Sudahkah Saya Menjadi Orangtua yang Baik?


Saat menonton televisi, saya menyaksikan fenomena yang sungguh memprihatinkan. Banyak berita mengenai kejadian yang menimpa anak-anak kita di negeri ini. Menghindari nonton televisi, eh saya tetap nemu berita yang sama di twitter dan facebook.

Kekerasan yang terjadi pada anak sebenarnya bukan hanya kekerasan fisik semata, melainkan juga kekerasan mental. Yang menjadi beban pikiran saya, jangan-jangan selama ini tanpa kita sadari, kita selaku orang tua juga melakukan Kekerasa Mental pada anak-anak kita. Kekerasan mental dan fisik pada anak dapat melahirkan trauma yang mendalam yang dapat sangat memengaruhi kehidupan anak, termasuk bagaimana perilakunya terhadap keluarganya, karier, dan teman-temannya.

Selaku orang tua, mari kita bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya melakukan kekerasan mental pada anak saya?”
“Sudahkah saya menjadi orangtua yang baik?”
Hal ini saya lakukan terhadap diri saya ketika membantu menulis buku Brain Genetic Potential. Saya benar-benar bersyukur bahwa Allah memberikan saya kesempatan selalu untuk belajar dan mengevaluasi diri pada setiap buku yang saya kerjakan selaku co-writer.

Bulan Januari tepatnya saya mulai menulis buku ini dan melakukan Cheklist terhadap diri saya dengan jawaban Yes or No:

1. Apakah anak saya tidak malas/semangat/tidak membantah bila diminta mengerjakan tugas-tugas di rumah maupun sekolah?
2. Apakah saya sudah menyediakan dan memfasilitasi kebutuhannya?
3. Apakah saya sudah bisa membuatnya bersemangat kembali saat ia down/merasa gagal?
4. Apakah saya sudah tahu mesin kecerdasan atau potensi unggulan yang dimiliki secara genetis pada dirinya dan mengarahkannya?
5. Apakah saya sudah tahu passion anak yang bila ia melakukan itu ia gembira?

Ternyata saya masih belum menjadi orang tua yang baik karena jawaban pada checklist itu berisi No semua. Di bulan itu juga saya berangkat Umroh dengan membawa sejumlah permohonan kepada Yang Mahakuasa untuk memberikan saya kekuatan menjadi seorang ibu yang baik, memberi saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan sehingga mampu menjadikan anak menjadi seorang yang layak sebagai penghuni surga kelak.

Sepulang dari Umroh itu saya mulai belajar sambil menulis buku Brain Genetic Potential. Saya membaca banyak buku, artikel, diskusi, hingga video tentang parenting.

Beberapa tulisan pun saya komunikasikan dengan suami dan anak. Saya juga mengajak anak saya berbicara dari hari ke hari secara intens. Secara singkat, saya merancang tema pembicaraan kami setiap harinya dengan kalimat semacam ini: “Ayo kita cari potensi unggul yang kamu miliki, hal apa yang kamu sukai, sehingga akan membuat kamu menjadi orang hebat. Mau? Kita akan jadi satu tim. kami akan men-support kamu, mau?

Lalu saya ajak dia mendata berbagai hal seperti apa hobinya, apa cita-citanya, hal apa yang bisa dilakukan untuk mencapainya.

Langkah tersebut kami sederhanakan dalam sebuah resolusi kecil yang dipresentasikannya dalam 4ON (visiON, ActiON, PassiON, ClollaboratiON).

Berikutnya, kami memetakan Potensi Genetiknya melalui Tes STIFIn dan diselaraskan dengan tindakan di lapangan. Melalui action mengikuti berbagai seminar, training, kompetisi, mencari bahan komunikasi, melibatkan expert, serta mempraktikkan langsung dalam miniatur kegiatan, dia mulai menemukan “branding” diri yang sesuai dengan Brain Genetic Potential-nya .

Berhari-hari kegiatan kami semakin mengerucut. Anak saya ajak berdialog terus menerus sembari memetakan mana action yang selaras mana yang tidak.

Saya serius melakukannya seolah seorang coach yang melatih kader. Di pikiran saya, mengapa di pekerjaan saya serius membuat berbagai macam upaya agar usaha maju berkembang, tetapi tidak pada anak?

Hingga hari ini saya menemukan banyak keajaiban. Perubahan yang demikian pesat, hidupnya menjadi lebih enjoy. Ia melakukan banyak hal yang dulu suka dibantahnya dengan penuh kekesalan, sekarang dilakukannya dengan senyum dan semangat. Kemajuan-kemajuan mental yang tidak instan, tetapi saya yakin akan dapat dinikmati hasilnya kelak.

Bismillah, doa saya, semoga belum terlambat bagi saya dan Anda untuk memperbaiki diri menjadi orang tua hebat untuk anak-anak yang hebat.
Salam Hangat,

@SofieBeatrix
www. AsaMediaMu .com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sudahkah Saya Menjadi Orangtua yang Baik?"

Post a Comment