Buat Apa Dirukyat, Jika Hasilnya Tak Akan Diakui…!



Untuk penentuan awal dan akhir Ramadhan ada dua metode yang bisa digunakan, yaitu RUKYATUL HILAL (melihat hilal, bulan tsabit yang muncul pada awal bulan sebagai pertanda awal masuknya bulan hijriah) dan metode HISAB (penetapan berdasarkan perhitungan ilmu astronomi).

Sudah menjadi rutinitas setiap tahunnya, pemerintah melalui departemen agama melakukan rukyatul hilal untuk menentukan tanggal 1 Ramadhan atau 1 Syawal.
Pemerintah menempatkan petugasnya di 90 titik untuk mengamati hilal, pertanda datangnya bulan baru. Mulai dari Sabang hingga Merauke, ratusan orang terlibat dalam kegiatan ini.
Tidak hanya dari unsur pemerintah, dari kalangan ulama dan masyarakat pun berpartisipasi dengan satu tujuan yaitu melihat hilal (rukyatul hilal).



Di sisi lain, pemerintah juga menetapkan “standar pengamatan” yang dikenal dengan Metode Imkanur Rukyat 2 derajat, dimana penampakan hilal akan diakui jika secara hisab berada diatas 2 derajat.
Imkanur Rukyat ini merupakan kombinasi antara rukyatul hilal (pengamatan bulan tsabit) dengan hisab (ilmu astronomi).

Dengan adanya ketentuan ini, jika ketinggian hilal berdasarkan hisab dibawah 2 derajat maka hasil rukyat tidak akan diakui atau DITOLAK.
Hal ini sering terjadi selama ini, misalnya tahun lalu saat penentuan 1 Syawal 1432H. Kala itu di Cakung 3 orang saksi melihat hilal dan bersaksi serta bersumpah didepan KH Maulana Kamal Yusuf, salah satu ulama besar di Jakarta yang juga menjabat Rois Suriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta.
Namun karena berdasarkan hisab ketinggian hilal dibawah 2 derajat, maka pengamatan dan pengakuan tersebut ditolak oleh pemerintah.

Perlu diketahui, pada awal Ramadhan tahun ini (1433H), seluruh Ahli Hisab dari semua unsur atau kelompok menyatakan bahwa menurut hisab ketinggian hilal nantinya dibawah 2 derajat.
Dengan demikian jika ada yang mengaku melihat hilal pertanda awal Ramadhan, maka pengakuannya tidak akan diakui alias ditolak

Nah, jika hasilnya bakal ditolak, lalu buat apa lagi dirukyat…?????

Bukankah itu hanya pemborosan anggaran?

Lalu buat apa sidang itsbat tanggal 19 juli 2012?

Sebagai renungan mari kita lihat beberapa hadits berikut:

1. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, katanya: “Orang-orang ramai ingin melihat hilal, lalu aku mengatakan kepada Rasulullah bahwa aku telah melihatnya, Rasulullah pun berpuasa dan menyuruh orang-orang berpuasa.” (HR. Abu Daud dan Ad-Daruquthni)

2. “Datanglah seorang Baduwi menghadap Rasulullah, kemudian ia berkata: “Sungguh saya telah melihat bulan!” Kemudian beliau bersabda “Adakah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, jawabnya “Ya”,  Beliau bersabda: “Adakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah pesuruh Allah?, jawabnya “Ya”. Beliau bersabda: “Hai Bilal, undanglah kepada orang banyak, supaya esok hari mereka berpuasa”. (HR.Ibnu Hibban, Daruquthni, Baihaqi, Hakim dari Ibnu Abbas r.a.)

Jika kita berpedoman kepada hadits Rasulullah diatas, terlihat jelas bahwa untuk penentuan ru’yah hilal Ramadhan cukup dengan persaksian satu orang yang adil.

Tidak pernah Rasulullah mengatakan karena menurut hisab ketinggian hilal belum 2 derajat, maka kesaksianmu ditolak.
Rasululullah tidak mengenal yang namanya Imkanur Rukyat.

Selamat menjalankan Ibadah Puasa 1433H

Subscribe to receive free email updates:

5 Responses to "Buat Apa Dirukyat, Jika Hasilnya Tak Akan Diakui…!"

  1. Artinya: “Puasa (Ramadhan) adalah di saat kalian semuanya berpuasa, dan (hari ‘Ied) fitri  (berbuka dan tidak berpusa) adalah di saat kalian semua ber’iedul fitri, dan hari berkurban (‘Ied al-Adha) adalah di saat kalian semua berkurban.” (HR. Abu Dawud No. 2324, al-Tirmidzy No. 697 & Ibn Majah No. 1660. Dan hadits ini disahihkan oleh syekh al-Albaniy dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud 2/50 & Shahih Sunan al-Tirmidzy 1/375).

    Imam al-Tirmidzy berkata: “Makna (hadits) ini adalah bahwasanya (pelaksanaan) puasa dan idul fitri dilakukan bersama jamaah dan mayoritas manusia (kaum muslimin). (Sunan al-Tirmidzy, No. 697).

    Imam al-Khattabiy berkata: “Makna hadits adalah bahwasanya kesalahan dalam masalah ijtihad adalah perkara yang ditolerir dari ummat ini, jika sekiranya satu kaum berijtihad lantas menggenapkan puasa mereka sebanyak (30 hari) lantaran mereka tidak melihat hilal kecuali setelah tanggal 30 (Ramadhan),  kemudian terbukti bahwa (Ramadhan) hanya berjumlah 29 hari. Maka puasa dan ‘Ied Fitri mereka tetap sah, dan tidak ada dosa dan celaan buat mereka. Begitu juga dalam ibadah haji jika sekiranya mereka salah dalam (menetapkan) hari Arafah maka mereka tidak perlu mengulangi haji mereka, dan begitu juga dengan kurban mereka hukumnya tetap sah, dan sesungguhnya ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang dan kelembutan Allah terhadap hamba-Nya.” (Dinukil oleh Ibn al-Atsir dari al-Khattabiy dalam kitab Jami’ al-Ushul 6/378).

    “Hukm al-Haakim Yarfa’ al-Khilaf” yang bermakna Keputusan yang ditetapkan oleh hakim/pemerintah menyudahi perbedaan yang didasarkan oleh perbedaan ijtihad.

    ReplyDelete
  2. KALO GITU BIAR SAYA LIHAT BULAN AJA SENDIRI GAK PERLU ORANG LAIN/MAJLIS YAH.....
    #DULU ITU KAN MASIH ADA NABI, SEKARANG YAH NGIKUTIN ULAMA DAN ULIL AMRI.

    KADANG SAYA MIRIS.... YANG GAK PUASA, NON MUSLIM AJA BISA MENGHARGAI KETIKA UMAT LAIN SEDANG BERPUASA.
    TAPI SAUDARA SAYA SENDIRI SESAMA AKIDAH JUSTRU SUDAH BERTAKBIR MERAYAKAN, PESTA MAKANAN DAN PAKAIAN BARU. PADAHAL TETANGGA SEBELAH MASIH MENJALANKAN PUASA,,,,

    HADEUH.... SAYA PRIBADI MONGGO SILAHKAN BERBEDA.

    ReplyDelete
  3. Saya fikir, kalau memang hilal itu bisa terlihat jika sudurnya sudah diatas 2 derajat, kalau masih antara 0 sanpai 2 derajat tidak perlu diadakan rukyat, tetapkan saja Puasanya mulainya lusanya(berdasarkan hisap yang diatas 2 derajat. Namun jika sudah lebih dari 2 derajat baru diadakan rukyat, jadi bisa mengurangi pemborosan anggaran negara.

    ReplyDelete
  4. Assalaamu 'alaikum .....
    maaf numpang lewat ya.....
    kalo menurut saya,orang awam yang bodoh ini...
    penentuan tanngal hijriyah harus,sesuai hisab....,
    karena perhitungan secara hisab sangat akurat,contoh nya gerhana bulan beberapa tahun kedepan aja udah ketahuan.
    nah giliran penentuan mulai ramadhan/1syawal itu baru cerita lain,.....
    karena emang ada hadist yg berbunyi "summu li ru'yatihii".
    jadi mungkin saja si A yang pake ilmu hisab mulai shaum tanggal 1 ramadhan,sementara si B yang ber pegang harus melihat hilal,baru mulai shaum pada tanggal 2 ramadhan.....tapi lebaran nya HARUS BARENG...!!!
    inti nya saya kepingin tanggal hijriyah nya SAMA,
    terserah yang shaum 29 hari atau 30 hari...
    agar penaggalan hijriyah bisa dipake buat bisnis juga,bukan masalah ibadah mulu.....
    wassalaamu 'alaikum wr.wb.....

    ReplyDelete
  5. yang saya tahu dari media. pemerintah lewat menteri agama menyatakan bahwa : "bulan sya'ban habis pada hari kamis tanggal 19 bulan juli 2012, pukul 11.25 dan itu berarti tanggal 1 romadhon sudah masuk pada hari kamis tanggal 19 bulan juli 2012 pukul 11.26 maka pada malam harinya sudah bisa sholat taraweh dan tanggal 20 juli 2012 sudah masuk awal puasa.... trus kemudian pemerintah menyatakan bahwa bahwa karena hilal belum terlihat maka ditetapkan awal (tanngal 1 romadhon)romadhon jatuh pada hari sabtu tanggal 21 juli 2012.... pertanyaanya.... kalo memang demikian... trus hari jmu'at tanggal 20 bulan juli 2012 ikut bualn yang mana?? sya'ban atau romadhan.... atau hari jum'at tidak punya bulan??? seharusnya bagaimana???

    ReplyDelete