Oleh: Eko Novianto (Penulis buku Dakwah dan Manajemen Isu)
Da’i yang penjual ikan yang sangat terobsesi dengan ikan mungkin akan sangat menggelikan. Semuanya serba ikan. Anak sakit, obatnya ikan. Mata saudaranya kurang awas, disebutnya kurang ikan. Istri temannya kegendutan, dia bilang itu karena kurang ikan anu dan anu. Bisnis saudaranya sedang sepi, dibilangnya seharusnya bisnis ikan.
Semua hal saudaranya berhubungan dengan ikan. Dari ujung rambut sampai ujung kaki saudaranya berkaitan dengan ikan. Rambut rontok, kurang ikan. Lidah pecah-pecah, kurang ikan. Leher kering, kurang ikan. Dada sesak, kurang ikan. Jantung berdebar kencang, kurang ikan. Perut buncit, kurang ikan. Kulit keriput dan kering, kurang ikan. Kemampuan sex menurun, kurang ikan. Kurang rapet, kurang lama, kurang besar, kurang panjang, dan sebagainya disebutnya karena kurang ikan. Kaki mudah pegal, kurang ikan. Kuku pecah dan kusam, kurang ikan. Kulit kaki pecah-pecah, juga disebutnya karena kurang mengkonsumsi ikan.
Ikan itu Cuma contoh. Ikan itu setara dengan kurma, kismis, kopi, teh, segala macam suplemen, segala macam jamu, obat, rumah, mobil, jilbab, kerudung, baju, celana, sandal, parfum, gelar akademik, kacamata, sepatu, dan semuanya. Ikan itu Cuma contoh. Ikan juga setara dengan ilmu, politik, kesehatan, ekonomi, budaya, militer, kekuasaan, social, filantropi, infaq, shadaqoh, dan lain sebagainya. Ikan hanya contoh.
Maka ketidakberuntungan saudaranya tak semuanya dan tak selalu berhubungan dengan ilmu. Tak semua hal saudaranya berhubungan dengan politik. Ekonomi memang penting, tapi tak semua hal saudaranya behubungan dengan ekonomi. Demikian pula halnya tentang budaya, militer, kekuasaan, social, filantropi, infaq, shadaqoh, dan lain sebagainya.
Da’i itu pengajak kepada kebaikan. Kebaikan itu bisa berupa ilmu, politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya, militer, kekuasaan, social, filantropi, infaq, shadaqoh, dan lain sebagainya. Tapi da’i bukan penjual ilmu, politik, bukan semata-mata penggagas pendidikan, bukan semata-mata aktivis kesehatan, bukan semata-mata pelaku ekonomi, penggiat budaya, pengamat militer, pencari kekuasaan, penyukan aktivitas social, dan bukan semata-mata penggiat infaq dan shadaqoh. Dai adalah pengajak manusia pada kebaikan.
Apresiasi rasul itu beragam. Ada apresiasi untuk pengajar Al-Qur’an, ada pada pemuda, ada pada orang tua, ada pada perempuan, ada pada si kaya, ada pada si miskin yang sabar, ada pada mujahid, ada pada penguasa, ada pada saudagar, ada pada penuntut ilmu, ada pada keteguhan, pada kesabaran, pada keseriusan dan ada pada banyak hal.
Da’i itu mengajak pada kebaikan tetapi ia bukan penjaja salah satu symbol kebaikan.
0 Response to "DAI ITU BUKAN BAKUL"
Post a Comment