Masjid al-Aqsha merupakan salah satu tempat penting yang disinggahi oleh Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan ini. Beliau pun menyempatkan shalat di sana. Ada yang mengatakan bersama para nabi pendahulu dan beliau didapuk sebagai imam shalat. Sebagian pendapat mengatakan peristiwa tersebut terjadi di langit setelah meninggalkan Masjid al-Aqsha. Setelah itu beliau diperlihatkan banyak hal dalam perjalanan. Di antara peristiwa tersebut seperti penuturan para perawi hadits di bawah ini.
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم: عُرِضَ عَلَيَّ الأَنْبِيَاءُ بِأُمَمِهَا وَأَتْبَاعِهَا مِنْ أُمَمِهَا، فَجَعَلَ النَّبِيُّ يَمُرُّ وَمَعَهُ الثَّلاَثَةُ، وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ وَمَعَهُ الْعِصَابَةُ مِنْ أُمَّتِهِ... فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، مَنْ هَذَا؟ فَقَالَ: هَذَا أَخُوكَ مُوسَى بْنُ عِمْرَانَ وَمَنْ تَبِعَهُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، فَأَيْنَ أُمَّتِي، قِيلَ: انْظُرْ عَنْ يَمِينِكَ، ... قُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ؟ قِيلَ: هَؤُلاَءِ أُمَّتُكَ، هَلْ رَضِيتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ قَدْ رَضِيتُ، قِيلَ: انْظُرْ عَنْ يَسَارِكَ، ... فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، مَنْ هَؤُلاَءِ؟ قِيلَ: هَؤُلاَءِ أُمَّتُكَ، قُلْتُ: نَعَمْ يَا رَبِّ، رَضِيتُ، قِيلَ: فَإِنَّ مَعَ هَؤُلاَءِ سَبْعِينَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ فَأَنْشَأَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنَ أَخُو بَنِي أَسَدٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ مِنْهُمْ فَأَنْشَأَ رَجُلٌ آخَرُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ، فَقَالَ: سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنْ قَالَ: وَذَكَرَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم فَقَالَ: فِدَاكُمْ أَبِي وَأُمِّي إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَكُونُوا مِنَ السَّبْعِينَ فَكُونُوا
Artinya:
“Nabi Muhammad SAW bersabda: Diperlihatkan kepadaku para Nabi beserta umat dan pengikut mereka. Ada yang bersama tiga orang –saja-. Ada seorang nabi bersama sekelompok kaumnya yang banyak… Aku bertanya: Ya Tuhanku, siapa ini?, Dia berkata: Ini saudaramu, Musa bin Imron dan pengikutnya dari Bani Israil. Aku berkata: Ya Tuhanku, dimanakah umatku. Maka dijawab: lihat sebelah kananmu… Aku bertanya: Siapa mereka? Dijawab: Mereka adalah umatmu. Aku menjawab: Ya, Wahai Tuhanku, aku ridha. Kemudian dikatakan: Lihatlah sebelah kirimu, … Aku bertanya: Ya Tuhanku, siapakah mereka? Dijawab: Mereka adalah kamumu. Aku berkata: Ya, Wahai Tuhanku, aku ridha. Dikatakan: sesungguhnya di antara mereka terdapat tujuh puluh ribu orang yang memasuki surga tanpa hisab. Maka tiba-tiba Ukasyah bin Mihshan berdiri dan mengatakan: Wahai Rasulullah berdoalah kepada Allah supaya aku termasuk di antara mereka. Maka Rasul berdoa: Ya Allah jadikanlah ia termasuk di antara mereka. Maka berdirilah laki-laki lain dan berkata: Wahai Rasulallah berdoalah kepada Allah agar aku termasuk di antara mereka. Rasul menjawab: Ukasyah bin Mihshan telah mendahauluimu. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: Demi Allah, jika kalian mampu untuk menjadi di antara tujuh puluh ribu tersebut, lakukanlah!” (Imam Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan al-Baihaqi meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra.), sedangkan (Imam Ahmad, Ibnu Hibban, al-Hakim, Abu Ibnu Abi Syaibah, Al-Hakim, Abu Dawud ath-Thayalisy meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra.)*
Yang menarik untuk dianalisis dari hadits di atas adalah bahwa Nabi Muhammad SAW diberitahu oleh Allah, ada segolongan umat beliau yang akan memasuki surga-Nya tanpa didahului dengan hisab (penghitungan amal dan pengadilan). Yaitu sejumlah tujuh puluh ribu orang.
Yang kedua, inisiatif sahabat Ukasyah yang bergegas memesan “tiket” tersebut dengan mengajukan permohonan supaya Nabi Muhammad SAW berkenan mendoakannya.
Di dalam riwayat Imam Bukhari bahkan disebutkan ciri-ciri umat Nabi Muhammad SAW yang memenangi “tiket” langsung ke surga, yaitu (هم الذين لا يسترقون ولا يتطيرون ولا يكتوون وعلى ربهم يتوكلون) artinya: “mereka yang tidak meminta orang lain menyembuhkan penyakitnya dengan mantra-mantra sesat, mereka juga tidak meyakini ramalan-ramalan (dukun), tidak juga melakukan penyembuhan dengan api”. Tetapi mereka memiliki karakter keyakinan yang kuat dan berfondasi kokoh. Dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal dan menyerahkan urusannya. Meskipun hal tersebut tidak berarti menghentikannya mengeluarkan usaha maksimal dalam setiap perbuatan.
Sedikit atau Banyak?
Pertama, jumlah tujuh puluh ribu untuk umat nabi akhir zaman secara keseluruhan sangatlah sedikit. Jika kita bandingkan saja jumlah tokoh sahabat dengan jumlah keseluruhan umat Islam pada saat Nabi Muhammad SAW meninggal maka perbandingannya juga tidak terlalu besar. Menurut perkiraan seorang pakar hadits, Abu Zur’ah ar-Razy, jumlah sahabat Nabi Muhammad SAW secara keseluruhan, laki-laki dan perempuan diperkirakan mencapai angka empat belas ribu (14,000) orang. Di antaranya terdapat tokoh-tokoh sahabat. Ukuran pastinya yang memiliki riwayat hadits, yaitu berjumlah sembilan ribu empat ratus tujuh puluh delapan (9,478) orang, menurut Ibnu Hajar al-Asqalany dalam bukunya al-Ishâbah fî Tamyîz ash-Shahâbah atau sebesar 8,3 % dari keseluruhan sahabat. Kualitas tokoh sahabat ditentukan dari dua pokok penilaian pakar hadits. Yaitu moralitas dan ke-beragama-an (‘adâlah) dan kecerdasan (dhabth). Dua padu tersebut akan mengantarkan pada sebuah kekuatan dan kejayaan umat Islam di era awal. Dan seperti itulah terbukti kualitas sahabat Nabi Muhammad SAW yang memiliki obsesi berdakwah lintas teritorial dan tak hanya diukur dengan usia mereka. Maka jumlah tujuh puluh ribu tersebut secara konten juga senada dengan permasalahan Palestina. Bila dilakukan dengan pendekatan ideologis, dari satu milyar lebih umat Islam jika dipersentasekan 8,3 % maka seharusnya minimal ada delapan puluh tiga juta (83,000,000) orang menarik gerbong pembebasan Palestina. Dari angka tersebut sepertinya jumlah yang tidak terlalu banyak. Tapi dari kenyataan di lapangan, orang-orang yang tahu permasalahan Palestina juga tidak bisa dikatakan sangat banyak. Dari jumlah orang yang tahu, maka persentase yang peduli dan empati juga semakin kecil. Dari jumlah ini akan semakin mengecil bila dikaitkan lagi dengan langkah-langkah dan aksi nyata yang dilakukan untuk memerdekakan atau mendukung kemerdekaan Palestina sebagai sebuah negara yang berdaulat. Dan akan semakin menyusut bila dihubungkan dengan efektifitas aksi serta pengaruh yang ditimbulkan.
Belum lagi jika kita menggunakan pendekatan humanis. Maka diperkirakan saat ini jumlah penduduk dunia sudah melampaui angka tujuh milyar jiwa. Pada bulan Agustus 2011 lalu Biro Sensus Amerika, International Data Base (IDB) merilis update jumlah penduduk dunia; yaitu 6,952,939,682 (enam miliar sembilan ratus lima puluh dua juta sembilan ratus tiga puluh sembilan ribu enam ratus delapan puluh dua) jiwa. Maka, diperlukan setidaknya angka 581,000,000 (lima ratus juta delapan puluh satu ribu) jiwa. Atau kalau untuk ukuran negara dari 192 negara anggota PBB atau 194 negara versi USA maka setidaknya diperlukan enam belas negara kuat untuk mengawal sekaligus memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Dan untuk Indonesia yang berpenduduk 237,556,363 (masih menurut sumber yang sama) maka setidaknya diperlukan 19,717,178 (sembilan belas juta tujuh ratus tujuh belas ribu seratus tujuh puluh delapan), dengan pendekatan seperti di atas.
Pribadi Inisiatif dan Inspiratif
Kedua, Inisiatif Ukasyah yang segera berdiri meminta doa Rasul SAW agar termasuk satu di antara tujuh puluh ribu orang di atas merupakan inisiatif cerdas, cepat, dan tepat. Dengan sendirinya hal ini menandai kecerdasan dan kecekatan beliau sekaligus menegaskan posisi beliau di hadapan para sahabat yang lainnya. Bahkan sikapnya ini menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang serupa, meskipun dalam konteks ini (di majelis tersebut) hanya Ukasyah yang mendapatkannya. Tetapi tidak dipungkiri kecekatan respon Ukasyah membuka cakrawala berpikir orang lain. Inilah yang diperlukan saat ini untuk membebaskan (kembali) Masjid al-Aqsha dan Palestina.
Dengan atau tanpa kita, cepat atau lambat Masjid al-Aqsha dan Palestina akan terbebaskan. Maka menjadi jalan pembebasan al-Aqsha adalah pilihan. Kesungguhan, kegigihan, keuletan dan disertai dengan kepiawaian diplomasi, hubungan internasional serta sebab-sebab lainnya yang membedakan antara seorang pejuang atau pecundang. Sang pejuang tak lekang dengan tantangan atau ancaman. Semencara sang pecundang memilih hidup damai dan tenang, mencukupkan diri hanya dengan mengamankan kepentingan pribadi dan golongan tanpa kepedulian terhadap orang-orang terzhalimi dan berada di dalam jeruji kelaliman.
Menguji Keyakinan dan Kesungguhan Tawakkal
Ketiga, dalam hadits riwayat Bukhari ditegaskan karakteristik orang-orang yang meraih “tiket” langsung masuk surga adalah keutuhan dan kebulatan akidah mereka. Yaitu terletak pada pemaknaan dan implementasi “tawakkal” kepada Allah. Orang yang yakin pada janji Allah akan menjadikannya sebuah doktrin yang lekat dengan diri, kepribadian dan karakter hidupnya. Bahkan ia sanggup menyalurkan kekuatan energi tawakkal tersebut pada seluas-luas masyarakat di sekelilingnya serta generasi sesudahnya. Ia tak berpikir egois karena ia tahu hidupnya berbatas ajal dan usia, namun cita-cita dan obsesinya mampu bertahan hidup setelah jasadnya dikubur dalam tanah.
Jika menggabungkan dengan tiga catatan di atas maka akan menghasilkan kesimpulan bahwa jumlah yang sedikit tetapi memiliki inisiatif, kecerdasan dan kecekatan serta dilengkapi dengan “bulatnya” tawakkal dan keyakinan pada Allah maka pembebasan Al-Quds dan Palestina tidaklah terlalu jauh berjarak dengan kita yang mau berusaha meraih karakter-karakter di atas. Apalagi dari orang-orang yang memiliki kejernihan nurani serta anti kezhaliman. Bukankah ending kezhaliman selalu dituturkan zaman dan sejarah merekamnya dengan baik? Bahkan sebagian besar merupakan kejutan-kejutan unpredictable. Namrudz di Babilonia yang iconic dengan kezhaliman dan kesombongan, hidupnya berakhir “hanya” karena nyamuk yang dititahkan memasuki hidungnya. Fir’aun, Sang Durjana Pengaku Tuhan, lunglai tenggelam di laut merah tanpa daya. Abu Jahal, si mulut besar yang angkuh ajalnya berakhir di tangan dua orang anak kecil, Muadz dan Muawidz, ia tak tewas di tangan jagoan seperti Hamzah, misalnya. Bahkan Allah mengirim Musa kecil yang tak berdaya di tengah episentrum kekuasaan yang kejam. Di saat Firaun menyebar kezhaliman, kenebar kekejian, ia bahkan lupa memproteksi dirinya dari dalam. Allah lah yang merekayasanya demikian. Semuanya tampak rapuh di depan ke-maha-annya yang unlimited.
Bersegeralah meraih tiket langsung tersebut. Bersegeralah menjadi yang terdepan berinisiatif kebaikan. Bersegeralah menjadi inspirasi bagi orang lain. Bersegeralah karena waktu kita terbatas dan tak banyak. Bersegeralah karena Allah selalu menyeru demikian. “Dan bersegeralah kamu…” (QS. Ali Imran: 133), “Maka berlomba-lombalah…” (QS. Al-Baqarah: 148, QS. Al-Mâ`idah: 48), “Berlomba-lombalah kamu…” (QS. Al-Hadîd: 21), “Maka berlarilah…” (QS. Adz-Dzâriyât: 50) “…dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifîn: 26)
___________________________________________________
*) Hadits di atas dengan berbagai riwayatnya adalah shahih. Hanya saja riwayat yang menjelaskan secara khusus peristiwa tersebut terjadi di malam Isra’, sebagaian ahli hadits menilainya dhaif (lemah) karena figur ‘Abtsar bin al-Qasim. Tetapi Tirmidzi menegaskan di akhir periwayatannya -seperti biasa- dengan mengatakan: “Ini hadits hasan shahîh”.
Dr. Saiful Bahri, M.A | Ketua ASPAC for Palestine
http://www.sinaimesir.net/2013/05/tersedia-tujuh-puluh-ribu-tiket.html
0 Response to "Tersedia: Tujuh Puluh Ribu Tiket "
Post a Comment