KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah
Tangga adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap martabat kemanusiaanj serta merupakan bentuk deskriminasi. Kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya sebuah kesengsaraan atau penderitaan baik
secara fisik, seksual, psikologis dan penalantaran rumah tangga, termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekrasan dalam rumah tangga yang
dialami oleh banyak kaum wanita seringkali dianggap sebagai persoalan individu.
Padahal saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi isu global yang
mengundang perhatian berbagai kalangan. Kekerasan dalam rumah tangga yang
dialami oleh istri bisa berdampak sangat luas. Melihat dampak yang muncul dari
kekerasan rumah tangga ini bisa menjadikan anak sebagai korban dari kekerasan
tersebut.
Pembicaraan tentang kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan. Media massa,
lembaga swadaya masyarakat khususnya yang mengusung isu gender, lembaga bantuan
hukum dan lembaga peradilan begitu tersibukan dengan tajuk yang sebenarnya
sudah ada sejak lama ini. Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
telah mengesahkan sebuah undang–undang khusus Antikekerasan dalam Rumah Tangga.
Dalam agama islam sebenernya tidak
diperbolehkan adanya kekerasan dalam rumah tangga, Islam tidak pernah membenarkan seorang suami bertindak kejam
terhadap istrinya baik secara lahir maupun secara batin. Karena Islam adalah
agama yang mempunyai nilai-nilai prinsipil seperti nilai egalitarian, keadilan,
dan kemanusiaan. Berikut ini ayat-ayat Alqur-an dan hadist nabi yang
mengharuskan suami untuk berlaku sopan, penyayang dan lemah lembut kepada
istrinya. Dalam Surat An-nisa:19
yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ يَحِلًّ لَكُمْ
أَنْ تَرِثُوْا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلاَ تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَا
آتَيْتُمُوْهُنَّ إِلاَّ أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوْهُنَّ
بِالْمَعْرُوْفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْراً
Yang artinya :
Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mempusakai wanita dengan
jalan paksa. Janganlah kalian menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan
kepada mereka, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata.
Bergaullah kalian dengan mereka secara patut. Kemudian jika kalian tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
(QS
an-Nisa’ [4]: 19).
Pembicaraan tentang KDRT yang
terjadi di masyarakat kadang mengandung kebenaran. Tapi tidak jarang
pembicaraan tersebut bermuatan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai
Islam yang luhur. Isu KDRT tidak jauh dari induk semangnya, yaitu isu hak asasi
manusia (HAM) yang dikomentari oleh Mufti Kerajaan Saudi Arabia Syaikh Abdul
Aziz bin Abdullah Alu Syaikh -hafizhahullah- dengan mengatakan:
"Sesungguhnya isu tentang HAM di berbagai belahan dunia pada zaman ini
adalah kalimat haq urida biha bathil(kalimat yang benar, tapi
dimaksudkan untuk hal yang salah)''.
Yang menjadi kewajiban seorang muslim adalah kembali kepada petunjuk yang telah digariskan oleh Islam dalam setiap aspek kehidupan. Islam dengan kesempurnaannya tidak melalaikan aspek ini. Kedudukan antara suami, istri dan anggota keluarga yang lain telah dijelaskan dalam agama kita. Demikian juga dengan hak dan kewajiban serta aturan-aturan yang harus diikuti oleh masing-masing.
Tulisan ini berusaha mendudukkan
masalah KDRT pada tempatnya, dengan merujuk kepada Al-Quran dan as-Sunnah dan
penjelasan para ulama. Pada hakikatnya, pembicaraan tentang KDRT mencakup
hubungan suami dengan isteri, orang tua dengan anak, dan majikan dengan dengan
pekerja. Namun tulisan ini hanya akan menyoroti yang pertama saja, yaitu yang
berkenaan dengan hubungan antara suami dengan istri.
Ketegasan kadang mengandung unsur
kekerasan. Dalam batas-batas tertentu, unsur kekerasan tersebut dibolehkan
secara syar'i. Dalam tulisan ini, ketegasan dimaksudkan sebagai sikap tegas
yang dalam Islam boleh dilakukan untuk mengatur kehidupan rumah tangga,
meskipun kadang mengandung unsur kekerasan. Adapun KDRT dimaksudkan sebagai
hal-hal yang secara syar'i dilarang dilakukan untuk keperluan tersebut.
Kedudukan
Suami dan Istri Dalam Keluarga
Islam menjadikan suami sebagai kepala keluarga. Allah Ta'ala berfirman:
Islam menjadikan suami sebagai kepala keluarga. Allah Ta'ala berfirman:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Artinya: "Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka." [QS.
An-Nisaa: 34]
Ketika menafsirkan ayat ini,
Al-Alusi berkata: "Tugas mereka (para suami) adalah mengurus para isteri
sebagaimana penguasa mengurus rakyat dengan perintah, larangan dan
sebagainya." [Ruuhul Ma'aani, 3/23]
Sementara al-Qurthubi berkata:
"قََوَّام adalah wazan فَعَّال –yang dipakai untuk mubalaghah (memberi
makna lebih) dari القيام على الشيء (mengurusi sesuatu), dan menguasai
sendiri (istibdad) urusannya, serta memiliki hak menentukan dalam
menjaganya. Maka kedudukan suami dari istrinya adalah sampai pada batasan ini,
yaitu mengurusnya, mendidiknya, berhak menahannya di rumah, melarangnya keluar,
dan isteri wajib taat serta menerima perintahnya selama itu bukan
maksiat." [Al-Jaami' li Ahkaamil Qur'aan,5/163]
Hak dan
Tugas SuamiDalam Rumah Tangga
Islam telah menjelaskan hak-hak masing-masing suami dan isteri. Syariat Islam memberikan suami hak yang besar atas isterinya. Sampai-sampai Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Islam telah menjelaskan hak-hak masing-masing suami dan isteri. Syariat Islam memberikan suami hak yang besar atas isterinya. Sampai-sampai Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَوْ
كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ
يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ
الْحَقِّ.
Artinya: "Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya akan aku perintahkan para isteri untuk sujud kepada para suami mereka, karena besarnya hak yang Allah berikan kepada para suami atas mereka." [HR. Abu Dawud 2142, at-Tirmidzi 1192, dan Ibnu Majah 1925, dishahihkan al-Albani dalam Irwaul Ghalil 7/54]
Demikianlah Islam mendudukkan
permasalahan ini, dan inilah jalan kebahagiaan. Sebuah keluarga akan bahagia
jika memahami dan mengikuti petunjuk ini. Dan pasangan yang serasi adalah
pasangan yang membangun hubungan mereka di atas pilar ini. Sebaliknya,
emansipasi yang banyak diserukan banyak kalangan pada zaman ini hanyalah
fatamorgana yang seakan indah di mata, namun pahit dirasa. Karena menyelisihi
sunnah yang telah diatur oleh Sang Pencipta.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk
membahas hak-hak suami secara panjang lebar. Namun kiranya perlu disebut
beberapa contoh untuk menggambarkan besarnya hak tersebut, sehingga kita bisa
mengukur hal-hal apa saja yang bisa dikategorikan sebagai KDRT. Diantara hak
suami adalah wajibnya isteri untuk mentaatinya, termasuk ketika suami mengajak
berhubungan. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا
دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ
عَلَيْهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Artinya: "Jika seorang suami
mengajak isterinya berhubungan dan isteri menolak, lalu suami marah kepadanya
sepanjang malam, para malaikat melaknat isteri itu sampai pagi." [HR.
al-Bukhari 5193 dan Muslim 1436]
Hadits ini menunjukkan bahwa menolak ajakan suami untuk berhubungan tanpa udzur adalah dosa besar.
Hadits ini menunjukkan bahwa menolak ajakan suami untuk berhubungan tanpa udzur adalah dosa besar.
Seorang isteri tidak boleh berpuasa
sunnah saat suaminya ada, tanpa seizin suaminya. Ia juga tidak boleh
mengizinkan orang lain masuk rumah tanpa izin suami. Sebagaimana diriwayatkan
Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwa Nabi Shallallahu
'alaihi wasallambersabda:
لاَ
يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، وَلاَ
تَأْذَنَ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ ، وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ
غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُه
Artinya: "Tidak halal bagi
seorang isteri untuk berpuasa*, sedangkan suaminya hadir, kecuali dengan
ijinnya. Dan ia tidak boleh mengijinkan orang lain masuk rumah suami tanpa ijin
darinya. Dan jika ia menafkahkan sesuatu tanpa ada perintah dari suami, maka
suami mendapat setengah pahalanya". [HR. Al-Bukhari 5195 dan
Muslim 1026]. Dalam sebagian riwayat disebutkan secara tegas
"" فله نصف أجره (Lihat Fathul Bari, 11/629 )
* : Ibnu Hajar berkata: "Yakni
puasa selain Ramadhan, atau puasa wajib diluar Ramadhan jika waktunya
sempit." (Fathul Bari 11/624)
Tentunya hak-hak diatas tidak dapat
diwujudkan tanpa tugas dan kewajiban setiap pasangan suami istri. Khususnya
suami yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga yang memimpin lajunya
bahtera rumah tangga. Diantara tugas terpenting suami adalah membimbing istri
dan keluarganya meraih ke-ridha-an Allah dengan menerapkan ajaran syariat dalam
semua aspek kehidupan keluarga. Membimbing dan mengarahkan sang istri untuk
berjalan lurus diatas syari'at dan meluruskan kesalahan dan nusyuz (sikap
melanggar kewajiban) yang mungkin terjadi padanya.
Tidak dapat dipungkiri lagi satu
rumah tangga terkadang muncul polemik dan problem yang muncul dari istri atau
suami sendiri. Disinilah tampak peran dan tugas suami dalam menanggulangi dan
mengobatinya sehingga tidak membuat rumah tangganya pecah berantakan.
Kedewasaan dan kepiawaian suami dalam menghadapinya memberikan pengaruh dalam
kesinambungan dan keutuhan rumah tangga tersebut. Terkadang kelembutan menjadi
solusi pemecahannya dan terkadang juga diperlukan ketegasan dan sedikit hukuman
dalam menghilangkannya atau mengurangi bahaya yang muncul dari problem
tersebut. Disinilah sang suami harus mengetahui sampai dimana kelembutan dan
ketegasan digunakan dalam hubungan rumah tangga.
Pentingnya
Ketegasan Suami
Di atas telah dibahas tentang kedudukan suami dalam rumah tangga dan tugasnya. Tentunya hal seperti ini memerlukan ketegasan, agar kehidupan rumah tangga bisa berjalan dengan baik. Sebagaimana seorang penguasa harus memiliki ketegasan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Tanpa ketegasan, bisa jadi anggota keluarga akan meremehkan aturan-aturan dan norma dalam keluarga. Kehidupan rumah tangga menjadi tidak teratur, sehingga hilanglah hikmah yang dimaksudkan dari disyariatkannya kepemimpinan dalam keluarga. Keberadaan suami dan bapak menjadi tidak ada artinya. Dengan demikian, tidak terwujudkan tanggungjawab yang diamanatkan dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabda beliau:
Di atas telah dibahas tentang kedudukan suami dalam rumah tangga dan tugasnya. Tentunya hal seperti ini memerlukan ketegasan, agar kehidupan rumah tangga bisa berjalan dengan baik. Sebagaimana seorang penguasa harus memiliki ketegasan dalam menjalankan roda pemerintahannya. Tanpa ketegasan, bisa jadi anggota keluarga akan meremehkan aturan-aturan dan norma dalam keluarga. Kehidupan rumah tangga menjadi tidak teratur, sehingga hilanglah hikmah yang dimaksudkan dari disyariatkannya kepemimpinan dalam keluarga. Keberadaan suami dan bapak menjadi tidak ada artinya. Dengan demikian, tidak terwujudkan tanggungjawab yang diamanatkan dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabda beliau:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ
عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِى أَهْلِهِ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ
رَعِيَّتِهَا، وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِى مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ – قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ – وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِى مَالِ
أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ
Artinya: "Setiap dari kalian adalah penanggungjawab, dan masing-masing akan ditanya tentang tanggungjawabnya. Penguasa adalah penanggungjawab atas rakyatnya, dan akan ditanya tentangnya. Suami menjadi penanggungjawab dalam keluarganya, dan akan ditanya tentangnya. Isteri adalah penanggungjawab di rumah suaminya dan akan ditanya tentang tanggungjawabnya. Pembantu bertanggungjawab atas harta tuannya dan akan ditanya tentangnya, -Ibnu Umar berkata: dan saya kira Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga berkata:- Dan anak adalah penanggungjawab atas harta bapaknya dan akan ditanya tentangnya, dan setiap dari kalian adalah penanggungjawab, dan masing-masing akan ditanya tentang tanggungjawabnya" [HR. Al-Bukhari 893 dan Muslim 4828]
Hendaknya setiap muslim merenungkan hadits ini dan mengamalkannya dengan bertanggungjawab atas setiap amanat yang diemban, dan menyiapkan jawaban untuk pertanyaan Allah pada hari dimana harta dan keturunan tiada lagi berguna. Allahumma sallim sallim.
Bentuk
Ketegasan Suami
Ketegasan yang dilakukan suami dan kepala keluarga harus melihat kepada manfaat dan permasalahan yang terjadi. Juga jangan sampai berlebihan sehingga menjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jadikanlah ketegasan tersebut sebagai obat dan vaksin dalam mencegah munculnya nusyuz dan pelanggaran syari'at dalam rumah tangga. Jangan sampai suami membiarkan istri berbuat pelanggaran agama hanya dengan dalih khawatir melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sebab membiarkan istri maksiat tanpa ada teguran dan tindakan terapinya merupakan perbuatan tercela dan diancam Allah dengan siksaan yang berat. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi Wasallam :
Ketegasan yang dilakukan suami dan kepala keluarga harus melihat kepada manfaat dan permasalahan yang terjadi. Juga jangan sampai berlebihan sehingga menjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Jadikanlah ketegasan tersebut sebagai obat dan vaksin dalam mencegah munculnya nusyuz dan pelanggaran syari'at dalam rumah tangga. Jangan sampai suami membiarkan istri berbuat pelanggaran agama hanya dengan dalih khawatir melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sebab membiarkan istri maksiat tanpa ada teguran dan tindakan terapinya merupakan perbuatan tercela dan diancam Allah dengan siksaan yang berat. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasululloh Shallallahu'alaihi Wasallam :
ثَلَاثَةٌ
لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ
لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدَّيُّوثُ
Artinya: "Tiga orang yang
Allah tidak melihat mereka pada hari kiamat ; orang yang durhaka kepada kedua
orang tuanya, perempuan tomboy (menyerupai lelaki) dan ad-Dayûts." (HR
al-Nasaa'I dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah al-Shohihah 2/229). Ad-Dayyûts ini
dijelaskan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam ketika ditanya:
يَا
رَسُوْلَ اللهِ أَمَّا مُدْمِنُ الْخَمْرِ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَمَا الدَّيُّوْثُ
قَالَ الَّذِيْ لاَ يُبَالِيْ مَنْ دَخَلَ عَلَى أَهْلِهِ
Artinya: "Wahai Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam, adapun pecandu khamr kami telah mengerti. Tapi apa
itu ad-Dayûts ? beliau menjawab: 'Ia adalah yang tidak memperdulikan siapa yang
menemui istrinya'" (HR al-Thabrani dan dishahihkan al-Albani dalam
Shahih al-Targhib wa al-Tarhib no. 2071 (2/227)). Lebih tegas lagi beliau Shallallahu'alaihi
Wasallam menyatakan:
وَ
الدَّيُّوْثُ الَّذِيْ يُقِرُّ فِيْ أَهْلِهِ الْخَبَثَ .
Artinya: "Dan ad-Dayûts
adalah yang membiarkan kemaksiatan pada keluarganya" [HR Ahmad dan
dishahihkan al-Albani dalamShahih al-Jami' as-Shaghir no. 5363].
Melarang istri dari perbuatan dosa
dan maksiat termasuk ketegasan suami dan bukan termasuk KDRT, walaupun
terkadang tampak mengekang kebebasan istri. Demikian juga termasuk ketegasan
suami adalah menghukum istri bila melanggar.
Bilamana
Suami Menghukum Isteri?
Secara faktual, sangat jarang bahkan mungkin tidak ada; sebuah keluarga berjalan tanpa adanya percikan polemik atau permasalahan. Oleh karena itu, kita dituntut untuk siap menghadapi berbagai guncangan yang timbul. Tak jarang istri melakukan pelanggaran yang dapat membuat suami tidak nyaman, gelisah atau marah. Di sini lah Allah menjelaskan bolehnya suami menghukum istri dalam firmanNya:
Secara faktual, sangat jarang bahkan mungkin tidak ada; sebuah keluarga berjalan tanpa adanya percikan polemik atau permasalahan. Oleh karena itu, kita dituntut untuk siap menghadapi berbagai guncangan yang timbul. Tak jarang istri melakukan pelanggaran yang dapat membuat suami tidak nyaman, gelisah atau marah. Di sini lah Allah menjelaskan bolehnya suami menghukum istri dalam firmanNya:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا
تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya: "Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu maka
Wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." [QS.
An-Nisaa: 34]
Al-Alûsi berkata: "Dan ayat di atas dipakai berdalil bahwa seorang suami boleh menghukum isteri dan melarangnya keluar rumah, serta bahwa isteri wajib taat kepadanya kecuali jika memerintahnya bemaksiat kepada Allah."
Al-Alûsi berkata: "Dan ayat di atas dipakai berdalil bahwa seorang suami boleh menghukum isteri dan melarangnya keluar rumah, serta bahwa isteri wajib taat kepadanya kecuali jika memerintahnya bemaksiat kepada Allah."
Hukuman itu bisa berupa
mendiamkannya atau memukulnya dalam batas-batas yang telah diatur Islam. Hal
ini dimaksudkan agar isteri kembali kepada jalan yang benar, sebagaimana
sebagian rakyat juga tidak menjadi baik kecuali jika hukuman diterapkan.
Saling
Menasehati, dan Memulai Dengan Hukuman Yang Paling Ringan
Terjadinya kesalahan adalah hal yang lumrah terjadi pada anak Adam, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun yang lain. Untuk itu Islam mengajarkan umatnya untuk saling mengingatkan, saling menasehati dan amar ma'ruf nahi munkar. Saling menasehati adalah bukti cinta yang hakiki. Karenanya orang-orang terdekat adalah orang yang paling berhak mendapatkannya. Sebuah keluarga muslim harus membiasakan diri dengan sunnah ini.
Terjadinya kesalahan adalah hal yang lumrah terjadi pada anak Adam, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun yang lain. Untuk itu Islam mengajarkan umatnya untuk saling mengingatkan, saling menasehati dan amar ma'ruf nahi munkar. Saling menasehati adalah bukti cinta yang hakiki. Karenanya orang-orang terdekat adalah orang yang paling berhak mendapatkannya. Sebuah keluarga muslim harus membiasakan diri dengan sunnah ini.
Jika isteri salah dengan tidak taat
kepada suami misalnya, suami diperintahkan untuk menasehatinya terlebih dahulu.
Allah Ta'alaberfirman:
وَاللاتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya: "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz, maka nasehatilah mereka, diamkanlah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." [QS. An-Nisa': 34]
Nusyuz adalah meninggalkan ketaatan
kepada suami atau menentangnya, baik dengan perkataan maupun perbuatan [Lihat Taisirul
Karimir Rahman hal. 177 ].
Syaikh Abdurrahman as-Sa'di Rahimahullah mengatakan: "Hendaknya ia menghukumnya dengan hukuman yang paling ringan dahulu, dimulai dengan menasehatinya, yaitu dengan menjelaskan hukum Allah tentang ketaatan ketaatan kepada suami, juga hukum menentangnya, menyemangatinya untuk taat, dan menakutinya dari maksiat" [Lihat Taisirul Karimir Rahman hal. 177 ].
Syaikh Abdurrahman as-Sa'di Rahimahullah mengatakan: "Hendaknya ia menghukumnya dengan hukuman yang paling ringan dahulu, dimulai dengan menasehatinya, yaitu dengan menjelaskan hukum Allah tentang ketaatan ketaatan kepada suami, juga hukum menentangnya, menyemangatinya untuk taat, dan menakutinya dari maksiat" [Lihat Taisirul Karimir Rahman hal. 177 ].
Mendiamkan
Isteri
Jika isteri kembali kepada ketaatan dengan nasehat saja, maka itulah yang diharapkan, walhamdulillah. Jika tidak, suami dibolehkan untuk mendiamkan (hajr) isterinya seperti diperintahkan dalam ayat di atas. Bagi sebagian wanita, model hajr seperti ini bisa sangat manjur untuk mengembalikan mereka kepada ketaatan. Mereka merasa sangat terpukul saat didiamkan suami dan tidak diajak berhubungan.
Namun sebaiknya hal tersebut dilakukan di dalam rumah saja, sebagaimana disebutkan dalam hadits Hakam bin Mu'awiyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Jika isteri kembali kepada ketaatan dengan nasehat saja, maka itulah yang diharapkan, walhamdulillah. Jika tidak, suami dibolehkan untuk mendiamkan (hajr) isterinya seperti diperintahkan dalam ayat di atas. Bagi sebagian wanita, model hajr seperti ini bisa sangat manjur untuk mengembalikan mereka kepada ketaatan. Mereka merasa sangat terpukul saat didiamkan suami dan tidak diajak berhubungan.
Namun sebaiknya hal tersebut dilakukan di dalam rumah saja, sebagaimana disebutkan dalam hadits Hakam bin Mu'awiyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
ولا يهجُرْ
إلا في البيت
Artinya: "Hendaknya suami
tidak mendiamkan isterinya kecuali di rumah." [HR. Abu Dawud, an-Nasai
dan Ibnu Majah, dishahihkan Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Albani]
Maksudnya adalah mendiamkannya,
tetapi keduanya tetap satu rumah; suami tidak meninggalkan rumah atau mengusir
isterinya ke rumah lain. Dikisahkan bahwa saat marah kepada salah satu
isterinya yang kebetulan mendapat giliran bermalam (mabit), Umar bin
Abdul Aziz Rahimahullah, tetap bermalam di rumahnya, tapi tidak
berbicara dengannya dan tidak menatapnya [Lihat 'Umdatul Qari, Badruddin
al-'Aini] . Hal ini karena mendiamkan isteri dengan keluar rumah sangat
menyakitkan. Seorang isteri bisa merasa sangat sedih ketika ditinggal suaminya
untuk suatu keperluan, apalagi jika hal itu dilakukan sebagai hukuman.
Kecuali jika diperlukan, boleh bagi
suami untuk mendiamkan isterinya dengan keluar rumah, sebagaimana dilakukan
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Al-Bukhari Rahimahullah berkata:
باب
هِجْرَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – نِسَاءَهُ فِى غَيْرِ بُيُوتِهِنَّ.
ثم روى عن أم سلمة أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – حَلَفَ لاَ يَدْخُلُ
عَلَى بَعْضِ أَهْلِهِ شَهْرًا.
Artinya: "Bab bahwa Nabi
mendiamkan para isteri beliau di luar rumah." Kemudian al-Bukhari
meriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersumpah untuk tidak masuk ke rumah sebagian isteri beliau selama
sebulan". [Shahih al-Bukhari 5202, al-Maktabah asy-Syamilah]
Suami hendaknya mempertimbangkan
dengan matang bentuk dan waktu hajr yang dilakukan dengan
melihat besar kecilnya kesalahan, kebutuhan dan manfaat yang diharapkan dari hajr tersebut.
Memukul
Isteri dan Batasannya
Ayat tiga puluh empat dari Surat an-Nisa' di atas menjelaskan bolehnya seorang suami memukul isterinya jika diperlukan. Ummu Kultsum binti Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiallahu'anha meriwayatkan:
Ayat tiga puluh empat dari Surat an-Nisa' di atas menjelaskan bolehnya seorang suami memukul isterinya jika diperlukan. Ummu Kultsum binti Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiallahu'anha meriwayatkan:
كَانَ
الرِّجَالُ نُهُوا عَنْ ضَرْبِ النِّسَاءِ ثُمَّ شَكُوهُنَّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- فَخَلَّى بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ ضَرْبِهِنَّ
Artinya: "Awalnya para suami
dilarang untuk memukul para isteri. Kemudian mereka melaporkan isteri-isteri mereka
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau membolehkan memukul
mereka." [HR. Al-Baihaqi 7/304]
Maksudnya adalah pukulan yang
ringan. Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Bukhari mengatakan: "Maksudnya
adalah pukulan yangghairu
mubarrih (tidak melukai)". Kemudian beliau meriwayatkan
dari Abdullah bin Zam'ah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallambersabda:
لاَ
يَجْلِدُ أَحَدُكُمُ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ ، ثُمَّ يُجَامِعُهَا فِى آخِرِ
الْيَوْمِ
Artinya: "Janganlah seorang di antara kalian mencambuk isterinya sebagaimana mencambuk budak, kemudian berhubungan dengannya di akhir hari" [Shahih al-Bukhari 5204, al-Maktabah asy-Syamilah]
Hendaknya pukulan juga tidak dilakukan di wajah. Dalam hadits tentang hak-hak isteri atas suami, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
ولا
يَضرِبِ الوَجْهَ ، وَلاَ يُقبِّحْ
Artinya: "Janganlah suami
memukul wajah, dan jangan mengatakan qabbahakillah (semoga Allah menjadikanmu
jelek)." [HR. Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu Majah, dishahihkan Ibnu
Hibban, al-Hakim dan al-Albani]
Contoh-Contoh
KDRT
Dari sini jelas dapat dibedakan antara ketegasan dan hukuman dengan KDRT, sebab KDRT adalah tindakan yang berlebihan dari ukuran dan ketetapan syari'at. Oleh karena itu hendaknya dilihat kembali semua kasus KDRT yang ada dengan melihat kepada syari'at islam yang lengkap dan indah agar tidak salah dalam memutuskan dan menyimpulkannya. Terlebih dizaman jauhnya kaum muslimin dari agamanya dan isu-isu kesamaan gender sedang dipropagandakan dalam semua sarana untuk semakin menjauhkan kaum muslimin dari keindahan agamanya.
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan beberapa contoh yang bisa dikategorikan sebagai KDRT, antara lain:
Dari sini jelas dapat dibedakan antara ketegasan dan hukuman dengan KDRT, sebab KDRT adalah tindakan yang berlebihan dari ukuran dan ketetapan syari'at. Oleh karena itu hendaknya dilihat kembali semua kasus KDRT yang ada dengan melihat kepada syari'at islam yang lengkap dan indah agar tidak salah dalam memutuskan dan menyimpulkannya. Terlebih dizaman jauhnya kaum muslimin dari agamanya dan isu-isu kesamaan gender sedang dipropagandakan dalam semua sarana untuk semakin menjauhkan kaum muslimin dari keindahan agamanya.
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan beberapa contoh yang bisa dikategorikan sebagai KDRT, antara lain:
- Menjadikan
pukulan atau hajr sebagai jalan pertama dalam
menyelesaikan masalah rumah tangga.
- Mengeluarkan
kata-kata yang tidak baik , seperti qabbahakillah.
- Mendiamkan
istri di luar rumah tanpa keperluan.
- Memukul
wajah.
- Memukul
di luar batas kewajaran.
-
Ingatlah syari'at islam tidak membolehkan dan mensyariatkan kecuali untuk kebaikan manusia seluruhnya dan tidak melarang kecuali perkara yang merusak dan mengganggu manusia. Karenanya marilah kita semua kembali merujuk kepada agama kita dalam melihat dan mengamalkan semua amalan kita keseharian. Sebagai penutup perlu kita semua memperhatikan dua hal dibawah ini:
Sabar
Dalam Menghadapi Istri
Bahtera rumah tangga tidak dapat berjalan dengan baik jika pasangan suami isteri tidak memiliki kesabaran di antara mereka. Hal ini juga diperintahkan Allah dalam firmanNya:
Bahtera rumah tangga tidak dapat berjalan dengan baik jika pasangan suami isteri tidak memiliki kesabaran di antara mereka. Hal ini juga diperintahkan Allah dalam firmanNya:
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا
وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: "Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS. An-Nisa': 19]
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
لاَ
يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
Artinya: "Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Jika ia tidak suka dengan salah satu perangainya, tentu ia suka perangai yang lain." [HR. Muslim 2672]
Tidak semestinya suami menjadikan
setiap kesalahan sebagai sebab untuk melampiaskan amarah. Hendaknya kita
mencontoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang oleh isteri
beliau Aisyah disifati sebagai berikut:
مَا ضَرَبَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا
امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا نِيلَ
مِنْهُ شَيْءٌ قَطُّ فَيَنْتَقِمَ مِنْ صَاحِبِهِ إِلَّا أَنْ يُنْتَهَكَ شَيْءٌ
مِنْ مَحَارِمِ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sama sekali tidak pernah memukul sesuatu dengan tangan beliau, -tidak juga pernah memukul wanita atau pembantu-, kecuali dalam jihad fi sabilillah. Dan tidaklah beliau pernah disakiti kemudian membalas dendam, tapi jika salah satu larangan Allah dilanggar, beliau membalas karena Allah" [HR. Muslim 2328]
Al-Alusi berkata: "Dan jelas
bahwa menahan diri dan sabar terhadap isteri lebih baik daripada memukul
mereka, kecuali jika ada alasan yang kuat".
Pria Yang
Paling Sempurna
Keterangan di atas sama sekali menunjukkan bahwa Islam melarang KDRT, kecuali yang diperlukan untuk mewujudkan maslahat yang lebih besar, dan dengan batasan-batasan yang ketat. Hal seperti ini kita istilahkan dengan ketegasan. Islam memberikan kedudukan yang sangat mulia kepada wanita. Banyak hal yang menunjukkan penghormatan tersebut.
Keterangan di atas sama sekali menunjukkan bahwa Islam melarang KDRT, kecuali yang diperlukan untuk mewujudkan maslahat yang lebih besar, dan dengan batasan-batasan yang ketat. Hal seperti ini kita istilahkan dengan ketegasan. Islam memberikan kedudukan yang sangat mulia kepada wanita. Banyak hal yang menunjukkan penghormatan tersebut.
Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam menjadikan orang yang paling baik dalam umat ini adalah yang
paling baik memperlakukan isterinya. Beliau bersabda:
أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ
لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
Artinya: "Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya, dan orang-orang terbaik
di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap isteri mereka"
[HR. at-Tirmidzi 1195, dishahihkan al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah 284]
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
وَلَنْ
يَضْرِبَ خِيَارُكُمْ
"Dan orang-orang terbaik di antara kalian tidak akan memukul." [HR. al-Baihaqi 7/304]
Salah seorang rawi hadits ini
mengatakan:
وَكَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم خَيْرَهُمْ كَانَ لاَ يَضْرِبُ
"Dan Rasulullah adalah yang
terbaik di antara mereka, beliau tidak memukul" [Riwayat Ibnu Abi
Syaibah 5/223]
Hadits-hadits ini hendaknya
memunculkan rasa takut pada diri seorang muslim. Komitmen sebagian muslimin
terhadap pokok-pokok ajaran ahlussunnah kadang tidak diiringi dengan akhlak
yang baik, termasuk kepada keluarga, khususnya isteri. KDRT masih sering
terdengar dari rumah kita. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan
hal ini sebagai parameter kedudukan kita di sisi Allah. Yang tidak berakhlak
baik kepada isteri bukanlah golongan terbaik dalam umat ini. Semoga Allah
mengilhami kita untuk terus memperbaiki diri. Wallahu a'lam.
Referensi:
- Fathul
Bâri,
Ibnu Hajar al-'Asqalâni, Tahqîq Abu Qutaibah al-Fariyabi, Dar Thaybah,1426
H.
- Al-Jâmi'
li Ahkâmil Qur'ân,
Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, tahqîq Abdurrazzaq al-Mahdi, Maktabah
ar-Rusyd, 1420 H.
- Rûhul
Ma'âni fi Tafsîril Qur'ânil 'Azhîm was Sab'il Matsâni, Syihâbuddîn al-Alusi, Dârul
Kutub al-'Ilmiyyah.
- Taysirul
Karimir Rahman,
Abdurrahman as-Sa'di, Muassasah ar-Risalah.
- Nahwa
Akhlaqissalaf fi dhauil Kitab was Sunnah, Salim bin 'Ied al-Hilali.
- Durus
Yaumiyyah.
- Al-Maktabah
asy-Syamilah,
Divisi Rekaman Masjid Nabawi.
Demikianlah penjebaran
tentang kekerasan dalam rumah tangga, semoga dengan penjabaran di atas dapat
memberikan manfaat kepada dan semoga dapat menjadi sumber pengetahuan bagi kita
semua untuk lebih memahami tentang hukum kekerasan dalam rumah tangga. Dari penjelasan
yang saya sudaj jelaskan di atas semoga kita bisa mengambil nilai – nilai positif
agar kita bisa menghindari dan terhindar dari kekerasan dalam rumah tangga.
Sumber :klikuk.com
0 Response to "Ketegasan Vs Kekerasan"
Post a Comment