JK Rowling, Exeter, & Warisan Templar

DI TAHUN 90-an, tidak ada yang mengenal JK Rowling. Saat itu, Rowling hanya seorang ibu dengan seorang anak, tanpa suami dan menulis Harry Potter di sebuah buku tulis. Ia menulis di kafe-kafe yang ada di London, dan hanya memesan segelas kopi saja. Ketika dianggap sudah terlalu lama duduk, Rowling akan diminta untuk segera angkat kaki dengan sopan oleh pemilik kafe.

Sekarang Rowling adalah salah satu wanita kaya di dunia. Siapa Rowling? Nama asli pengarang serial Harry Potter adalah Joanne Rowling, tanpa huruf “K” di tengahnya. Namun penerbitnya menyarankan agar Rowling menambahkan huruf depan dan disingkat agar terkesan sebagai laki-laki. Mereka beranggapan jika nama perempuan saat itu belum menjamin pemasaran yang baik bagi karya novel seperti Harry Potter.
Akhirnya Rowling memilih nama “Kathleen” yang ditempatkannya di tengah. Dalam cover novel ditulis “J.K. Rowling”. Namun dalam hukum di negaranya, sisipan nama “Kathleen” tetap tidak diakui.

Rowling lahir sebagai anak pertama pasangan Peter dan Ann, keduanya mantan tentara Angkatan Laut Inggris, pada 31 Juli 1965 di Chipping Sodbury, 12 mil timur laut Bristol, Inggris. Adiknya, Diana, lahir ketika Rowling berusia satu tahun 11 bulan. Sejak kecil Rowling sudah terobsesi dengan banyak bahan bacaan. Bahkan sudah mulai menuliskan cerita pendek sederhana sejak usia 5 tahun dengan karya perdananya berjudul “Rabbit”.

Dari Chipping Sodburry, keluarganya pindah ke daerah Winterbourne saat Rowling berusia empat tahun. Di tempat yang baru ini, Rowling punya tetangga bernama Potter dan mereka bersekolah di Sekolah Dasar St. Michael. Ketika Rowling baru 9 tahun, keluarganya pindah lagi ke Tutshill, South Wales. Rowling masuk Sekolah Menengah Wyedean Comprehensive. Lulus dari Wydean, Rowling ingin melanjutkan ke Oxford University namun gagal. Dia kemudian masuk  ke Universitas Exeter di Inggris mengambil jurusan bahasa Perancis selama empat tahun, termasuk mengajar bahasa Inggris di Paris selama setahun di tahun terakhir perkuliahan. Tahun 1990 Rowling lulus dan kembali ke Inggris.

Menurut beberapa artikel kisah hidupnya, ide awal dan bab-bab pertama tentang novel Harry Potter timbul begitu saja saat Rowling tengah berada di dalam kereta api dari Machester menuju London, ketika dia masih gadis di tahun 1990. Karena tidak membawa alat tulis, Rowling menyimpan ide tentang seorang anak lelaki berkacamata bundar tersebut di dalam otaknya. Kalimat-kalimat awal novel perdana Harry Potter ditulisnya di dalam flat di Manchester namun baru diselesaikan beberapa tahun kemudian, saat dia telah berpisah dengan suami pertamanya yang seorang wartawan Portugal dan membawa seorang anak perempuan yang masih sangat kecil bernama Jessica. Bersama Jessica, Rowling menjadi Single-Parent dan menumpang hidup di rumah adiknya, Diana, di Edinburg, Skotlandia.

Di Edinburg-lah Rowling menyelesaikan novel Harry Potter pertamanya. Novel itu diberi judul “Harry Poter and The Philosopher’s Stone”, diselesaikan dengan sebuah mesin ketik tua di tahun 1995. Setelah ditolak 12 penerbit, Bloomsbury akhirnya mau menerbitkannya. Namun novel ini baru meledak di Inggris tahun 1997 dan di Amerika diubah judulnya menjadi “Harry Potter and The Sorcerer’s Stone” setahun kemudian. Benarkah demikian? Bisa ya, bisa pula tidak. Mengapa demikian?

Menelisik novel perdana Harry Potter yang begitu banyak istilah sihir, simbol, binatang, dan ritual okultisme purba—seperti Black-Cat, Owl, Jubah Hitam, ‘Minerva’ McGoganall, Bolt of Lightning, Ular, Sapu Terbang, Quidditch, Mirror of Erised, Nicholas Flamel “Sang Grandmaster Illuminati”, Unicorn, Batu Bertuah—yang terjalin dengan begitu cermat dalam kisah dan intrik yang dialami Harry Potter di masa awal bersekolah di Hogwarts, sulit untuk membayangkan hal itu bisa dihasilkan dari seorang ibu rumah tangga biasa yang selama ini disematkan pada sosok JK. Rowling.

Sudah bukan rahasia umum jika sebuah novel sering berlatar belakang kehidupan penulisnya. Misal, John Grisham yang seorang lawyer dikenal sebagai penulis novel-novel ber-setting peristiwa hukum (The Firm), Mario Puzo yang sarat pengalaman dengan intrik dan konflik selama Perang Dunia II dikenal sebagai penulis kisah-kisah mafia (The Godfather), Michael Chrichton yang tenaga medis dan ahli biologi dikenal sebagai penulis novel-novel bersetting yang sama (A Case of Need, Five Patients), dan sebagainya.

Dan seorang JK. Rowling yang mampu menulis tujuh novel sangat tebal, yang sarat dengan ritual dan benda sihir, okultisme, simbol-simbol paganis seperti Celtics, Druids, bahkan Kabbalah, yang dijalin sedemikian rupa dengan apik dan mengalir, bahkan tujuh serial novelnya ini disebut oleh banyak kalangan sebagai “The Handbook of Magic” atau “The Handbook of Occult”—karena secara rinci memaparkan segala pernik tentang ritual sihir, termasuk mantera-manteranya—tentulah seseorang yang menguasai apa yang ditulisnya, minimal banyak tahu tentang hal tersebut. Darmana JK. Rowling mengasai seluk-beluk sihir tersebut? Jawabannya, sementara ini, ada dua latar belakang kehidupanya. Pertama, kota Edinburg tempat dimana dia tinggal, dan kedua, Universitas Exeter tempat dia menimba ilmu. Kedua tempat itu memang dikenal dekat dengan ilmu sihir, di mana Kabbalah—ritual Osirian Mesir Kuno—menjadi sumber utamanya. [rizky/islampos]

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "JK Rowling, Exeter, & Warisan Templar"

Post a Comment