Justru, jika imbauan yang dianjurkan agama tersebut jika dianggap sebagai perilaku SARA, justru hal itu sangat mencederai.
"Jika ada pihak yang menyampaikan ajaran agamanya sesuai dengan firman Tuhan-nya seperti yang tertulis dalam kitab sucinya dianggap melakukan tindakan SARA, saya rasa itu sangat menyakitkan," tegas Wakil Sekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq, di Jakarta, Rabu (5/9/2012).
Mahfudz menjelaskan, dalam perspektif Islam memang dianjurkan untuk memilih pemimpin yang seiman. Dengan begitu, tidak tepat jika dikatakan imbauan itu sebagai SARA. Bahkan, statemen itu dinilai bisa merusak kehidupan beragama.
"Dalam hal ini Islam yang mengajarkan umatnya untuk memilih pemimpin dengan kriteria seorang mukmin dan bukan sekedar Islam yang dianggap SARA, maka hal ini tentunya merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap umat Islam pada khususnya dan umat beragama pada umumnya. Ini juga berpotensi memecah kerukunan umat yang saat ini sudah terjalin baik," pintanya.
Jika di DKI imbauan memilih yang seiman dianggap SARA, Mahfudz mempertanyakan daerah lain juga. Menurutnya, beberapa daerah yang identik dengan agama tertentu juga pasti memilih pemimpin yang seiman.
"Kenapa kalau untuk Sulut, Papua, Aceh dan Bali itu bukan SARA, tapi untuk Jakarta itu dibilang sara? Apakah masyarakat Sulut, Papua, Aceh dan Bali yang mayoritas penduduknya memilih pemimpin yang seiman mereka SARA dan rasis? Apakah mereka tidak merasa terhina dengan pernyataan ini? Ini yang saya maksudkan pernyataannya itu bisa memecah belah kerukunan," terangnya.
Menurutnya, hal yang wajar jika ada imbauan untuk memilih pemimpin seiman seperti di daerah-daerah lain. Sebab, dirasa akan bisa lebih mengayomi masyarakatnya.
"Makanya tidak salah orang Bali memilih gubernur beragama Hindu dan begitu juga daerah-daerah lainnya. Dia tentunya akan lebih bisa mengayomi masyarakatnya yang mayoritas dan tetap bisa melindungi masyarakatnya yang minoritas. Disinilah indahnya demokrasi," jelasnya.
Mahfudz menilai, jangan sampai persoalan agama dikesampingkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kita harus waspada pada upaya-upaya menggiring opini bahwa politik tidak boleh membawa-bawa pandangan agama, nantinya kita jadi negara sekuler. Ini berbahaya karena konstitusi kita menegaskan nilai-nilai ke-Tuhan-an adalah nilai dasar bangsa Indonesia," pungkas Mahfudz.
bukan masalah agama atau politik...
ReplyDeletemasalahnya ada pada oknum..
islam atau pun kafir sama saja..
kalau sudah duduk dikursi jabatan sama busuknya
intinya adalah uang, jangan pandang orang itu kyai, ustad, khafid, pendeta orang alim pintar dll, kalau sudah merasakan nikmatnya materi kapitalis kelompoknya sama saja karena uang untuk menggaji mereka campuran halal dan haram, dan semua orang juga tahu bahwa haramnya lebih banyak..... ingat ... korupsi Al-quran?.... siapakah pelakunya.... korupsi haji......
tepat skali bang... ini baru betul.. jgn mau dihasut ama PDI (Megaloman), Gerindra (Kesatria Pingitan).. mereka itu ingin membentuk negara Sekuler.. tdk pernah peduli ama agama mereka ngaku islam tapi kelakuan fasik... hati - hati juga ama NasDem (besutan "master ambisius" - Surya Paloh, MA ) Polanya persis sama dgn yg diatas ikut mengusung calon dari kalangan Non Muslim (Bos RCTI)... Rapatkan barisan saudara-saudara ku.. kalau kali ini kita gagal apa jadinya dengan akhlak anak-anak kita ke depan ???? Saya bukan Org Jakarta saya tinggal di Makassar tapi sangat sedih melihat hasil Pilkada putaran pertama... tadinya sich saya tdk peduli siapa yang terpilih... tapi setelah mendengar dari Ahok sendiri klo dia itu non muslin melalui televisi, nurani keislaman saya berontak Koq mau di pimpin ama non muslim..! di daerah mayoritas muslim...!
ReplyDelete