Muslim Kuba, Tantangan Dakwah di Negeri Komunis

 Menjadi Muslim di negara yang berideologi komunis bukan hal mudah.

Tetap berada di jalan Allah di tengah kepungan ternak babi dan budaya yang tak sesuai syariat adalah sebuah perjuangan berat, namun dengan kondisi seperti itu Muslim Kuba tak patah arang.

Di Havana tidak ada masjid, begitu juga di kota lainnya di Kuba.
Padahal, terdapat sekitar 1.500 Muslim tinggal di negara itu. Bisa dibilang, Kuba adalah satu-satunya negara Amerika Latin tanpa masjid.


Selama ini, mereka melakukan aktivitas keagamaan di rumah-rumah warga Muslim dan rumah toko (ruko) yang sebagian ruangannya difungsikan sebagai mushala.


Cuma ada satu tempat peribadatan di Havana yang bisa digunakan untuk menggelar shalat Jumat, yaitu The Arab House.

Tempat ini dimiliki oleh imigran Arab yang tinggal di Kuba sejak 1940. Selain sebagai tempat beribadah dan prosesi syahadat jika ada warga Kuba yang menjadi mualaf, The Arab House juga memiliki museum dan restoran.

Liga Muslim se-Dunia tahun lalu pernah berkunjung dan mengusulkan Pembangunan masjid dengan biaya sendiri, namun keinginan tersebut terhalang oleh peraturan dari pemerintah komunis Kuba bahwa Masjid boleh berdiri, asal persentase Muslim bisa menyamai seperti Katolik atau Protestan.


Sebenarnya jumlah penduduk asli Kuba yang berpindah menganut Islam jumlahnya memang bertambah. 

Yahya Pedron, lelaki 38 tahun yang penduduk asli Kuba, mengaku tertarik pada Islam setelah membaca Alquran yang ditemukannya di jalan. Lelaki kelahiran Pinar del Rio ini bersyahadat saat usianya 20 tahun.

''Islam menjawab semua dahaga rohani saya,'' ujar pria yang bekerja di pusat listrik negara dikutip dari republika.

Ia dan keluarganya rajin mengikuti pertemuan yang digelar organisasi Muslim setempat

Tantangan lain, sulitnya menemukan pangan halal. Daging yang umum dijual di pasar adalah daging babi.[rol/im]

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Muslim Kuba, Tantangan Dakwah di Negeri Komunis "

Post a Comment