Kita pasti
sudah mengerti sejarah terciptanya Idul Adha. Dari kejadian ini ada beberapa
hal yang bisa kita jadikan teladan dari kisah Nabi Ibrahim.
Ada cerita
singkat tentang Nabi Ibrahim seberti ada di bawah ini :
Pada suatu
hari Nabi Ibrahim mendapat cobaan dari Allah SWT, beliau bermimpi mendapat
perintah dari Allah SWT untuk menyembelih Ismail yang merupakan putra dari Nabi
Ibrahim yang sudah lama dinantikan kehadirannya oleh beliau. Mimpi tersebut
lantas membuat beliau merasa risau dan ragu. Namun keraguan tersebut diayakini
oleh-Nya bahwa mimpi tersebut merupakan perintah dari Allah SWt.
Dan kemudian
Nabi Ibrahim pergi menemui putranya dan menceritakan tentang mimpi tersebut. Meskipun
Nabi Ibrahim merasa ragu untuk mengatakan yang sebenarnya namun Ismal menjawab ““Wahai
ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Betapa terharunya beliau
mendengar jawaban dari anaknya yang shaleh sehingga makin menambah rasa
sayangnya sekaligus menambah kesedihannya karena teringat bahwa beliau akan
kehilangan anak yang dikasihinya.
Dan pada akhirnya
mereka mengikuti perintah dari Allah , sebuah parang tajam pun disiapkan oleh
Nabi Ibrahim yang akan digunkan untuk menyembelih Ismail. Dengan hati yang
iklas Nabi Ibrahim mengayunkan parang ke leher Ismail dan memulai
menyembelihnya. Namun parang tersebut menjadi tumpul dan tidak melukai leher
Ismail sama sekali. Nabi Ibrahim pun terus mencobanya namun tetap saja tidak
dapat melukai leher Ismail. Hingga pada akhirnya Allah SWT menggantikannya
dengan seekor hewan sejenis kambing atau domba.
Keteguhan
Ibrahim ‘alaihissallam Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada
Ayahnya
Unsur terpenting dalam proses
penyucian jiwa ialah dengan menegakkan tauhidullah, menjadikannya sebagai pilar
utama sehingga mempengaruhi unsur-unsur lain dalam jiwa. Apabila tauhid
seseorang baik, maka baik pula unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila
tauhid seseorang buruk, hal itupun akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak
langkah kehidupannya. Dan kita berharap semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala selalu
memberikan taufik dan petunjuk-Nya.
Dalam mempelajari perjalanan hidup
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam, kita akan mendapatkan diri beliau
sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat terlihat dalam
beberapa moment, di antaranya:
1. Dakwah Tuhid Kepada Ayah Beliau
‘Alaihissallan Dengan Sabar Dan Penuh Santun.
Al-Hafihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata,
“Penduduk negeri Harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala.
Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrahim ‘alaihissallam,
isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth ‘alaihissallam.
Ibrahim ‘alaihissallam terpilih menjadi hamba Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang menghapus kesyirikan tersebut dan menghilangkan
kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat
menjadi Rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya
sebagai kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala pada masa
berikutnya.
Awal dakwah tauhid yang beliau ‘alaihissallam tegakkan,
ialah diarahkan kepada ayahnya, karena ia seorang penyembah berhala dan yang
paling berhak untuk diberi nasihat (Al-Bidayah wan-Nihayah, juz 1, hal: 326).
Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata,”Ibrahim ‘alaihissallam adalah
sebaik-baik para nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, … yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan
kenabian pada anak keturunnya. Dan kepada mereka diturunkan kitab-kitab suci.
Dia telah mengajak manusia menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala,
bersabar terhadap siksa yang ia dapatkan (dalam perjalanan dakwahnya), ia
mengajak orang-orang yang dekat (dengannya) dan orang-orang yang jauh, ia
bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap ayahnya bagaimanapun caranya…”
(Tafsir as-Sa`di, hal: 443.)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ
تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
“Ingatlah ketika ia berkata kepada
ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar,
tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?”. (QS. Maryam:42).
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mendakwahkan
tauhid kepada ayahnya dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk
menjelaskan kebatilan dalam perbuatan syirik yang dilakukannya?! (Tafsir
as-Sa`di, hal: 444). Penolakan ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan
semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan
ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Disebutkan dalam firman-Nya,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ
إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا
تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ
لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim
(kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah
diikrarkan kepada ayahnya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya
adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Ibrahim berlepas
diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya
lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114).
Dalam usaha yang lain, Ibrahim
berdialog dengan ayahnya:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ
آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ
مُبِينٍ
“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim
berkata kepada ayahnya, Azar. ‘Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam
kekeliruan yang nyata’.” (QS. Al-An’am: 74).
Syaikh as-Sa’di berkata,”Dan
ingatlah (terhadap) kisah Ibrahim ‘alaihissallam manakala
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji dan memuliakannya saat ia
berdakwah mengajak kepada tauhid dan melarang dari berbuat syirik.” (Tafsir
as-Sa`di, hal: 224).
Demikian, perjuangan dakwah tauhid
yang disampaikan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam kepada kaumnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai bagian dari
ayat-ayat Alquran yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ
اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ۖ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia
berkata kepada kaumnya: ‘Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikian
itu lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui’.” (QS. Al-Ankabut: 16).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata
dalam menafsirkan ayat ini: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkabarkan
tentang hamba-Nya, Rasul dan kekasih-Nya, yaitu Ibrahim ‘alaihissallam sang
imam para hunafa`, bahwa ia ‘alaihissallam berdakwah mengajak
kaumnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’alasemata dan
tidak ada sekutu bagi-Nya, mengikhlaskan-Nya dalam ketakwaan, memohon rezeki
hanya kepada-Nya, dan mengesakan-Nya dalam bersyukur.” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz
3, hal: 536).
Keteguhan dakwah tauhid yang
diperjuangkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam juga termaktub dalam
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat al-Anbiya` ayat 51-56.
Dan dalam beberapa ayat disebutkan, bahwa dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya
dilakukan secara bersamaan, seperti tersebut dalam surat asy-Syu`ara ayat 69,
dan ash-Shaffat ayat 84.
2. Nabi Ibrahim ‘alaihissallam Tegar
Dan Tabah Menghadapi Ujian Dan Siksaan.
Sikap ini tercermin dalam kisah
beliau ‘alaihissallam saat berdakwah mengajak manusia untuk
bertauhid dan mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun
kebanyakan menolaknya dengan penuh kenistaan. Ketabahan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam ini
menjadi teladan bagi setiap dai dalam mengajak manusia menuju jalan yang diridhai
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kisah ketabahan Nabi Ibrahim ‘alaihissallamdiabadikan
dalam Alquran melalui firman-firman-Nya. Meskipun kaumnya dengan kuatnya untuk
membakar dirinya, namun Nabi Ibrahim ‘alaihissallam tetap
tabah dan menyerahkan segala perkara kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
قَالَ أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ.
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ. قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا
فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ. فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ
الْأَسْفَلِينَ
Ibrahim berkata: “Apakah kamu
menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. Mereka berkata: “Dirikanlah suatu bangunan
untuk (membakar) Ibrahim;lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala
itu”. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka
orang-orang yang hina. (QS. Ash-Shaffat: 95-98).
As-Suddi rahimahullah berkata:
“Mereka menahannya dalam sebuah rumah. Mereka mengumpulkan kayu bakar, bahkan
hingga seorang wanita yang sedang sakit bernadzar dengan mengatakan ‘sungguh
jika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan bagiku
kesembuhan, maka aku akan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim’.
Setelah kayu bakar terkumpul menjulang tinggi, mereka mulai membakar setiap
ujung tepian dari tumpukkan itu, sehingga apabila ada seekor burung yang
terbang di atasnya niscaya ia akan hangus terbakar. Mereka mendatangi Nabi
Ibrahim ‘alaihissallam kemudian mengusungnya sampai di puncak
tumpukan tinggi kayu bakar tersebut”. Riwayat lain menyebutkan, ia diletakkan
dalam ujung manjaniq.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mengangkat
kepalanya menghadap langit, maka langit, bumi, gunung-gunung dan para malaikat
berkata: “Wahai, Rabb! Sesungguhnya Ibrahim akan dibakar karena (memperjuangkan
hak-Mu)”
Nabi Ibrahim berkata, “Ya, Allah, Engkau
Maha Esa di atas langit, dan aku sendiri di bumi ini. Tiada seorang pun yang
menyembah-Mu di atas muka bumi ini selainku. Cukuplah bagiku Engkau sebaik-baik
Penolong.” (Fathul-Bari, Juz 6, hal: 483).
Mereka lantas melemparkan Nabi
Ibrahim ‘alaihissallam ke dalam tumpukan kayu bakar yang
tinggi, kemudian diserukanlah (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala):
“Wahai api, jadilah dingin dan selamat bagi Ibrahim.” (Tafsir ath-Thabari, Juz
9, hal: 43).
Ibnu Abbas dan Abu al-Aliyah,
keduanya berkata: “Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
mengatakan ‘dan selamat bagi Ibrahim,’ niscaya api itu akan membinasakan
Ibrahim ‘alaihissallam dengan dinginnya.” (Tafsir ath-Thabari,
Juz 9, hal: 43).
3. Yakin Terhadap Kebesaran Allah ‘Azza
wa Jalla
Pada saat Nabi Ibrahim diletakkan di
ujung manjaniq, ia dalam keadaan terbelenggu dengan tangan di belakang.
Kemudian kaumnya melemparkan Nabi Ibrahim ‘alaihissallam ke
dalam api, dan ia pun berkata: “Cukuplah Allah ‘Azza wa Jalla bagi
kami, dan Dia sebaik-baik Penolong”.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dari Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
(cukuplah Allah ‘Azza wa
Jalla bagi kami dan Dia sebaik-baik penolong)” telah diucapkan Nabi
Ibrahim‘alaihissallam tatkala ia dilemparkan ke dalam api (Shahih
Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 8, hal: 288, no. 4563).
Demikianlah, Nabi Ibrahim ‘alaihissallam sangat
yakin dengan kebesaran, pertolongan dan perlindungan Allah ‘Azza wa
Jalla , karena beliau sedang memperjuangkan hak Allah ‘Azza wa
Jalla yang terbesar, yakni tauhid dalam beribadah kepada-Nya Subhanahu
wa Ta’ala.
Perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala Berada Di Atas Segalanya
1. Kisah dalam hijrah bersama Hajar
dan Ismail (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 478, no. 3364).
Ketika Ismail baru saja dilahirkan
dan dalam penyusuan ibunya (Hajar), Nabi Ibrahim ‘alaihissallammembawa
keduanya menuju Baitullah pada dauhah (sebuah pohon rindang) di atas zam-zam.
Saat itu, tidak ada seorangpun di Makkah, dan juga tidak ada sumber air.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam meninggalkan
jirab, yaitu kantung yang biasa dipakai untuk menyimpan makanan. Kantung itu
berisi kurma untuk keduanya. Juga meninggalkan siqa` (wadah air) yang berisi
air minum. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berpaling dan
pergi. Hajar mengikutinya sembari berkata: “Wahai, Ibrahim! Kemana engkau akan
pergi meninggalkan kami di lembah yang sunyi dan tak berpenghuni ini?” Hajar
mengulangi pertanyaan itu berkali-kali, namun Ibrahim tidak menoleh, tak pula
menghiraukannya. Kemudian Hajar pun bertanya: “Apakah Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang telah memerintahkan engkau dengan ini?”
Ibrahim menjawab,“Ya.”
Mendengar jawaban itu, maka Hajar
berkata: “Jika demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan
meninggalkan kami”. Lantas Hajar kembali menuju tempatnya semula. Adapun
Ibrahim, ia terus berjalan meninggalkan mereka, sehingga sampai di sebuah
tempat yang ia tak dapat lagi melihat isteri dan anaknya. Ibrahim pun
menghadapkan wajah ke arah Baitullah seraya menengadahkan tangan dan berdoa: Ya
Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah
mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. [QS. Ibrahim ayat 37).
2. Kisah Penyembelihan Ismail.
Nabi Ibrahim ‘alaihissallam berdoa:
“Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang shalih,” maka Allah Subhanahu
wa Ta’ala memberikan kabar gembira kepadanya dengan kehadiran seorang
anak yang mulia lagi penyabar. Dan tatkala anak itu saat mulai beranjak dewasa
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa
pendapatmu?”
Isma’il menjawab: “Wahai Ayahandaku,
lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar”.
Saat keduanya telah berserah diri
dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran
keduanya). Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggilnya:
“Wahai Ibrahim, sungguh kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya,
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami menebus anak itu
dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang
baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (Yaitu) ‘Kesejahteraan yang
dilimpahkan kepada Ibrahim’. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mukminin. Kisah ini dijelaskan
di dalam Alquran dalam surat ash-Shaffat ayat 99-111.
Dalam Tafsir al-Qurthubi, Juz 18,
hal: 69 dan Tafsir al-Baghawi, Juz 4, hal: 33, Ibnu Abbas berkata:
Ibrahim dan Isma’il … keduanya taat,
tunduk patuh terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah,
renungkanlah kisah itu … ketika keduanya akan melaksanakan perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:
يَا أَبَتِ اشْدُدْ رِبَاطِيْ حَتَّى
لاَ أَضْطَرِبَ….
“Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku
agar aku tak lagi bergerak.”
وَاكْفُفْ عَنِّي ثِيَابَكَ حَتَّى
لاَ يَنْتَضِحَ عَلَيْهَا مِنْ دَمِّيْ شَيْءٌ فَيَنْقُصَ أَجْرِيْ وَتَرَاهُ
أُمِّيْ فَتَحْزَنُ….
“Wahai Ayahku, singsingkanlah baju
engkau agar darahku tidak mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan
(jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih.”
وَيَا أَبَتِ اسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ
وَأَسْرِعْ مَرَّ السِّكِّيْنِ عَلَى حَلْقِيْ لِيَكُوْنَ أَهْوَنُ عَلَيَّ
فَإِنَّ الْمَوْتَ شَدِيْدٌ….
“Dan tajamkanlah pisau Ayah serta
percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena
sungguh kematian itu amat dahsyat.”
وَإِذَا أَتَيْتَ أُمِّيْ فَاقْرَأْ
عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنِّيْ…. وَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تَرُدَّ قَمِيْصِيْ عَلَى
أُمِّيْ فَافْعَلْ….
“Wahai Ayah, apabila engkau telah
kembali maka sampaikan salam (kasih)ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini
Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.”
فَقَالَ لَهُ إِبْرَاهِيْمُ : نِعْمَ
الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى….
(Saat itu, dengan penuh haru)
Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu
dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala “.
Dalam Shahih Qashashil-Anbiya Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah ujian Allah Subhanahu
wa Ta’ala atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim ‘alaihissallam)
untuk menyembelih putranya yang mulia dan baru terlahir setelah beliau berumur
senja. (Ujian ini terjadi) setelah Allah memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar
saat Ismail masih menyusui di tempat yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan (yang
dimakan buahnya), tanpa air dan tanpa penghuni. Ia taati perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala itu, meninggalkan isteri dan putranya yang masih kecil
dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala . Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan
kepada mereka kemudahan, jalan keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang
tiada disangka. Setelah semua ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan
perintah-Nya untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Ismail ‘alaihissallam.
Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu
dan segera mentaatinya. Beliau ‘alaihissallam menyampaikan
terlebih dahulu ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut kepada
putranya, agar hati Ismail menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga
ujian itu tidak harus dijalankan dengan cara paksa dan menyakitkan.
Subhanallah…
3. Perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala kepada Ibrahim untuk Berkhitan.
Pada saat Ibrahim ‘alaihissallam telah
mencapai umur senja (delapan puluh tahun), ia diuji oleh AllahSubhanahu wa
Ta’ala dengan beberapa perintah, di antaranya agar beliau berkhitan.
Sebagaimana hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ
السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً
“Ibrahim ‘alaihissallam berkhitan
di usia beliau delapan puluh tahun.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari (Juz 6,
hal: 468, no. 3356)).
Beliau ‘alaihissallam berkhitan
dengan pisau besar (semisal kampak). Meskipun terasa sangat berat bagi diri
beliau ‘alaihissallam, namun hal itu tidak pernah membuatnya merasa
ragu terhadap segala kebaikan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bahkan dalam sebuah riwayat, Ali bin Rabah radhiyallahu ‘anhumenyebutkan
bahwa : “Beliau (Ibrahim ‘alaihissallam) diperintah untuk
berkhitan, kemudian beliau melakukannya dengan qadum. Maka Allah Subhanahu
wa Ta’ala mewahyukan ‘Engkau terburu-buru sebelum Kami tentukan
alatnya’. Beliau mengatakan: ‘Wahai Rabb, sungguh aku tidak suka jika harus
menunda perintah-Mu’.” (Shahih Bukhari dan Fathul-Bari, Juz 6, hal: 472)
4. Perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala Untuk Membangun Ka`bah.
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ
مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ
لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ
بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ
عَمِيقٍ
“Dan (ingatlah), ketika Kami
memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan):
“Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku
ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan
orang-orang yang ruku’ dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS.
Al-Hajj: 26-27).
Dalam Shahih Bukhari disebutkan,
bahwasanya Ibrahim ‘alaihissallam berkata: “Wahai anakku,
sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan aku
sesuatu”.
Ismail ‘alaihissallam menjawab:
“Lakukanlah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada engkau”.
Ibrahim ‘alaihissallam bertanya:
“Apakah engkau (akan) membantuku?”
Ismail ‘alaihissallam menjawab:
“Ya, aku akan membantu engkau”.
Ibrahim ‘alaihissallam berkata
lagi: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memerintahkan aku untuk membangun disini sebuah rumah”. (Nabi Ibrahim ‘alaihissallam mengisyaratkan
tanah yang sedikit tinggi dibandingkan dengan yang ada di sekelilingnya). Saat
itulah keduanya membangun pondasi-pondasi. Dan Ismail ‘alaihissallam membawa
kepada ayahnya batu-batu dan Ibrahim‘alaihissallammenyusunnya. Sehingga,
ketika telah mulai tinggi, ia mengambil batu dan diletakkan agar Ibrahim ‘alaihissallamdapat
naik di atasnya. Demikian, dilakukan oleh keduanya, dan mereka berkata:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ
أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Rabb kami terimalah daripada
kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 127).
Dari pemaparan kisah-kisah di atas,
banyak pelajaran penting dan berharga yang dapat dipetik, di antaranya:
- Nabi Ibrahim ‘alaihissallam adalah
hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Subhanahu
wa Ta’ala yang amat taat kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala,
sehingga Allah Subhanahu wa Ta’alamenjadikannya sebagai hamba
yang sangat disayangi.
- Pilar utama upaya
tazkiyyatun-nufus adalah dalam hal tauhid. Dan berdakwah menyeru kepada
tauhid merupakan amanat yang dipikul para nabi, dan sekaligus menjadi
panutan bagi setiap dai.
- Kesabaran dalam mendakwahkan
tauhid dan ketabahan dalam menghadapi ujian di jalan itu, harus dilakukan
sesuai dengan cara yang dicontohkan oleh para rasul ‘alaihissallam.
- Yakin terhadap Allah Subhanahu
wa Ta’ala merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
mengarungi kehidupan.
- Perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala merupakan hal terpenting di atas segalanya. Ketulusan
hati dalam melaksanakan segala perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
kebahagiaan. Maka selayaknya kita berupaya secara maksimal untuk
melaksanakannya diiringi doa memohon taufik serta kemudahan dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
- Segala contoh kebaikan telah
ada pada diri para Rasul ‘alaihissallam yang harus selalu
menjadi suri tauladan bagi kita dalam setiap hal. Wallahul Musta`an..
Demikianlah cerita tentang kisah Nabi Ibrahim
yang dengan iklas menjalankan perintah dari Allah SWT untuk menyembelih
Putranya Ismail hingga pada akhirnya oleh Allah SWT digantikan dengan seekor
hewan. Dari cerita di atas semoga kita dapat mengambil hikmah dan nilai – nilai
yang bisa kita teladani. Semoga kita bisa taat dan sabar seperti halnya dengan
kesabaran dan keikhalasan Nabi Ibrahim.
Sumber :
kisahmuslim.com
0 Response to "Meneladani Sifat – Sifat Yang Dimiliki Oleh Nabi Ibrahim"
Post a Comment