Kami mempunyai tetangga, yaitu sebuah keluarga pendatang. Orang tua mereka sudah tua. Keduanya biasa pergi ke Mekah dan tinggal di sana satu bulan atau lebih, sesudah itu pulang menemui anak-anak mereka lalu tinggal dalam waktu yang lama, kemudian kembali lagi ke Mekah, dan begitu seterusnya. Kedua suami-istri itu sebenarnya sudah berumur 60 tahun, tetapi fisik keduanya masih sehat sehingga bisa mengerjakan sendiri apa saja yang diperlukan.
Pada suatu ketika, pasangan suami-istri tersebut hendak pergi ke Mekah. Pada awalnya, kepergian mereka dicegah oleh anak mereka. Namun, pada sore hari Selasa, 8 Syawal 1400 H, akhirnya pasangan suami-istri tersebut diantar oleh sang anak menuju ke bandara. Setelah sampai di ruang tunggu bandara, mereka pun berpisah. Anak tersebut pergi ke tempat kerjanya satu jam menjelang pengumuman perjalanan dikumandangkan.
Sambil menunggu pengumuman, lelaki tua itu berbaring berbantalkan kain ihram, setelah berpesan kepada istrinya, “Nanti kalau mereka mengumumkan pesawat akan berangkat, bangunkan saya.”
“Insya Allah,” jawab istrinya singkat. Kemudian, wanita tua itu diam. Sambil menunggu, terkadang dia berbincang-bincang dengan para wanita lain sekelilingnya, kemudian dia katakan, “Says mau pergi ke toilet.” Selanjutnya, dia pergi menuju toilet samping masjid di bandara tersebut. Karena dia merasa tidak bisa menggunakan dengan baik toilet dalam bandara atau toilet yang dibuat model Eropa, sang istri pun tertahan lama di toilet tersebut. Ketika kembali dari sana, ternyata orang-orang sekelilingnya telah pergi. Sang istri pun segera membangunkan suaminya. Setengah berteriak dia katakan kepadanya, “Hai Abu Muhammad, orang-orang sudah pergi, mereka meninggalkan kita.”
Orang tua itu bangun dengan gelagapan, lalu mengambil barang-barangnya, kemudian pergi ke pintu gerbang. Ternyata petugas di sana mencegahnya untuk masuk dengan mengatakan, “pesawat telah tinggal landas, Paman, ke mana engkau tadi? Tunggulah penerbangan berikutnya tiga jam lagi.”
Orang tua tersebut tak bisa berbuat apa-apa selain menengok kepada istrinya, lalu menumpahkan segala kemarahannya kepada istrinya. Istrinya tersebut dibentaknya seraya berkata, “Kenapa kita sampai tertinggal oleh pesawat? Ke mana kamu tadi?”
Seorang petugas segera datang, lalu berkata, “Paman, marilah istirahat di sini saja dulu, insya Allah segala sesuatunya akan beres.”
Akan tetapi, lelaki tua itu malah semakin berang. Dia marah sekali, sementara sang istri berupaya meredakan amarah suaminya, tetapi tidak juga berhasil. Lelaki tua itu terus saja mengecam istrinya, “Kenapa, kenapa, dan kenapa,” dan seterusnya.
Di tengah hujan kecaman yang kian gencar itu, tiba-tiba terjadi sesuatu yang mengejutkan. Terdengar pengumuman di bandara bahwa pesawat yang baru saja berangkat mengalami gangguan pada salah satu mesinnya, kemudian gangguan itu makin parah, dan akhirnya pesawat itu terbakar. Pilot pesawat itu telah menghubungi pusat pengendalian di bandara, meminta agar diizinkan melakukan pendaratan darurat. Namun, selalu saja dijawab, “Tunggulah sebentar, landasan pacu masih sibuk.”
Namun, setelah pilot menyaksikan api makin besar, tidak ada yang bisa dia lakukan selain mendarat darurat di landasan pacu. Tiba-tiba tampaklah kobaran api dari segala penjuru pesawat. Seketika itu juga para petugas keamanan dan paramedis memburu masuk ke bandara untuk menyelamatkan para penumpang yang berjumlah lebih dari 300 orang. Akan tetapi, tidak berhasil, musibah tersebut menyebabkan terjadinya insiden luar biasa dan tewasnya semua penumpang. Mereka tidak bisa keluar dari pesawat karena terjebak kobaran api di mana-mana. Mereka hangus, bahkan sebagian besar dari mereka tak bisa dikenali lagi wajahnya. Semoga Allah merahmati yang mukmin dari mereka.. Sementara itu, lelaki tua tadi masih mengecam istrinya dengan suaranya yang keras.
Orang-orang pun segera mendengar peristiwa naas itu. Langsung mereka berhamburan datang dari segala penjuru menuju ke bandara. Mereka datang berbondong-bondong. Masing-masing ingin mengetahui dan meyakinkan keselamatan keluarganya. Mereka menyangka bahwa pesawat yang ditumpangi keluarganyalah yang mendapat musibah, hingga akhirnya para petugas bandara mengumumkan kejadian itu secara rinci.
Syandan, Lelaki tua tadi, tiba-tiba didekap oleh anaknya seraya berkata, “Ayah, alhamdulillah, kau selamat, mana ibu?”
Lelaki tua itu menarik napas panjang, lalu berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami berdua. Demi Allah, anakku, sebelumnya aku marah dan sedih sekali karena tertinggal oleh pesawat. Aku tidak pernah mengecam ibumu atas apa pun seperti yang aku lakukan terhadapnya hari ini. Akan tetapi, astaghfirullah wa atubu ilaih. Aku bersaksi demi Allah bahwa apa pun yang mesti meleset dari dirimu, ia takkan mengenai kamu dan apa pun yang ditakdirkan mengenai kamu ia takkan meleset darimu. Segala sesuatu di sisi Tuhan kita telah ada ketentuannya. Oleh karena itu, apa pun yang Dia kehendaki, pasti terjadi dan apa pun yang tidak Dia kehendaki takkan terjadi. Mahabenarlah Allah yang berfirman, “Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. ” (QS. An-Nisa: 19)
Di antara hal-hal ajaib yang patut diterangkan di sini berkenaan dengan insiden pesawat ini –yang memberi pelajaran berharga bagi setiap muslim dan keimanan yang mendalam tentang qodha dan qadar- ialah berita yang disiarkan oleh sk. Al-Madinah (Saudi), bahwa salah seorang karyawan Saudis Airlines yang bernama Sami Husnain. Dia bekerja sebagai co pilot. Pada hari itu, dia sebenarnya sedang cuti. Akan tetapi, saat itu dia pergi ke bandara beserta anaknya untuk mengantarkan beberapa surat pribadi. Ternyata salah seorang temannya yang ditunjuk menggantikan tugasnya sebagai co pilot pada penerbangan yang naas itu berhalangan karena sesuatu yang mendadak sehingga tidak bisa melakukan penerbangan. Oleh karena itu, dengan sukarela Sami menggantikannya melakukan penerbangan itu. Kemudian dia pun segera pulang ke rumah untuk mengenakan pakaian kerja dan mengembalikan anaknya. Setelah segala sesuatu telah siap, dia pun keluar dari rumahnya dan segera berangkat setelah mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya. Ternyata itu adalah ucapan selamat tinggal yang terakhir baginya. Mahabenarlah Allah Yang Mahaagung dalam firman-Nya, “Dan, siapa pun tidaklah mengetahui apa yang akan dia lakukan besok, dan siapa pun tidaklah mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesunguhnya Allah Mahatahu lagi Mahawaspada.” (QS. Luqman: 34)
Sumber: Buku “Obat Penawar Hati Yang Sedih”, Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah al-Utsaim, Penerbit Darussunnah.
0 Response to "Selamat Dari Pesawat Yang Terbakar"
Post a Comment