Orang tua (kedua Ibu dan Bapak) adalah salah satu sarana Anda
untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Derajat mereka tinggi disisi Allah.
Doa mereka di dengar dan dikabulkan jika menyangkut kita (anaknya).
Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah SWT yang ada di
bawah ini :
yang artinya :
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
yang artinya :
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
ini adalah pelajaran yang mesti
diketahui setiap orang tua. Doa mereka sungguh ajaib jika itu ditujukan pada
anak-anak mereka. Jika ortu ingin anaknya menjadi sholeh dan baik, maka
doakanlah mereka karena doa ortu adalah doa yang mudah diijabahi. Namun ingat
sebenarnya doa yang dimaksudkan di sini mencakup doa baik dan buruk dari orang
tua pada anaknya. Jika ortu mendoakan jelek pada anaknya, maka itu pun akan
terkabulkan. Sehingga ortu mesti hati-hati dalam mendoakan anak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ
فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa yang mustajab yang
tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan
doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud no. 1536. Syaikh Al Albani
katakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ
الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
“Tidak doa yang tidak tertolak
yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.”
(HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani
mengatakan hadits inishahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1797). Dalam dua hadits ini
disebutkan umum, artinya mencakup doa orang tua yang berisi kebaikan atau
kejelekan pada anaknya.
Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ
شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ
الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ
“Tiga doa yang mustajab yang
tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian
(safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu Majah no.
3862. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Riwayat ini menyebutkan bahwa doa baik
orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab.
Muhammad bin Isma’il Al Bukhari membawakan dalam kitab Al Adabul Mufrod beberapa riwayat mengenai doa orang tua.
Di antara riwayat tersbeut, Abu Hurairah berkata, ”Nabishallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ
شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ
الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا
“Ada tiga jenis doa yang
mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa
orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.”(Diriwayatkan
oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 32. Dikatakan hasan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod no. 24). Hadits ini menunjukkan bahwa
doa jelek orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab. Hal itu dibuktikan
dalam kisah Juraij berikut ini. Kisah ini menunjukkan bahwa doa jelek ibunya
pada Juraij terkabul. Kisah ini dibawakan pula oleh Al Bukhari dalam Al Adabul
Mufrod.
Abu Hurairah berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي
مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ
جُرِيْجٍ” قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ
جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ
يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ
الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ:
يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي
وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ،
فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ
صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ
صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ!
حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ
بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ[1]. فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ:
أَصَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ
وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ وَقَعَتْ.
فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ، فَمَرَّ بِهِ
عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي
النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ:
تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ.
قَالَ: أَيْنَ هَذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ
عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ:
أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ:
لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا
الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ، أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي،
ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ
“Tidak ada bayi yang dapat
berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan Juraij” Lalu ada yang bertanya, ”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?”. Beliau
lalu bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah
peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang
penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya
dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum
dengannya).
(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan
memanggilnya ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu
bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilanibuku atau
meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil
untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku
atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali
ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia
tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya
berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu
dipertontonkan di depan para pelacur?”[2] Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.[3]
Wanita yang menemui penggembala
tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak[4]. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut,
”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij?”, jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang
tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. Raja berkata,
”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang lalu
menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan
tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di tengah
perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur.[5] Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut
melihat Juraij yang berada di antara manusia.
Raja lalu bertanya padanya,
“Siapa ini menurutmu?”. Juraij balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata,
“Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.”
Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”, jawab wanita
itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab,
“(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi
itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”
Kontan sang raja berkata,
“Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas.”
Juraij menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?” lanjut sang raja.
“Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?”, tanya
sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti semula.” Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau
tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu
terkabulnya do’a ibuku terhadap diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.” (Diriwayatkan
oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 33. Dikatakan shahih oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod no. 25). Lihat [Bukhari:
60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab ”Wadzkur fil kitabi Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al
Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]
Maka sungguh amat bahaya jika keluar dari lisan orang tua doa
jelek pada anaknya sendiri karena doa seperti itu bisa terkabul sebagaimana
dapat kita lihat dalam kisah Juraij di atas. Yang terbaik, hendaklah orang tua
mendoakan anaknya dalam kebaikan dan moga anaknya menjadi sholeh serta berada
di jalan yang lurus. Ketika marah karena kenakalan anaknya, hendaklah amarah
tersebut ditahan. Ingatlah sekali lagi bahwa di saat marah lalu keluar doa
jelek dari lisan ortu, maka bisa jadi doa jelek itu terwujud.
Hendaklah orang tua mencontoh para nabi dan orang sholeh yang
selalu mendoakan kebaikan pada anak keturunannya. Lihatlah contoh Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam di mana
beliau berdoa,
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن
ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan
anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan Kami,
perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ
آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri
ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada
menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
Lihatlah sifat ‘ibadurrahman (hamba
Allah) yang berdoa,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا
مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata:
“Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa.” (QS. Al Furqan: 74)
Moga Allah memperkenankan doa kita sebagai orang tua yang
berisi kebaikan kepada anak-anak kita. Moga anak-anak kita berada dalam
kebaikan dan terus berada dalam bimbingan Allah di jalan yang lurus. Jika kita
sebagai anak, janganlah sampai durhaka pada orang tua. Banyak-banyaklah berbuat
baik pada mereka, sehingga kita pun akan didoakan oleh bapak dan ibu kita.
Nah. Beberapa Firman Allah dan
Hadits di atas cukuplah menjadi dasar bagi Anda dan Kita semua untuk meminta
doa kepada orang tua untuk kebaikan kita dan untuk apapun keperluan kita.
Sumber : rumayso.com
0 Response to "Doa Orang Tua adalah Doa yang Mustajab"
Post a Comment