Seorang istri adalah seorang sandaran
emosional untuk suaminya, istri juga sebagai penyangga spiritual. Seorang istri
yang siap berbgai tanpa mengharapkan pamrih. Karunia seorang istri dari seorang
istri menurut Al Qur’an sama berharganya dengan kejadian dunia dan seiisinya
hal ini sesuai dengan surat Ar – Ruum : 16 – 30.
Kecintaan seorang suami kepada istrinya
haruslah rasional dan proporsional. Tidak hanya sekedar menonjolkan rasa,
tetapi juga rasio. Mencinta seorang istri hendaknya diletakkan demi
kepentinganj agama. Cintailah istrimu di bawah cinta kepada Allah! Jangan
sampai kecintaan kepada keluarga menjadi ketergantungan yang membelenggu dan
melumpuhkan. Saling mengasihi yang tidak dilandasi agama, suatu ketika bakal
menjadi batu sandungan dakwah.
الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِي
“Para kekasih
pada hari itu (kiamat) sebagian mereka terhadap sebagian yang lain menjadi
musuh kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zuhruf: 67).
Dibawah ini ada sedikit kisah tentang
seorang suami yang mencintai seorang istrinya dengan sepenuh hatinya, bagaiman
ceritanya mari kita simak di bawah ini .
Kendati dirinya telah keliling dunia,
bahkan hampir tidak ada negara baru di dalam peta, dan terlalu sering naik
pesawat terbang sehingga seperti naik mobil biasa, namun istrinya belum pernah
naik pesawat terbang kecuali pada malam itu. Hal itu terjadi setelah 20 tahun
pernikahan mereka. Dari mana? Dan kemana? Dari Dahran ke Riyadh. Dengan siapa?
Dengan adiknya yang orang desa dan bersahaja yang merasa dirinya harus
menyenangkan hati kakaknya dengan semampunya. Ia membawa wanita itu dengan
mobil bututnya dari Riyadh menuju Dammam. Pada waktu pulang, wanita itu
berharap kepadanya agar ia naik pesawat terbang. Wanita itu ingin naik pesawat
terbang sebelum meninggal. Ia ingin naik pesawat terbang yang selalu dinaiki
Khalid, suaminya, dan yang ia lihat di langit dan di televisi.
Sang adik mengabulkan keinginannya dan membeli tiket untuknya. Ia menyertakan putranya sebagai mahramnya. Sementara ia pulang sendirian dengan mobil sambil diguncang oleh perasaan dan mobilnya.
Sang adik mengabulkan keinginannya dan membeli tiket untuknya. Ia menyertakan putranya sebagai mahramnya. Sementara ia pulang sendirian dengan mobil sambil diguncang oleh perasaan dan mobilnya.
Malam itu Sarah tidak tidur, melainkan bercerita
kepada suaminya, Khalid, selama satu jam tentang pesawat terbang. Ia bercerita
tentang pintu masuknya, tempat duduknya, penerangannya, kemegahannya,
hidangannya, dan bagaimana pesawat itu terbang di udara. Terbang!! Ia bercerita
sambil tercengang. Seolah-olah ia baru datang dari planet lain. Tercengang,
terkesima, dan berbinar-binar. Sementara suaminya memandanginya dengan perasaan
heran. Begitu selesai bercerita tentang pesawat terbang, ia langsung bercerita
tentang kota Dammam dan perjalanan ke sana dari awal sampai akhir. Juga tentang
laut yang baru pertama kali dilihatnya sepanjang hidupnya. Dan juga tentang
jalan yang panjang dan indah antara Riyadh dan Dammam saat ia berangkat.
Sedangkan saat pulang ia naik pesawat terbang. Pesawat terbang yang tidak akan
pernah ia lupakan unuk selama-lamanya.
Ia bercerita sambil tercengang. Seolah-olah
ia baru datang dari planet lain. Tercengang, terkesima, dan berbinar-binar.
Sementara suaminya memandanginya dengan perasaan heran.
Ia berlutut seperti bocah kecil yang melihat
kota-kota hiburan terbesar untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Ia mulai
bercerita kepada suaminya dengan mata yang berbinar penuh ketakjuban dan
kebahagiaan. Ia melihat jalan raya, pusat perbelanjaan, manusia, batu, pasir,
dan restoran. Juga bagaimana laut berombak dan berbuih bagaikan onta yang
berjalan. Dan bagaimana ia meletakkan kedua tangannya di air laut dan ia pun
mencicipinya. Ternyata asin… asin. Pun, ia bercerita bagaimana laut tampak hitam
di siang hari dan tampak biru di malam hari.
“Aku melihat ikan, Khalid! Aku melihatnya dengan
mata kepalaku. Aku mendekat ke pantai. Adikku menangkap seekor ikan untukku,
tapi aku kasihan padanya dan kulepaskan lagi ke air.
Ikan itu kecil dan lemah. Aku kasihan pada
ibunya dan juga padanya. Seandainya aku tidak malu, Khalid, pasti aku membangun
rumah-rumahan di tepi laut itu. Aku melihat anak-anak membangun rumah-rumahan
di sana. Oh ya, aku lupa, Khalid!” ia langsung bangkit, lalu mengambil tasnya,
dan membukanya. Ia mengeluarkan sebotol parfum dan memberikannya kepada sang
suami. Ia merasa seolah-olah sedang memberikan dunia. Ia berkata, “Ini hadiah
untukmu dariku. Aku juga membawakanmu sandal untuk kau pakai di kamar mandi.”
Ia mengeluarkan sebotol parfum dan
memberikannya kepada sang suami. Ia merasa seolah-olah sedang memberikan dunia.
Air mata hampir menetes dari mata Khalid untuk
pertama kali. Untuk pertama kalinya dalam hubungannya dengan Sarah dan
perkawinannya dengan sang istri. Ia sudah berkeliling dunia tapi tidak pernah
sekalipun memberikan hadiah kepada sang istri. Ia sudah naik sebagian besar
maskapai penerbangan di dunia, tapi tidak pernah sekalipun mengajak sang istri
pergi bersamanya. Karena, ia mengira bahwa wanita itu bodoh dan buta huruf. Apa
perlunya melihat dunia dan bepergian? Mengapa ia harus mengajaknya pergi
bersama?
Ia lupa bahwa wanita itu adalah manusia. Manusia
dari awal sampai akhir. Dan kemanusiaannya sekarang tengah bersinar di
hadapannya dan bergejolak di dalam hatinya. Ia melihat istrinya membawakan
hadiah untuknya dan tidak melupakannya. Betapa besarnya perbedaan antara uang
yang ia berikan kepada istrinya saat ia berangkat bepergian atau pulang dengan
hadiah yang diberikan sang istri kepadanya dalam perjalanan satu-satunya dan
yatim yang dilakukan sang istri. Bagi Khalid, sandal pemberian sang istri itu
setara dengan semua uang yang pernah ia berikan kepadanya. Karena uang dari
suami adalah kewajiban, sedangkan hadiah adalah sesuatu yang lain. Ia merasakan
kesedihan tengah meremas hatinya sambil melihat wanita yang penyabar itu.
Wanita yang selalu mencuci bajunya, menyiapkan piringnya, melahirkan
anak-anaknya, mendampingi hidupnya dan tidak tidur saat ia sakit. Wanita itu
seolah-olah baru pertama kali melihat dunia. Tidak pernah terlintas di benak
wanita itu untuk mengatakan kepadanya, “Ajaklah aku pergi bersamamu!” Atau
bahkan, “Mengapa ia tidak pernah bepergian?” Karena ia adalah wanita miskin
yang melihat suaminya di atas, karena pendidikannya, wawasannya, dan
kedermawanannya. Tapi ternyata bagi Khalid, semua itu kini menjadi hampa, tanpa
rasa dan tanpa hati. Ia merasa bahwa dirinya telah memenjara seorang wanita
yang tidak berdosa selama 20 tahun yang hari-harinya berjalan monoton.
Ia merasakan kesedihan tengah meremas hatinya
sambil melihat wanita yang penyabar itu. Wanita yang selalu mencuci bajunya,
menyiapkan piringnya, melahirkan anak-anaknya, mendampingi hidupnya dan tidak
tidur saat ia sakit. Wanita itu seolah-olah baru pertama kali melihat dunia.
Kemudian, Khalid mengangkat tangannya ke matanya
untuk menutupi air matanya yang nyaris tak tertahan. Dan ia mengucapkan satu
kata kepada istrinya. Satu kata yang diucapkannya untuk pertama kalinya dalam
hidupnya dan tidak pernah terbayang di dalam benaknya bahwa ia akan mengatakannya
sampai kapan pun. Ia berkata kepada istrinya, “Aku mencintaimu.” Ia
mengucapkannya dari lubuk hatinya.
Kedua tangan sang istri berhenti membolak-balik
tas itu. Mulutnya pun berhenti bercerita. Ia merasa bahwa dirinya telah masuk
ke dalam perjalanan lain yang lebih menakjubkan dan lebih nikmat daripada kota
Dammam, laut, dan pesawat terbang. Yaitu, perjalanan cinta yang baru dimulai
setelah 20 tahun menikah. Perjalanan yang dimulai dengan satu kata. Satu kata
yang jujur. Ia pun menangis tersedu-sedu.
Demikianlah kisah dari
seorang suami yang mencintai istrinya, semoga dengan kisah yang ada pada cerita
di atas dapat memberikan manfaat kepada kita semua khusunya para suami untuk
lebih mencintai istrinya.
Sumber :kisahmuslim.com
0 Response to "Istriku, Aku Mencintaimu"
Post a Comment