abu Hafsh betapa mendalam hafal Alquran dan hadits yang ia miliki. Beberapa kali teman-temannya dibuat kagum karena Abu Hafsh tidak hanya hafal, namun mampu menunjukkan nomor ayat yang disebutkan sekaligus tafsirannya dengan gaya penyampaian yang serta susunan bahasa yang mudah difahami.
Perang di Bulan Ramadhan
Saat itu merupakan Ramadhan ketiga pasca pecahnya revolusi di Suriah. Walaupun Ramadhan tiba, hal ini tidaklah menyurutkan kebuasan tentera pemerintah untuk membombardir perkampungan penduduk. Itu pun sudah diantisipasi oleh para mujahidin sebagaimana pengalaman Ramadhan sebelumnya. Begitu pula Abu Hafsh yang masih ikut bertempur walaupun sedang berpuasa.
Tepat Ramadhan ketiga hari Jumat, Abu Hafsh yang bertugas untuk mengambil persediaan senjata dan amunisi lainnya ditemani oleh seorang sahabatnya. Ditengah-tengah medan pertempuran, roket meluncur tepat mengarah ke mobil yang dikendarai Abu Hafsh.
Sebelumnya, tiga hari sebelum masuk bulan Ramadhan, Abu Hafsh pernah sempat menuturkan keinginannya kepada beberapa teman dekatnya. Ia mengatakan “Aku ingin syahid pada Ramadhan tahun ini dalam keadaan pecah berkeping keping dan Allah telah mengampuni dosa-dosaku.”. Ini dituturkan oleh beberapa teman dekat Abu Hafsh.
Tampaknya Allah pun menjawab doa Abu Hafsh. Roket itu membuat hancur berantakan mobil beserta penumpangnya. Hari itu, hari terwujudnya keinginan Abu Hafsh. Hari yang membahagiakan dirinya. Hari yang memotivasi teman-temannya untuk mencapai kedudukan sebagaimana yang ia capai. Hari melepaskan kerinduan kepada Penciptanya.
Tubuh itupun dikumpulkan kepingan demi kepingan. Hanya decak kagum dan saut-menyaut suara takbir yang terucap dari teman-teman, keluarga, serta penduduk di kota Ihsim itu. Tatkala dikumpulkan potongan-potongan itu dalam suatu ruangan, bukanlah bau amis darah yang tercium, melainkan semerbaknya wangi kasturi yang memenuhi ruangan. Sungguh fenomena yang jarang terjadi. Banyak teman-teman yang mengambil potongan baju Abu Hafsh yang masih menyisakan wangi misik yang kentara yang mana sempat pula kami cium aromanya.
Hanya rasa kagum dan iri yang tersisa dalam diri kami. Yang membuat kami cinta dan menumbuhkan harap dan kerinduan untuk bertemu dengan sang pemilik wangi itu. Sungguh indah prjalanan hidupmu wahai Abu Hafsh. Yang selalu kau isi dengan ketaatan kepada Allah.
Abu Hafsh (Umar Lathouf) pemimpin Ahrar Syam provinsi Idlib, penghafal kitabullah, dan hadits Rasulullah, telah meninggal pada hari Jumat, Ramadhan 143H, 2 minggu sebelum kedatangan tim relawan Peduli Muslim dan Yufid TV gelombang ke-2. Dalam keadaan hancur berkeping-keping dan doanya didengar Allah Ta’ala, jenazahnya harum semerbak kasturi.
0 Response to "Abu Hafsh, Mujahid dari Bumi Syam"
Post a Comment