Seringkali kita melihat, seorang Ibu ketika menyuapi anaknya makanan yang masih panas, dia meniup makanannya lalu disuapkan ke anaknya. Bukan cuma itu, bahkan orang dewasa pun ketika minum teh atau kopi panas, sering kita lihat, dia meniup minuman panas itu lalu meminumnya. Benarkan cara demikian?
Cara demikian tidaklah dibenarkan dalam Islam, kita dilarang meniup makanan atau minuman.
Sebagaimana dalam Hadits Ibnu Abbas menuturkan "Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya". (HR. At Turmudzii).
Awalnya saya tidak mengetahui hikmahnya, bagi saya pribadi, ketika datang hadits pada saya mengenai suatu hal, maka semampunya coba saya lakukan, walaupun saya belum tahu hikmahnya, dan sebenarnya memang tidak harus tahu.
Begitu juga ketika saya pertama kali mendengar hadits ini, saya hanya berusaha mengamalkan saja, bahwa kita dilarang meniup makanan atau minuman,itu juga yang saya lakukan kepada anak saya.
Dan alhamdulillah ketika tadi coba browse ke internet, ternyata dari salah satu milis kimia di Indonesia, ada yang menjelaskan secara teori bahwa: apabila kita hembus napas pada minuman, kita akan mengeluarkan CO2 yaitu carbon dioxide, yang apabila bercampur dengan air H20, akan menjadi H2CO3, yaitu sama dengan cuka, menyebabkan minuman itu menjadi acidic. dan saya ingat juga bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kita ketika minum seteguk demi seteguk, jangan langsung satu gelas sambil bernapas di dalam gelas, hal ini juga dilarang, ternyata saya baru tahu sekarang hikmahnya, bahwa ketika kita minum langsung banyak, maka ada kemungkinan kita akan bernapas di dalam gelas, yang akan menyebabkan reaksi kimia seperti di atas.
alasan kedua adalah pada saat manusia mengeluarkan udara hasil pernafasan serta mengeluarkan udara saat meniup, maka tidak hanya mengeluarkan gas hasil pernafasan saja. Mulut juga akan mengeluarkan uap air dan berbagai partikel yang ada dari dalam rongga mulut. Paling mudah dideteksi adalah nafas atau bau mulut juga sering tercium. Bau mulut ini mengindikasikan ada partikel yang juga dikeluarkan dari mulut. Partikel ini dapat berasal dari sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi, selain itu dapat juga berupa mikroorganisme yang hidup di rongga mulut. Mikroorganisme ini kadang bersifat merugikan dan bersifat sebagai pathogen. Hal inilah yang harus dihindari supaya jangan terbawa sehingga karena berupa partikel padatan akan dapat menempel dan mengkontaminasi pada makanan yang ditiup.
Ulasan yang saya sampaikan, mungkin bukan hikmah keseluruhan, karena Ilmu Allah tentu lebih luas dari ilmu manusia, bisa jadi itu adalah salah satu hikmah dari puluhan hikmah lainnya yang belum terungkap oleh manusia.
Kewajiban kita hanyalah mendengar dan menta'ati-Nya Perkara hikmah apa yang ada dalam larangan itu, urusan belakangan. Yang penting kita sudah mencoba mentaati-Nya.
Cuka itu rumusnya CH3COOH, sdg yg tersaji adalah rumus kimia soda kue. Yang mungkin tepat adalah seperti ini, CO2 di keluarkan dari tubuh sebagai hasil reaksi kimia tubuh di dlm sistem pernapasan kita yg tidak berguna (krn tdk berguna makanya di keluarkan dari tubuh - seperti pipus dls.) Nah apabila kita meniup makanan atau minuman kita, maka sama saja kita mengembalikan CO2 tersebut kembali ke dalam tubuh (pdhal harusnya di keluarkan), akibatnya lambung kita akan dipenuhi gas, yg dimana gas tersebut akan kita keluarkan secara otomatis melalui mulut (bersendawa) atau lewat bawah (kentut) .... itu saja mksd sy meluruskan artikel ini, kl bener y itu krn Allah SWT, kl salah y itu krn sy tempatnya salah & alpa.
ReplyDeleteapapun yang menjadi pertimbangan dalam hadits tersebut, merupakan suatu yang perlu menjadi erhatian bagi umat manusia, khususnya bagi qt yang beragama islam.
DeleteAllah menurunkan Nabi Muhammad SAW sebagai berkah bagi kita semua umat.
saya yakin semua yang dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad SAW merupakan suatu kebaikan untuk kehidupan kita yang insyaallah mendapatkan ridlo dari Allah SWT
perkata fiqih, memang tidak harus mengerti dulu, kenapa harus begini tidak boleh begitu. bahkan kita diperbolehkan taklid kepada ulama. berbeda dengan perkara akidah, kita harus faham dulu benar salahnya hingga mencapai derajat ilmal yakin wa ainal yakin.
ReplyDeletehttp://medialogika.org/mistisisme/apakah-yang-lebih-berharga-dari-pengetahuan-ainal-yaqin
Diri kita sepenuhnya milik Allah, jd kita gak boleh menyakiti diri kita maupun diri makhluk apapun.
ReplyDeleteTengs atas infonya gan..