Awal tahun ini menjadi berkah tersendiri bagi PKS. Melalui dua kemenangan fenomenal dalam ajang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara PKS berhasil membuktikan diri sebagai partai yang siap bertarung dalam pemilihan presiden dan wakil presiden pada 2014. Prediksi para pengamat politik terbukti banyak meleset setelah sebelumnya sempat meramalkan nasib partai ini akan ambruk secara mengenaskan akibat skandal gratifikasi yang diduga melibatkan Lutfi Hasan Ishaq, mantan ketua umum PKS yang kini ditahan KPK.
Kemenangan fenomenal yang berhasil ditorehkan PKS melalui kader-kadernya dalam dua ajang pemilihan gubernur dan wakil gubernur menjadi catatan awal tahun paling menarik dan mengesankan. Hal ini tidak lepas dari sengitnya persaingan yang berlangsung diantara kubu PKS dengan kubu PDIP yang dimotori Jokowi.
Aroma persaingan antara dua kubu partai yang berbeda ideologi ini sudah tercium sejak pemilihan langsung Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta. Saat itu keputusan elite PKS untuk berkoalisi dengan kubu Fauzi Bowo yang berasal dari Partai Demokrat rupanya dijadikan catatan tersendiri yang sulit dihapus begitu saja dalam ingatan kubu Jokowi yang berasal dari PDIP. Kemungkinan besar saat itu kubu Jokowi kecewa berat dengan keputusan elite PKS. Kala itu PKS berhasil meraih dukungan suara yang dihitung oleh para analis politik akan sangat menentukan kubu mana yang akan menang dalam putaran kedua pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur DKI. Walaupun kemudian suara PKS diisukan pecah dan akhirnya kubu Jokowi yang berhak tampil sebagai pemenang.
Rivalitas antara PKS dan PDIP rupanya tak berhenti di Jakarta. Persaingan terus berlanjut. Lahan pertempuran yang dipilih tetap seperti sebelumnya yaitu ajang pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Propinsi Jawa Barat kemudian menjadi tempat kedua bagi masing-masing kubu untuk melanjutkan pertarungan dan perburuan memperebutkan singgasana kekuasaan.
Elite PKS sendiri nampak begitu percaya diri menghadapi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Hal ini dapat kita ketahui dari pernyataan Hidayat Nurwahid sehari setelah pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Saat itu ia menyebut lahan pertempuran yang lebih besar dan menentukan bagi masa depan PKS akan ditentukan di Jawa Barat. Anda tahu, Jawa Barat selama ini dikenal sebagai basis massa PKS sama dengan Sumatera Utara. Dengan modal besar seperti itu jelas PKS dapat lebih percaya diri memasuki arena perebutan kekuasan.
Pertarungan babak kedua antara kubu PDIP dengan kubu PKS sejak awal sudah diperkirakan akan berlangsung dengan sengit. Terbukti sejak awal kampanye, Jokowi memback-up kampanye Rieke-Teten di Jawa Barat. Kubu PDIP yang diwakili Jokowi rupanya tak mau mengambil resiko dan membiarkan PKS melenggang dengan kemenangan. Konon, popularitas Jokowi saat itu diyakini oleh banyak pengamat politik akan sangat membantu mendongkrak perolehan suara. Peluang itu rupanya sudah terbaca elite PDIP jauh-jauh hari sebelumnya sehingga mereka tidak segan lagi menurunkan Jokowi membantu kampanye Rieke-Teten. Yang jelas, kehadiran Jokowi di Jawa Barat membuat tensi politik semakin tinggi. Kubu PKS saat itu boleh jadi sangat mengkhawatirkan terjadinya peralihan suara akibat pengaruh kehadiran Jokowi ini.
Kekhawatiran kubu PKS semakin bertambah setelah Lutfi Hasan Ishaq, presiden PKS ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus gratifikasi impor daging. Pesimisme kader-kader PKS saat itu kian menebal. Kasus Lutfi Hasan Ishaq benar-benar menjadi bulan-bulanan opini massa. Saat itu PKS seperti sudah tamat dan tak ada lagi optimisme kemenangan partai dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Barat. Namun, keputusan pengunduran diri Lutfi Hasan Ishaq segera setelah penetapannya sebagai tersangka dan naiknya Anis Matta sebagai presiden baru PKS dinilai banyak kalangan sebagai langkah tepat dan brilian untuk mengatasi kondisi partai yang sedang oleng.
Langkah cepat PKS mendaulat Anis Matta sebagai pengganti Lutfi Hasan Ishaq terbukti membuahkan hasil nyata. Perlahan kondisi internal PKS kian solid dan mereka dapat kembali memfokuskan diri melanjutkan pertarungan di Jawa barat. Usaha gigih kubu PKS ini rupanya tidak sia-sia. Mesin partai dapat bekerja maksimal mengantarkan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar meraih kemenangan meyakinkan. Kehadiran Jokowi dan prahara yang menimpa Lutfi Hasan ishaq terbukti tidak membawa dampak signifikan.
Asumsi soliditas partai dan massa pendukung PKS ini semakin tak terbantahkan setelah kader mereka yang bertarung dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara juga berhasil meraih kemenangan gemilang merontokkan para pesaing lain termasuk kubu PDIP yang kembali dibantu Jokowi. Dua kemenangan kubu PKS telah meruntuhkan mitos dan keampuhan “Jokowi Efek”. Ini berarti berlanjutnya tren kegagalan kubu Jokowi setelah sebelumnya kalah di Jawa Barat. Gaung kemenangan Jokowi dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta makin melemah dan suka tidak suka mereka harus legowo mengakui keunggulan dan prestasi PKS.
Kini kita menunggu kiprah dan sepak terjang PKS untuk melanjutkan tren positif kemenangan dalam pertarungan dan perebutan kursi kekuasaan berikutnya. Dua kemenangan yang telah mereka raih secara perlahan dan pasti akan mengangkat citra dan pamor mereka sebagai partai besar yang layak diperhitungkan. PKS boleh berharap menjadi salah satu kandidat partai masa depan yang dapat diharapkan sumbangsihnya untuk bangsa dan negara.(kompasiana)
0 Response to "Babak Baru dalam Persaingan PKS Vs PDIP"
Post a Comment