Ada dua saudagar… salah satunya berasal dari Kuwait dan satunya lagi berasal dari Saudi Arabia. Mereka adalah dua sahabat karib yang dipersatukan oleh satu agama : Islam. Diantara mereka sama-sama saling mencintai, sehingga mereka menjadi dua saudara yang masing-masing mencintai yang lainnya seperti mencintai diri sendiri. Mereka bersepakat untuk melakukan afiliasi dalam usaha bisnis yang bisa
mempererat tali persaudaraan ini dan mengokohkan bangunannya. Allah telah membimbing mereka dalam bisnis yang legal, dan keduanya menjadi teladan yang baik bagi Ukhuwah Islamiyah yang tulus dan sejati. Bisnis mereka pun maju pesat dan menjadi besar. Banyak sekali proyek yang mereka garap, dan atas karunia Allah Ta’ala proyek-proyek itu meraup keuntungan yang sangat banyak.
Pada suatu
hari, keduanya duduk berbincang-bincang mengenai berbagai hal diantara
mereka. Saudagar yang berkebangsaan Kuwait berkata kepada rekannya,
“Kenapa kita tidak mengasuransikan bisnis kita ini?”
Rekannya itupun menimpali ucapannya,
“Buat apa kita mengasuransikan bisnis kita?”
Dia berkata “Kebanyakan komoditi kita
datang melalui jalur laut dan tentu rentan terhadap insiden. Seandainya
saja terjadi –semoga saja tidak- sesuatu yang tidak diinginkan terhadap
komoditi kita, maka kita tidak akan mengalami kerugian apa pun, dan
perusahaan asuransi akan mengganti semua biayanya. Lalu apa pendapatmu?”
Rekannya berkata kepadanya, “Tidak
tahukah kamu bahwa kita sudah mengasuransikan seluruh komoditi kita??”
Dia bertanya, “Kepada siapa?”
“Kepada Allah Ta’ala”. Jawab rekannya.
Dia berkata, “Sebaik-baik Dzat yang
dipasrahi. Akan tetapi sikap kehati-hatian itu harus”.
Rekannya kembali berkata, “Bukankah kita
sudah mengeluarkan zakat bisnis kita?”
Dia menjawab, “Benar.”
“Kalau begitu, janganlah kamu takut pada
apa pun. Ini merupakan asuransi terhadap komoditi kita yang paling
aman. Bertawakallah kepada Allah dan jangan panik”. Ujar rekannya
kepadanya.
Dia pun berucap, “Aku beriman kepada
Allah dan bertawakkal kepadaNya.”
Hari-hari berlalu sedang bisnis mereka
semakin maju dan berkembang. Suatu hari, salah satu kapal kargo
mengangkut banyak sekali barang komoditas. Di antaranya barang dagangan
kedua saudagar ini. Sebelum sampai ke pelabuhan, kapal itu mengalami
kecelakaan dan akibatnya kapal pun karam. Seseorang memberi tahu dua
saudagar itu, dan seketika mereka pun tergopoh-gopoh menuju pelabuhan.
Di sana, keduanya berdiri mengamati aktifitas penyelamatan. Seorang dari
mereka tetap tenang dan tak gundah hatinya, sedang yang lainnya
terlihat sedikit panik dan gusar. Rekannya berkata kepadanya, “Kamu
jangan panik, sesungguhnya Allah bersama kita.”
Setelah tuntas semua prosesi
penyelamatan. Apa yang terjadi? Sungguh amat mencengangkan. Hampir
seluruh barang komoditi tenggelam dan rusak. Kecuali barang dagangan
kedua rekan bisnis ini. Barang dagangan mereka bisa dikeluarkan dari
kapal dalam kondisi baik, tak tersentuh apa pun. Rekannya berujar
kepadanya, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa barang dagangan kita
dijamin Dzat yang tak akan menyia-nyiakan semua titipan dan amanat.
Dia berkata, “Kamu benar, wahai
sobatku”.
“Demi Allah, kepercayaanku pada Allah
tidak pernah pudar, dan aku pun tidak pernah merasa cemas dan panik. Aku
percaya sepenuhnya bahwa Allah Ta’ala akan menyelamatkan barang
dagangan kita. Hal itu karena kita rajin mengeluarkan zakat dengan penuh
kerelaan dan keimanan, dan ini merupakan jaminan terbesar dan asuransi
paling kuat.” Ujar rekannya kepadanya.
Dia pun berkata, “Dan aku juga demikian,
meski aku merasa sedikit cemas”.
Akan tetapi, bagaimana hal itu bisa
terjadi? Dan bagaimana seluruh komoditi tenggelam kecuali komoditi kedua
saudagar ini?
Kejadiannya adalah pada waktu semua
barang komoditi diangkut ke atas kapal, maka barang dagangan kedua
saudagar ini dikelilingi karung-karung berisi tepung dalam jumlah yang
besar. Ketika kapal tenggelam dan air mulai masuk ke dalamnya, maka air
itu pun merusak seluruh komoditi yang ada selain komoditi kedua saudagar
ini. Air tersebut tidak sampai kepadanya karena terhambat dan terhalang
oleh karung-karung yang berisi tepung tadi. Saat air sampai kepada
karung-karung yang berisi tepung itu, maka tepung itu sedikit larut lalu
melahap air itu dan dia pun menjadi keras. Tepung itu menjadi seperti
tembok yang membentengi komoditi tersebut sehingga -atas izin Allah- air
pun tidak sampai menjangkaunya.
Kedua saudagar ini adalah dua insan yang
beriman kepada Allah dengan tulus. Kepercayaannya kepada Allah sangat
kuat. Keduanya senantiasa menunaikan hak Allah atas diri mereka dengan
mengeluarkan zakat. Hal itu merupakan asuransi yang paling utama dan
paling kuat. Maka, Allah pun melindungi harta mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’Ala
berfirman yang artinya, “Dan tetapkanlah untuk kami di dunia ini dan
di akhirat; Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah
berfirman, ‘Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf :
156).
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda, yang artinya, : “Bentengilah harta kalian
dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan
sedekah, dan hadapilah cobaan dengan do’a.” (HR. ath-Thabrani).
Pustaka
Serial Kisah Teladan kumpulan
Kisah-Kisah Nyata, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Qahthani.
Cet. Darulhaq
0 Response to "Asuransi Ilahi (Kisah Nyata)"
Post a Comment