Beliau pun mengarahkan wajahnya ke langit karena mengharapkan hal itu, hingga Allah menurunkan padanya ayat,
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
{QS. Al-Baqoroh: 144.}
Hali itu terjadi setelah 16 bulan sejak kedatangan Nabi di Madinah dua bulan sebelum perang badar. {Ibnu Sa’d (I/186). Lihat At-Tirmidzi (2962) dalam At-Tafsir, Bab “Wamin Suroh Al-Baqoroh”, ia mengatakan hasan shohih.}
Dalam menentukan kiblat ke arah Baitul Maqdis, kemudian merubahnya ke arah Ka’bah, Allah memiliki berbagai hikmah yang besar, dan sebagai ujian bagi kaum Muslimin, orang-orang musyrik, yahudi, dan kaum munafiq.
ADAPUN KAUM MUSLIMIN, maka mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami patuh,” serta mengatakan,
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا
“Kami beriman dengannya, semuanya itu dari sisi Robb kami.”
{QS. Ali Imron: 7.}
Mereke itulah orang-orang yang diberi hdayah oleh Allah, dan itu bukanlah suatu yang berat atas mereka.
ADAPUN KAUM MUSYRIK, maka mereka mengatakan, “Sebagaimana mereka kembali ke kiblat kami, maka mereka sebentar lagi akan kembali kepada agama kami. Tidaklah ia kembali kepadanya melainkan bahwa itu (agama kami) adalah kebenaran.”
Mereka menganggap bahwa Allah memindahkan arah kiblat ke ka’bah sebagai angin segar untuk membenarkan agama syirik mereka yang menyembah berhala. Dan sikap mereka ini menambah kekufuran mereka dan kesombongan mereka. Padahal Allah menetapkannya sebagai ujian mana yang beriman dan bersegera menjawab seruan kebenaran.
ADAPUN ORANG-ORANG YAHUDI, maka mereka mengatakan, “Ia menyelisihi kiblat para Nabi sebelumnya. Seandainya ia seorang Nabi, niscaya ia akan sholat menghadap ke kiblat para Nabi.”
Momen ini mereka jadikan kesempatan paling tepat untuk semakin mendustakan kenabian Muhammad shollallaahu ‘alayhi wa’alaa aalihi wasallam yang memang telah mereka dustakan karena bukan dari golongan mereka Bani Isro’il. Namun sekali lagi, tidaklah Allah menetapkannya melainkan sebagai ujian bagi mereka, mana yang beriman dan bersegera menjawab seruan kebenaran dan mana yang mereka congkak lagi kufur.
SEDANGKAN KAUM MUNAFIQ, maka mereka mengatakan, “Muhammad tidak tahu ke mana akan menghadap. Jika yang pertama (Baitul Maqdis) adalah kebenaran, maka sesungguhnya ia telah meninggalkan kebenaran. Jika yang kedua adalah kebenaran, maka sesungguhnya selama ini ia berada di atas kebathilan.”
Lihatlah komentar dari orang-orang munafiq ini, komentar yang paling “nyelekit” dan paling berisi syubhat. Begitulah orang munafiq selalu meragukan dan membuat manusia ragu akan kebenaran Islam. Mereka menganggap Nabi Muhammad adalah seorang yang selalu berada di atas kebathilan, dan perkataan mereka jauh lebih keji.
Selain itu, cukup banyak celotehan orang-orang bodoh. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah,
وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
“Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.”
{QS. Al-Baqoroh: 143.}
Itulah ujian dari Allah yang diujikan kepada para hambaNya, agar Dia melihat siapa di antara mereka yang mengikuti Rosul dan siapa yang berbalik ke belakang.
{Zaadul Ma’ad (III/66-67).}
[Dikutip (dengan sedikit edit & tambahan) dari “Jaami’us Siiroh” Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah, penyusun; Yusri Sayyid Muhammad. Edisi terjemah “Sejarah Hidup Nabi Muhammad dan Para Shahabat”, Penerbit Daar An-Naba’, hal.56-58, penerjemah; Al-Ustadz Izzudin Karimi.]
0 Response to "Kisah Perubahan Arah Kiblat Dari Baitul Maqdis Ke Ka’bah."
Post a Comment