Garang dan Haus Darah, Komunisme tak Laku lagi di Pasar Pemikiran Dunia

H. Taufiq Ismail
Penyair dan Sastrawan

Mengapa Komunis akhirnya hancur lebur dan sekarang tinggal sasa-sisanya seperti  Korea Utara dan Kuba, sementara China dan Vietnam telah menjadi Kapitalis ?

Setelah merajalela dengan gegap-gempita tiga-perempat abad lamanya di lima benua, dan mendapat perlawanan di mana-mana, akhirnya pada tahun 1991 lalu secara dramatis negara-negara pendukungnya yang menganut Marxisme-Leninisme-Maoisme roboh berturut-turut seperti rumah-rumahan kartu domino ditiup kipas angin.
Karena garang dan haus darahnya, ideologi ini kini tidak laku lagi di pasar pemikiran dunia. Pada awalnya wajah ideologi ini tampil sebagai pembela tani dan buruh yang simpatik, menangkal kemiskinan dan anti kezaliman. Tapi dalam jangka panjang pelaksanaan ternyata Marxis-Leninis ini bermuka banyak, pendusta, brutal, kejam dan serakah. Pada 24 negara tempat Marxis-Leninis berhasil merebut kekuasaan, petinggi-petinggi komunis ini tanpa malu ternyata sama saja serakahnya dengan penguasa sebelumnya.

Di negara-negara komunis itu, karena represi dan tak satu pun ekonominya makmur, selama setengah abad sebanyak 35.000.000 rakyatnya melarikan diri ke luar negeri, mengungsi ke negara-negara Eropa Barat dan Amerika. Bayangkan: 35.000.000 manusia meninggalkan negeri sendiri karena tak tahan ditindas komunisme.

Bagaimana dengan Partai Komunis Indonesia yang tiga kali gagal merebut kekuasaan di Indonesia ?

Di seluruh dunia selama 69 tahun (1918-1987) geng Palu Arit melakukan perebutan kekuasaan dengan kekerasan dan menumpahkan darah di 75 negara, negara bagian, pulau dan kota. Marxis-Leninis-Maois berhasil di 24 negara, gagal pada selebihnya. Di dunia komunis, PKI yang paling banyak melakukan kudeta, yaitu tiga kali pada tahun 1926, 1948 dan 1965. Ketiga-tiganya gagal.

Pimpinan PKI salah besar memutuskan berontak tahun 1926. Tan Malaka sebagai pimpinan tertinggi tidak setuju (ketika itu dia dalam pelarian di Bangkok), karena dalam perhitungannya dalam waktu  pendek pemberontakan itu akan gagal. Tan Malaka betul. Akhirnya dia keluar dari PKI dan membentuk Partai Murba.

Pemberontakan petani di Sumatera Barat dan Jawa Tengah itu digilas. Ratusan petani ditangkapi, banyak tokoh dibuang ke Digul. Musso, pimpinan tertinggi, melarikan diri ke Moskow. Dia tak pernah mempertanggung-jawabkan kegagalannya memimpin pemberontakan yang banyak menelan korban itu, dan dia tak merasa perlu minta maaf kepada rakyat, yang telah jadi korban salah besar perhitungan mereka dalam berontak. Dia kembali ke Indonesia 22 tahun kemudian, berontak lagi di Madiun dan memproklamasikan Republik Soviet Indonesia (1948), lalu meninggal.

Bagaimana peranan PKI dalam pemberontakan tahun 1965 ?

Mengamati sejarah 30 September 1965 tak mungkin lepas dari 18 September 1948. Memisahkan pembicaraan antara keduanya adalah a-historikal. Menceraikan Republik Soviet Indonesia yang diproklamirkan Musso dalam pemberontakan PKI 1948 di Madiun dari Dewan Revolusi 1965 gagasan Aidit dengan Biro Khususnya (yang gagal karena kudetanya ceroboh), juga a-historikal atau rabun sejarah.

Gugup karena pada 30 September  malam 1965 Jenderal AH Nasution tak berhasil dibunuh anak buahnya sehingga rencana selanjutnya Dewan Revolusi menguasai Indonesia berantakan, DN Aidit melarikan diri ke Yogya. Kudeta rancangan Biro Khusus yang dipimpinnya telah dilaksanakan secara ceroboh. PKI yang merasa di atas angin selama masa Demokrasi Terpimpin, merasa pasti akan sukses kudeta dengan taktik menyusupkan kadernya, Letkol Untung menjadi Komandan Tjakrabirawa. Apalagi waktu itu PKI adalah partai terkaya di Indonesia, gemuk kekenyangan dana berlimpah-ruah melalui komunitas bisnis Cina lewat Konsulat RRC dan Bank of China (lihat Kahin, dalam Abidin & Lopa: 1970).

Pada Minggu Aidit lari ke Yogya, tersiarlah berita ke daerah-daerah bahwa pembunuhan 6 Jenderal TNI itu dilaksanakan oleh PKI, dan respons dari Jawa Timur dan Jawa Tengah: dahului membabat PKI dari pada didahului. Terjadilah pertumpahan darah itu. Yang memulai ini PKI.

Apakah masyarakat yang menjadi korban keganasan PKI masih trauma dengan pemberontakan 1948 dan 1965 ?

Kekejaman-kebuasan-keganasan Pengkhianatan PKI di Madiun 1948 itu masih melekat dalam kenangan traumatik penduduk Takeran, Gorang Gareng, Soco, Cigrok, Magetan, Dungus, Kresek dan sekitarnya. Pada hari pertama sesudah proklamasi Republik Soviet Indonesia di Madiun oleh Musso, 19 September 1948, pasukan pro-PKI menangkapi Kyai, Alim Ulama dan Pamong Praja Kota Madiun, kemudian berpuluh-puluh mereka digiring ke luar kota.

Di batas kota telah digali blumbang,  lubang kuburan terbuka besar, dan mereka dibantai di sana. Kebiadaban PKI di blumbang ini melekat dalam ingatan rakyat Jawa Timur, yang 17 tahun kemudian menjadi sebab rakyat bergerak mendahului PKI di bulan Oktober 1965, setelah mendengar bahwa yang secara pengecut dan biadab membunuh 6 Jenderal TNI yang berjasa besar di zaman revolusi memerdekaan Indonesia itu adalah kaki tangan PKI. Karena ada sebab, maka terjadilah akibat.

Begitu pula ketika PKI meneror di Delanggu, Kanigoro, Bandar Betsy dan daerah lain dalam pemanasan pra-Gestapu/PKI, dengan klimaks pembunuhan secara pengecut di Jakarta terhadap 6 jenderal pada 30 September 1965, penduduk Jawa Timur masih ingat apa yang terjadi 17 tahun sebelumnya dan mereka cepat bergerak mendahului PKI. Terjadilah tragedi berdarah itu. Yang memulai ini PKI. Karena ada sebab, terjadilah akibat.

[Abdul Halim}

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Garang dan Haus Darah, Komunisme tak Laku lagi di Pasar Pemikiran Dunia"

Post a Comment