Ada beberapa cabang Hizbullah di Negara Teluk dan Semenanjung Arab. Semuanya berada dalam satu aqidah dan manhaj yang sama. Syiah Rafidhah. Mereka tersebar di Bahrain, Hijaz (Saudi Arabia), Kuwait dan Yaman.
Dikarenakan panjangnya pokok bahasan, maka pada tulisan ini akan kami ceritakan gerakan Syiah Hizbullah satu persatu, diawali dengan apa yang terjadi di Bahrain terlebih dahulu.
Hizbullah Bahrain
Bersamaan dengan awal kemenangan revolusi Syiah di Iran, didirikan beberapa kelompok di luar negeri yang berafiliasi dengan rezim Iran. Hal itu dalam rangka memperluas pengaruh Iran melalui Syiah di berbagai wilayah.
Di Bahrain, kepercayaan untuk pengawasan sepenuhnya diserahkan kepada al-Hadi Al-Mudarrisi untuk mendirikan ‘Front Islam untuk Pembebasan Bahrain’. Pengendalinya adalah Teheran.
Pada awalnya kelompok ini mengeluarkan pernyataan yang menguraikan tujuan-tujuannya, yaitu sebagai berikut:
1. Menggulingkan pemerintahan Alu Khalifah.
2. Mendirikan organisasi Syiah yang sesuai dengan konsep revolusi Khomeini di Iran.
3. Mewujudkan kemerdekaan negara itu dari Dewan Kerjasama Negara-Negara Teluk, dan menjalin kerjasama dengan Republik Iran.
Front tersebut mengeluarkan sejumlah majalah dari Iran, seperti: Asy-Syi’buts Tsair, Tsaurah Risalah dan lain-lain. Orang yang menjadi penanggung jawab dari Departemen Informasi tersebut adalah Isa Marhun.
“Ash-Shunduq Al-Husaini Al-Ijtima’i” (Kotak Amal Sosial Husaini) adalah merupakan salah satu dasar dan titik tolak dari Front ini.
Pada akhir tahun 1979, Syiah melakukan konsolidasi dengan Front Islam untuk Pembebasan Bahrain. Hal itu dilakukan dengan cara menggalang demonstrasi-demonstrasi yang bersamaan dengan demonstrasi Syiah Saudi di Qathif. Setelah ruang gerak mereka menjadi sempit, Front menculik salah seorang kepala agen intelijen Bahrain. Setelah itu pemerintah mempersempit lagi ruang gerak mereka dan menangkap sejumlah anggota Front.
Setelah itu, Front berhenti beraktifitas untuk sementara waktu. Mereka mulai mempersiapkan kudeta di waktu yang akan datang. Hal itu dilakukan dengan cara menyelundupkan senjata ke Bahrain. Pada bulan Desember 1981, Front yang dipimpin oleh Mohammad Taqi Al Mudarisi melaksanakan upaya kudeta terhadap pemerintah, hanya saja mereka mengalami kegagalan pada proses ini. Pemerintah Bahrain menangkap 73 terdakwa dan juga pihak yang membantu kudeta tersebut secara tidak langsung.
Pada pertengahan tahun 1980-an para pemimpin ‘Front Islam untuk Pembebasan Bahrain’ mengadakan pertemuan dengan pejabat intelijen Iran. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa pembentukan sayap militer Front, dengan nama Hizbullah Bahrain.
Pada awal munculnya pergerakan ini, ditugasi Syaikh Mohammad Ali Mahfouz, Sekretaris Jenderal Front Islam untuk Pembebasan Bahrain, untuk merekrut tiga ribu warga Syiah Bahrain untuk menjadi Hizbullah Bahrain dan melatih mereka di Iran dan Lebanon. Pemimpin Pergerakan ini adalah Abdul Ameer Al-Jumari, dan sekarang penggantinya adalah Ali Salman.
Seperti halnya Hadi Al Mudarrisi, sang pemimpin ‘Front Islam untuk Pembebasan Bahrain’, yang berperan sebagai instruktur dan pendukung dana untuk Hizbullah. Demikian juga Mohammad Taqi Al Mudarrisi. Dia memiliki peran yang signifikan dalam pengawasan dan dukungan logistik terhadap Pergerakan ini.
Hizbullah Bahrain mulai membuat perencanaan dan program untuk menimbulkan perpecahan dan revolusi di negara tersebut. Mereka juga mulai menguasai dan mengontrol beberapa daerah dan fasilitas penting.
Tujuan pertama Hizbullah ini adalah mengkudeta terhadap sistem yang ada dalam rangka untuk mengganti dengan sistem baru yang pro-rezim Safawi Syiah Iran. Hal ini ditegaskan dengan apa yang dikatakan Ayatollah Rohani: “Bahrain adalah pengikut Iran. Bahrain merupakan bagian dari Republik Islam Iran”.
Di antara program yang paling menonjol dari Hizbullah ini, adalah apa yang telah dilaksanakannya pada tahun 1994 yaitu berupa aksi revolusi, demonstrasi dan aksi kerusuhan. Mereka mengatasnamakan kegiatan tersebut dengan nama yang berbeda, misalnya: Organisasi Amal Al Mubasyir, Pergerakan Pembebasan Bahrain, Organisasi Al Wathan As-Shalib, tapi sebenarnya semuanya adalah di bawah satu nama yaitu Hizbullah Bahrain.
Semua nama-nama ini menyatu dalam sebuah Pergerakan baru dengan nama Jam’iyyah Al-Wifaq Al-Wathani Al-Islamiyyah (Lembaga Islam untuk Rekonsiliasi Tanah Air), yang dipimpin oleh Ali Salman selain memusatkan perhatian yang lebih terhadap politik dan media, mereka juga semakin mengintensifkan kegiatan militer dan keorganisasian, yang selanjutnya dipegang sayap militer Pergerakan ini dengan nama Hizbullah Bahrain.
Nama lain dari Hizbullah Ini adalah Harakah Ahrar Bahrain (Pergerakan Pembebasan Bahrain). Mereka menerbitkan buletin bulanan yang diterbitkan pada awalnya di London dengan nama Shautul Bahrain (Suara Bahrain). Dimuat di dalamnya tuntutan-tuntutan, visi misi dan kegiatannya. Menyebarkan berita dalam media tersebut. Pergerakan ini mendapatkan dukungan dana dari beberapa organisasi asing yang anti Islam. Dalam satu laporannya diperkirakan subsidi yang telah diterima dari hasil siaran mereka di London, dalam acara Mimbar Bahrain diperoleh dana lebih dari 80 ribu dolar (Rp 771.840.000, kurs pada 14 Feb 2013).
Hizbullah Bahrain berusaha untuk menempuh jalan dengan nama: “Pergerakan Pembebasan Bahrain”, sebuah pergerakan yang mempunyai tuntutan politik perdamaian, sehingga sayap militer mereka melakukan peran-perannya sesuai dengan keinginannya.
Tokoh penanggung jawab yang paling menonjol pada Pergerakan Pembebasan Bahrain ini adalah Sa’id Al-Shihabi, Majeed Al Alawi dan Manshur Al-Jumari.
Pada tahun 1996, Bahrain menyaksikan insiden lain yang memilukan berupa pembunuhan, pembakaran dan pengrusakan. Mereka menyusun programnya di Iran dan melakukannya di Bahrain.
Pada tanggal 14 Maret 1996, Hizbullah Bahrain membakar restoran di daerah Sutrah Wadiyan dan membunuh tujuh turis dari Asia. Itu adalah sebuah peristiwa yang menunjukkan betapa besarnya kedengkian dan kekejian mereka guna memperburuk citra Bahrain di mata dunia
Pada 21 Maret 1996, mereka membakar sebuah Showroom pada suatu Pameran Otomotif. Mereka membakar mobil-mobil yang ada dalam pameran tersebut.
Kebencian dan kedengkian mereka tumbuh dan berkembang. Pada 6 Mei 1996, mereka membakar dan merusak lebih dari sembilan toko-toko besar tempat perbelanjaan. Mereka meninggalkannya dalam keadaan runtuh dan tinggal puing-puing saja.
Mereka juga membakar dan menghancurkan sejumlah hotel dan sekolah. Mereka juga membakar beberapa generator listrik dan telepon umum di sekitar jalan-jalan. Mereka juga membakar Bank Islam Bahrain, Bank Nasional Bahrain, dan Pusat Pameran Internasional, dengan tujuan melumpuhkan ekonomi negara.
Pada awal tahun 1996, Radio dan siaran berita Teheran terus meningkatkan hasutan dan kebencian. Mereka menebarkan keresahan dan menyerukan pemberontakan terhadap negara dan menentang legitimasi dan keputusan-keputusan pemerintah.
Pada tanggal 13 Februari 1996, Radio Teheran mengumumkan ajakan untuk menghentikan kegiatan ekonomi selama dua hari, semenjak dari hari Ahad waktu itu. Pada 15 Februari 1996, Teheran menyerukan bahwa tidak ada perayaan Idul Fitri di masa mendatang.
Hal ini juga dilakukan pada 2 Mei 1996, warga Bahrain diserukan untuk melakukan pembangkangan masal, dan tidak perlu merayakan Idul Adha! Mereka mulai menebarkan dengki pada orang-orang awam. Siaran berita Teheran pada 22 Maret 1996 menyiarkan bahwa pemerintah Bahrain tidak akan mampu memenuhi ‘tuntutan rakyat’ Bahrain!
Padahal yang mereka maksudkan dengan ‘tuntutan rakyat’ itu adalah tuntutan Syiah untuk mengganti sistem pemerintah yang ada, dan mengubahnya ke sistem negara baru, Negara Safawi Syiah, seperti negara Iran.
Indikasi kuat yang mengarah kepada hal ini ialah, surat kabar Al Anba’ Al-Kuwaitiyyah telah mengumumkan bahwa Hizbullah Kuwait telah membeli dan mengambil senjata yang ditinggalkan oleh tentara Irak di Kuwait. Senjata-senjata tersebut telah diselundupkan kepada gerakan Hizbullah Bahrain.
Surat kabar tersebut tersebut menyebutkan: “Perintah-perintah yang dikeluarkan oleh pihak berwenang Iran kepada Hizbullah Bahrain meliputi keharusan untuk mengikuti rencana jangka panjang untuk menyelundupkan senjata ke Bahrain, sehingga pihak keamanan Bahrain tidak bisa mencegahnya dan menghentikannya sekaligus. Perintah itu juga berisi pentingnya pembagian senjata tersebut ke tempat-tempat tersembunyi di lokasi yang berbeda-beda.
Dalam pengakuan yang dinyatakan Ali Ahmed Kazem Al Muttaqawwi, salah satu pemimpin Hizbullah Bahrain, dia berkata, “Kami mengadakan pertemuan dengan pejabat intelijen Iran Ahmad Sharifi. Pada pertemuan ini, kami mempresentasikan ide untuk menyelundupkan senjata ke Bahrain melalui jalur laut.”
Hal ini juga dikuatkan oleh seorang tersangka dalam kasus penyelundupan itu, Jassim Hassan al-Khayat, dia mengatakan, “Kami merencanakan rencana dengan pejabat intelijen Iran Ahmad Sharifi untuk menyelundupkan senjata ke Bahrain.”
Jassim Al-Khayat menambahkan: “Tujuannya adalah untuk menggulingkan rezim di Bahrain dengan kekuatan militer, dan pembentukan sebuah pemerintahan Syiah yang loyal kepada Iran.” Dia juga menjelaskan bahwa pembayaran pertama dikirim ke kamp militer Karaj di utara Teheran adalah melalui pejabat intelijen Iran Brigadir Mohammad Reda Alu Sadiq dan Jenderal Vahidi.
Pada bagian mobilisasi massa, ada seorang orator ulung yang bernama Abbas Ali Ahmed Habil yang menyampaikan pidato berisi hasutan terhadap kekerasan dan ajakan untuk melawan pemerintah. Dia membentuk kelompok-kelompok yang berafiliasi di bawah Hizbullah Bahrain.
Salah seorang terdakwa lainnya Abdul Wahab Hussein, memiliki peran besar dalam Pergerakan ini. Ia telah memberikan pelajaran penting kepada Pergerakan Hizbullah tentang bagaimana berurusan dengan petugas keamanan, dengan penyidik, bagaimana menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan, dan bagaimana cara memobilisasi massa dan menimbulkan goncangan sosial pada negara.
Abbas Habil menerima perintah-perintah dari Abdul Wahab Hussein dan juga dari Kolonel Abdul Ameer Al-Jumari melalui seseorang bernama Mohammed Ar Rayyasy.
Menteri Urusan Kabinet dan Penerangan Bahrain pada saat itu, menjelaskan bahwa Hizbullah di Bahrain telah melakukan latihan-latihan di kamp Garda Revolusi di Iran, seperti kamp Karaj utara Teheran. Setelah ada tekanan balik terhadap Iran atas keterlibatannya dalam peristiwa Hizbullah Bahrain, terhentilah pengiriman pasukan tersebut ke kamp-kamp Hizbullah di Lebanon.
Pelatihan militer termasuk mencakup persenjataan, bahan peledak, bela diri, bagaimana cara mengumpulkan dan menyampaikan informasi, mengumpulkan dan mengamankan informasi rahasia, dan bagaimana memalsukannya.
Tokoh-tokoh Hizbullah Bahrain yang paling menonjol dan terlibat dalam peristiwa 1996 adalah:
Ali Ahmad Kazem Al Muttaqawi sebagai Komite Keuangan dan koordinator dengan intelijen Iran, ‘Adil Asy-Sya’lah sebagai Komite pelatihan militer, Khalil Sultan sebagai Komite Media, Jassim Hassan Mansour Khayat sebagai Komite intelijen dan keamanan, Mohammed Habib seorang Syaikh Bahrain yang tinggal di Kuwait, Hussein Ahmed Al Mudaifi, Hussein Yusuf Ali dan Khalil Ibrahim Isa Al Hayki, padawaktu itu terjadi penangkapan terhadap 44 orang yang dituduh terlibat dalam Gerakan Hizbullah Bahrain.
Kerugian yang dialami Bahrain akibat dari pengrusakan dan penghancuran Hizbullah Bahrain mencapai setidaknya lebih dari $ 15.224.658 USD (setara dengan Rp 5,9 milyar-kurs Feb 2013, pen).
Setelah berbagai peristiwa ini, meskipun pemerintah Bahrain memberi ampunan kepada Syiah dan para pemimpin Hizbullah seperti Ali Salman, Abdul Ameer Al-Jumari, Ayatollah Mohammed Sind, dia adalah seorang penceramah Hussainiyat dan juga pemimpin dan tokoh Hizbullah Bahrain, mereka tetap menjalankan rencana dan melaksanakan upaya dalam mencapai tujuan mereka. Tindakan memalukan lain dari Hizbullah ini adalah apa yang sudah diungkapkan pemerintah Bahrain pada bulan September 2006, bahwa ditemukan rencana Iran untuk membeli sejumlah lahan di berbagai wilayah Bahrain. Hal itu sebagai upaya Syiah untuk mengubah demografi dan penyebaran sekutunya pada semua wilayah. Ini merupakan dukungan tidak langsung kepada berbagai pihak dan kelompok yang pro terhadap Iran.
Bahkan terungkap dalam laporan keamanan tentang adanya persiapan pembentukan kembali Hizbullah Bahrain, serta pembentukan kamp pelatihan militer sebagai komponen pendukungnya di Barak Imam Ali dekat Teheran.
Beberapa laporan keamanan dalam negeri menyatakan telah terjadi pertemuan antara Hizbullah Lebanon yang diwakili beberapa tokohnya seperti, Ekrem Barakat dengan pasukan militer Syiah di Bahrain, di Damaskus, kemudian di Beirut. Terjadi beberapa dialog tentang rencana organisasi Syiah dan mengatur pemetaan kerja politik dalam rangka memperluas pengaruh penetrasi Syiah dan Iran di Bahrain. Sekjen Syiah Hizbullah Lebanon Hassan Nasrallah telah berjanji untuk mendukung penuh pasukan Syiah di Bahrain untuk melanjutkan proyek yang mereka inginkan dan mereka bekerja demi proyek tersebut.
Mereka juga menetapkan tujuan memperluas pengaruh di bidang ekonomi, dan mengaktifkan peran para pedagang Syiah. Dukungan itu berupa kemitraan dengan mereka, untuk mengendalikan ekonomi, dan memonopoli beberapa usaha yang berkaitan dengan kebutuhan bahan pokok untuk kepentingan hal itu. Dengan hal itu mereka bisa menekan pemerintah untuk mendapatkan kebijakan baru!
Para intelijen Iran juga turut mensubsidi dan mendorong peran aktif Syiah dalam pemilihan parlemen. Mereka melobi demi penguatan Syiah guna mencapai kursi mayoritas sehingga pemberlakuan undang-undang sesuai dengan kepentingan masyarakat Syiah dan keinginan Iran dan lebih-lebih kepentingan perluasan pengaruh Persia Safawi di Teluk dan Dunia Arab.
*Fajar Shadiq, Aktivis FIPS dan Jurnalis untuk An-najah.net
0 Response to "Menelisik Keberadaan Gerakan Syiah Hizbullah di Bahrain"
Post a Comment