Khandaq itu melegenda. Mulanya, muslimin akan dijepit oleh musuh dari dua kubu. Pasukan Ahzab yang terdiri dari kafir Quraisy dan kabilah-kabilah Ghatafan dari luar, serta Yahudi Madinah dari dalam. Dalam peta makar musuh, muslimin sudah pasti kalah. Muhammad mulia dan sahabat-sahabatnya akan hancur. Maka, monumentallah seorang Salman al-Farisi, sang pencari kebenaran dari Persia. Mulanya ia hanya penjaga api sesembahan, lantas berkelana hingga melewati Mosul, Asibin, Amuria dan sampailah di tanah diantara bebatuan hitam yang ditumbuhi kurma (Madinah).
Kemudian, Perang Parit (Khandaq) adalah bukti kecemerlangannya. Sebelum laga, ia mengelilingi kota bersama para mujahid lainnya. Hingga timbullah ide yang kemudian disampaikan kepada Nabi.
Nabi pun menerima usul brilian sang pencari kebenaran itu. Dibuatlah parit. sebuah strategi sangat baru yang belum pernah dijumpai dalam sejarah peperangan bangsa Quraisy. Maka, Salman, Nabi dan seluruh Mujahidin Madinah bersinergi padu dalam ketaqwaan guna mempertahankan tegak tingginya kalimat Allah di muka bumi.
Tentu, bukan hal yang mudah untuk menggali parit sedalam 3 sampai 4 meter dengan lebar 4 meter dan panjang 2000an meter di tengah terik kota Madinah. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Syeikh Safiyurrahman al-Mubarokfuri bahwa kaum muslimin menahan lapar di siang hari itu. Banyak diantara mereka yang mengganjal perut dengan batu untuk menahan lapar. Bahkan, Rasulullah menggunakan dua batu untuk mengganjal perut beliau. Dalam pembuatan parit itu, setiap sepuluh sahabat (pasukan) ditugaskan untuk menggali parit sepanjang 40 hasta atau sekitar 18 meter lebih.
Dalam proses penggalian itu, ditemukan banyak tanda kenabian. Diantaranya, makanan sedikit yang bisa dinikmati oleh banyak kaum muslimin, dan kejadian itu terulang berkali-kali, juga ciri kekuatan yang dimiliki oleh Rasulullah dan sahabatnya. Sehingga, ketika ada batu besar yang menghalangi proses pembuatan parit, Rasulullah langsung turun tangan dan berhasil memecahkan batu itu dalam tiga kali pukulan. Dalam tiga kali itu pula, Rasulullah mengabarkan bahwa kelak, Islam akan menguasai Persi, Romawi dan negara-negara lainnya.
Terkait jumlah musuh dalam perang ini, ada perbedaan pendapat. Dalam kitab Rokhiqul Makhtum disebutkan bahwa jumlah pasukan musuh ada 10.000 pasukan yang terdiri dari 4.000 pasukan pimpinan Abu Sufyan dan 6.000 pasukan yang merupakan gabungan dari berbagai macam suku Quraisy. Sedangkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya 60 Karakteristik Sahabat Nabi, menerangkan bahwa jumlah musuh dalam perang itu ada 24.000 pasukan.
Di awal, musuh telah membuat makar, tapi mereka tidak tahu bahwa yang terbaik makarnya adalah Allah. Dalam berbulan-bulan pasukan penyerbu yang dikomandoi oleh Abu Sufyan itu tak bisa menembus Madinah. Mereka bertahan berbulan-bulan di padang pasir untuk mencari celah dan mengawasi kaum Muslimin. Sampai akhirnya, ketika keadaan mereka sudah payah yang bertambah-tambah, Allah menurunkan angin topan untuk meluluhlantakkan mereka.
Musuh pergi. Takbir bergemuruh. Kini, ketika masa itu telah berlalu lebih dari 1400 tahun lamanya, Salman masih abadi dalam ingatan para pecinta kebenaran.Salman dan paritnya adalah inspirasi bagi siapapun yang mau berpikir. Ia telah menghadirkan sebuah ide yang sangat kreatif yang belum pernah ada sebelumnya.
Bagi kita, kisah ini adalah sumber inspirasi untuk menggapai sukses, dunia dan terlebih lagi akhirat. Pertama, kreatif. Ini adalah barang langka. Tidak semua orang bisa memiliki sifat ini. Jikapun ada, tidak semua jenis kekreatifan diarahkan untuk kemajuan Islam. Dari sejarah Khandaq, kita bisa menyimpulkan bahwa sifat kreatif yang dimiliki oleh Salman, didapat karena pengalamannya selama ini di Persia. Di mana intensitasnya dalam mengikuti peperangan, membuat dia mengetahui berbagai macam jenis strategi.
Pada Salman, kreatif ini juga didapat karena kedekatannya kepada Allah. Bukan sekedar ambisi pribadi untuk mengeruk rampasan perang, atau niat remeh lainnya. Salman, telah meluruskan niat. Dan Allah, tak mungkin mengingkari janji. Idenya cemerlang, terbukti keberhasilannya dan dikenang sejarah,hingga kini dan kelak sampai akhir zaman.
Kreatif ini pulalah yang mesti kita upayakan. Bukan sekedar menghasilkan pundi-pundi kekayaan duniawi, tetapi bisa digunakan untuk mengumpulkan pahala sebanyak mungkin guna kehidupan kita di akhirat kelak.
Kedua, kuat. Mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dan RasulNya dibanding mukmin yang lemah. Sehingga, dalam tarbiyah Rasulullah, bukan hanya melatih aspek ruh maupun fikir, tapi juga fisik. Karena fisik, adalah kendaraan bagi ruh dan fikir.
Kekuatan ini pula yang harus dimiliki oleh setiap kaum muslimin, karena mereka adalah pejuang Allah di muka bumi ini. Sehingga, dalam agenda masing-masing kita, ketika kesuksesan dunia dan akhirat adalah sesuatu yang diidamkan, maka sudah selayaknya setiap diri memerhatikan apa yang harus dilakukan untuk menggapai kekuatan ini. Karena sehat saja tidak cukup, harus disertai dengan kuat agar tugas-tugas dakwah bisa dilakukan dengan gemilang, tanpa banyak alasan sakit, lelah dan sejenisnya.
Ketiga, visioner. Inilah faktor ketiga yang merupakan kunci kesuksesan seseorang muslim. Visioner adalah meluruskan pandangan jauh ke akhirat. Sehingga, setiap amal yang dilakukan, tidak hanya berorientasi dunia, tapi lebih mengutamakan manfaat akhirat, dalam segala bidang.
Bagi seorang santri atau murid, ia tidak hanya belajar untuk mendapat nilai dari guru. Tapi diniati tulus sebagai ibadah, sungguh-sungguh agar berbuah surga, dan bermanfaat untuk umat meskipun dirinya kelak telah tiada.
Jika kemudian menjadi pengusaha muslim adalah menjadi impian, maka itu juga digunakan untuk menumpuk pundi-pundi amal shalih guna kehidupan selepas mati. Bukan sekedar bisnis untuk rupiah, atau asesoris dunia lainnya, tapi mengutamakan orientasi akhirat.Agar setiap rupiah yang dihasilkan bisa bermanfaat untuk umat, agar setiap transaksi dan kemanfaatan yang dihasilkan semakin mendekatkan dirinya dengan Allah, dan menjadi sarana baginya kelak untuk memasuki surga.
Akhirnya, Salman dan Khandaq memang kisah, yang bisa jadi, tak akan mungkin terulang secara detail. Karena sejarah, bukan sekedar catatan tentang angka atau tempat. Ia adalah sebuah cara agar kita bisa mengambil hikmah, agar kita bisa menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Jika Salman dan seluruh pasukan Khandaq adalah generasi terbaik, sehingga kita tak mungkin bisa menjadi lebih baik dari mereka, maka meneladani mereka sesuai batas kemampuan kita adalah hal yang paling mungkin untuk kita lakukan.
Semoga kita, tak akan lelah, hingga menyejarah. Semoga, kita tak akan puas untuk melakukan istirahat, hingga kelak menjejak surga. Aamiin. [Dimuat dalam buku Berkaca Pada Jiwa, Dar Insyirah, 2014](bersamadakwah)
0 Response to "3 Teladan Kesuksesan dari Perang Khandaq "
Post a Comment