Malas
dalam bahasa Arab disebut dengan al-kaslu yang bermakna berat untuk mengerjakan
sesuatu dan berhenti dari menyempurnakan sesuatu.
Imam Raghib al-Ashfahani rahimahullah mengatakan, “Malas adalah merasa berat
dalam suatu urusan yang seharusnya tidak perlu merasa berat.” Penyakit malas adalah salah satu penyakit yang sering
muncul secara tiba-tiba, tak jarang bahkan menetap dalam hati dan pikiran.
Secara psikologis, malas memang bukan penyakit fisik yang dapat terlihat secara
kasat mata. Malas adalah salah satu penyakit dari dalam jiwa yang berbahaya
karena menyerang hati dan otak, pusat seluruh organ kita. Waspadalah, penyakit
malas secara epidemiologi tidak memandang orang, waktu, dan tempat. Seluruh
golongan umur, tua, muda, anak-anak, remaja dapat terkena penyakit ini. Seluruh
tempat di dunia ini bisa terjangkit wabah malas, kapanpun!
Setiap muslim ada yang mengalami masa semangat
dan ada yang mengalami rasa malas. Namun ada rasa malas yang tercela dan ada
yang masih terpuji. Dan rasa malas yang datang ini sifatnya naluri yang bisa
jadi ditemukan ketika beramal atau ketika kita belajar ilmu diin.
Setiap Orang Bisa Futur (Kendor Semangat)
عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ دَخَلْتُ أَنَا وَيَحْيَى بْنُ جَعْدَةَ عَلَى
رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ الرَّسُولِ قَالَ ذَكَرُوا عِنْدَ رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَوْلاَةً لِبَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ
إِنَّهَا قَامَتِ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ. قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- « لَكِنِّى أَنَا أَنَامُ وَأُصَلِّى وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ
فَمَنِ اقْتَدَى بِى فَهُوَ مِنِّى وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى إِنَّ
لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً ثُمَّ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى بِدْعَةٍ
فَقَدْ ضَلَّ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدِ اهْتَدَى »
Dari Mujahid, ia berkata, aku dan Yahya bin Ja’dah pernah
menemui salah seorang Anshor yang merupakan sahabat Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam, ia berkata, para sahabat Rasul membicarakan bekas budak milik
Bani ‘Abdul Muthollib. Ia berkata bahwa ia biasa shalat malam (tanpa tidur) dan
biasa berpuasa (setiap hari tanpa ada waktu luang untuk tidak puasa). Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pun bersabda, “Akan tetapi aku tidur dan aku shalat
malam. Aku pun puasa, namun ada waktu bagiku untuk tidak berpuasa. Siapa yang
mencontohiku, maka ia termasuk golonganku. Siapa yang benci terhadap ajaranku,
maka ia bukan termasuk golonganku. Setiap amal itu ada masa semangat dan ada
masa malasnya. Siapa yang rasa malasnya malah menjerumuskan pada bid’ah, maka
ia sungguh telah sesat. Namun siapa yang rasa malasnya masih di atas ajaran
Rasul, maka dialah yang mendapat petunjuk.” (HR. Ahmad 5: 409).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ
قُرَيْشٍ فَكَانَ لاَ يَأْتِيهَا كَانَ يَشْغَلُهُ الصَّوْمُ وَالصَّلاَةُ
فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « صُمْ مِنْ كُلِّ
شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ». قَالَ إِنِّى أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَمَا
زَالَ بِهِ حَتَّى قَالَ لَهُ « صُمْ يَوْماً وَأَفْطِرْ يَوْماً ». وَقَالَ لَهُ
« اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِى كُلِّ شَهْرٍ ». قَالَ إِنِّى أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ
ذَلِكَ قَالَ « اقْرَأْهُ فِى كُلِّ خَمْسَ عَشْرَةَ ». قَالَ إِنِّى أُطِيقُ
أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ « اقْرَأْهُ فِى كُلِّ سَبْعٍ ». حَتَّى قَالَ «
اقْرَأْهُ فِى كُلِّ ثَلاَثٍ ». وَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ
لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَةً وَلِكُلِّ شِرَةٍ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ شِرَتُهُ إِلَى
سُنَّتِى فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
»
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa ia telah menikahi
wanita dari Quraisy, namun ia tidaklah mendatanginya (menyetubuhinya) karena
sibuk puasa dan shalat (malam). Lalu ia menceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, “Berpuasalah setiap
bulannya selama tiga hari.” “Aku mampu lebih daripada itu”,
jawabnya. Lalu ia terus menjawab yang sama sampai Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam katakan padanya, “Puasalah sehari dan tidak
berpuasa sehari.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga berkata padanya, “Khatamkanlah Al Qur’an dalam
sebulan sekali.” “Aku mampu lebih daripada itu”, jawabnya. Kalau
begitu kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Khatamkanlah
Al Qur’an setiap 15 hari.” “Aku mampu lebih daripada itu”,
jawabnya. Kalau begitu kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Khatamkanlah
Al Qur’an setiap 7 hari.” Lalu ia terus menjawab yang sama sampai
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Khatamkanlah
setiap 3 hari.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
bersabda, “Ingatlah setiap amalan itu ada masa semangatnya. Siapa yang
semangatnya dalam koridor ajaranku, maka ia sungguh beruntung. Namun siapa yang
sampai futur (malas) hingga keluar dari ajaranku, maka dialah yang binasa.”
(HR. Ahmad 2: 188. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim,
demikian kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
عَنْ جَعْدَةَ بن هُبَيْرَةَ ، قَالَ : ذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْلًى لِبَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يُصَلِّي وَلا
يَنَامُ ، وَيَصُومُ وَلا يُفْطِرُ ، فَقَالَ : ” أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ ،
وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَلِكُلِّ عَمِلٍ شِرَّةٌ ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ ،
فَمَنْ يَكُنْ فَتْرَتُهُ إِلَى السُّنَّةِ ، فَقَدِ اهْتَدَى ، وَمَنْ يَكُ إِلَى
غَيْرِ ذَلِكَ ، فَقَدْ ضَلَّ “.
Dari Ja’dah bin Hubairah, ia berkata bahwa disebutkan pada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai bekas budak
milik Bani ‘Abdul Muthollib, ia shalat (malam) namun tidak tidur. Ia puasa
setiap hari, tidak ada waktu kosong untuk tidak puasa. Lalu Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku sendiri shalat (malam) namun aku
tetap tidur. Aku puasa, namun lain waktu aku tidak berpuasa. Ingatlah, setiap
amal itu pasti ada masa semangatnya. Dan setiap masa semangat itu pasti ada
masa futur (malasnya). Barangsiapa yang kemalasannya masih dalam sunnah
(petunjuk) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, maka dia berada dalam petunjuk.
Namun barangsiapa yang keluar dari petunjuk tersebut, sungguh dia telah
menyimpang.” (HR. Thobroni dalam Al Mu’jam Al Kabir 2:
284. Ja’dah bin Hubairah dalam riwayat ini diperselisihkan apakah
ia seorang sahabat. Riwayat ini mursal sebagaimana ta’liq atau
komentar Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam musnad
Imam Ahmad 5: 409)
Beberapa riwayat di atas menunjukkan bahwa setiap orang akan
semangat dalam sesuatu, dan waktu ia kendor semangatnya. Dan di antara sebab
mudah futur (malas dalam ibadah) adalah karena terlalu berlebihan dalam suatu
amalan. Sehingga sikap yang bagus adalah pertengahan dalam amalan atau belajar,
tidak meremehkan dan tidak berlebihan.
Demikianlah penjelasan yang bisa saya
sampaikan mengenai datangnya sifat malas yang bisa datang setiap saat. Semoga dengan
penjelasan di atas, kita dapat menjauhkan diri kita dari rasa malas kita yang
dapat menganggu kegiatan kita dalam menjalankan aktivitas sehari – hari.
Sumber :
Hidayatullah.com
0 Response to "Datangnya Rasa Malas"
Post a Comment