Pertama, di awal pemerintahannya, Presiden melakukan kunjungan ke luar negeri untuk menampilkan citra Mesir dan menarik investasi asing. Negara-negara yang dikunjungi adalah China, Rusia, Brazil, Pakistan, Afrika Selatan, dan lainnya. Beliau tidak mengunjungi Amerika, bahkan merencanakannya pun tidak. Hal ini sedikit-banyak memancing permusuhan Amerika dan Israel. Padahal sejak masa Anwar Sadat, Amerika adalah negara pendonor utama Mesir.
Kedua, saat terjadi serangan Israel terhadap jalur Gaza, bulan November 2012, Presiden Mursi langsung mendukung Gaza dengan menarik dubes Mesir di Tel Aviv dan mengirimkan perdana menteri masuk ke Gaza. Tindakan Presiden Mursi ini berakhir dengan keputusan Israel menghentikan serangan dan membuka pintu gerbang perbatasan. Dari sini, semua pihak menilai Mursi sebagai presiden yang mampu menangani krisis di Timur Tengah, yang tentunya tidak disukai oleh Amerika dan Israel.
Ketiga, Presiden Mursi bersikeras melaksanakan programnya mengembangkan Terusan Suez menjadi pusat perdagangan dunia seperti Dubai dan Singapura, dengan proyeksi income US$ 100 Milyar pertahunnya. Program ini jelas akan menempatkan Mesir sebagai negara maju secara ekonomi yang bisa mempunyai sikap politik yang independen. Ini tentu akan membahayakan kepentingan Amerika di Timur Tengah. Bahaya itu juga akan menimpa Israel yang masih berambisi menguasai dataran Sinai, sebelah timur Suez. Selain Amerika dan Israel ada negara Arab yang akan sangat dirugikan, yaitu Dubai. Dubai adalah wilayah paling miskin sumber minyak di antara 7 wilayah Emirat. Dubai hanya mengandalkan pelabuhannya. Kalau Suez dikembangkan, Dubai diperkirakan akan hancur 20 tahun mendatang.
Keempat, Presiden Mursi memprogramkan pembangunan di dataran Sinai yang merupakan 31% dari seluruh wilayah Mesir. Dana yang dianggarkan untuk tahun 2013-2014 sebesar US$ 4.4 milyar. Beliau juga membuka kota baru yang dinamakan Fairuz untuk meningkatkan kepadatan penduduk. Selain itu, ada dua universitas baru yang dibangun. Ketika dataran Sinai dikembangkan sedemikian rupa, tentu akan memberi wilayah ini kekuatan yang membahayakan Israel penjajah tetangga Sinai, Palestina.
Kelima, Presiden Mursi memprogramkan tercapainya swasembada gandum tidak lebih dari 3 tahun masa pemerintahannya. Mesir adalah negara terbesar pengimpor gandum. Gandum sendiri biasa digunakan sebagai senjata untuk menekan negara-negara pengimpor. Tercatat impor gandum Mesir setiap tahunnya mencapai 10 juta ton. Dari angka itu, Amerika mendapatkan jatah 41.5%, Australia 22.7%, Eropa 12.7% dan Kanada 3.6%. Negara-negara ini tentu tidak mau kehilangan pasar besar gandumnya.
Keenam, Presiden Mursi mulai membuat mekanisme pengembangan sistem pendidikan di Mesir, yang mengesampingkan para sistem dan konsultan Amerika. Pengembangan itu didasarkan kepada norma, akhlak, kemajuan ilmu dan teknologi, kebutuhan negara, dan pasar tenaga kerja. Diharapkan akan terwujud bangsa yang produktif dan positif. Hal ini tentu tidak bisa membuat Amerika dan Israel tenang.
Ketujuh, sikap Presiden Mursi dalam kasus Suriah. Beliau membebaskan visa warga Suriah yang mengungsi ke Mesir, memperlakukan pelajar Suriah seperti rakyat Mesir sendiri, menarik dubes Mesir di Damaskus, menutup kedutaan Suriah di Kairo, dan lainnya. Langkah-langkah berani ini telah membangkitkan kembali peran negara Arab dan Islam dalam menyelesaikan sebuah kasus dalam panggung internasional. Seakan telah mengesampingkan peran Amerika. Langkah beliau yang tak kalah mencengangkan adalah acara “Konferensi Rakyat Mesir untuk Mendukung Revolusi Suriah” yang mengundang tokoh-tokoh dari dunia Islam. Hal ini cukup membuat gerah Suriah dan sekutunya (Rusia, China, Iran dan lainnya)
Kedelapan, Presiden Mursi memikirkan kembali ide berdirinya “G8 Islam”, yaitu organisasi 8 negara besar Islam. Hal ini dimulai dengan kerja sama ekonomi dan politik yang kuat antara Mesir dan Turki. Kemudian dilanjutkan dengan kerja sama yang sama antara Mesir, Turki, Pakistan dan Malaysia. Langkah ini tentu membuat banyak pihak takut dan merasa tersaingi, takk terkecuali Saudi, Kuwait, Bahrain dan Emirat.
Kesembilan, Presiden salah ketika lebih memperhatikan pembangunan dan reformasi ekonomi, dan menomor-duakan penguatan kekuasaannya. Padahal pemimpin yang tidak menegaskan kekuasaannya tidak akan bisa mendirikan negara. Beliau tidak mereformasi 4 pilar negara, yaitu militer, kepolisian, kehakiman, dan media. Keempat pilar ini kemudian seakan mendirikan negara sendiri di luar kekuasaan Presiden Mursi. Terbukalah kesempatan yang sangat luas bagi sisa-sisa rejim Mubarak untuk membuka jalan kembalinya kelompoknya.
Kesepuluh, Presiden Mursi terlihat terlalu dini dalam menampilkan contoh pemerintahan Islami. Padahal belum ada kekuatan nasional, regional, apalagi dunia yang cukup untuk mendukungnya. Kesalahan ini cukup mencoreng proyek Islam dengan cara mempublikasikan seluas-luasnya “kegagalan-kegagalan” beliau dalam memimpin.
Kesalahan-kesalahan Presiden Mursi di atas telah menciptakan koalisi internasional yang berusaha menggagalkan pemerintahannya dan berakhir dengan penggulingannya, di saat Presiden Mursi sedang sibuk dengan hal yang kurang prioritasnya. (msa/dakwatuna/egyptwindow)
0 Response to "10 “Kesalahan” Presiden Mursi yang Berujung Kudeta "
Post a Comment