Membawa tuntutan penghapusan dekrit serta boikot referendum, massa oposisi sengaja mendobrak pembatas, menyorat-nyoret tembok pagar istana, merusak mobil kepresidenan, bahkan –sebagaimana penuturan wapres dalam konferensi pers- melempar molotov. Bukannya arogan membubarkan demonstran, aparat keamanan justeru mendapat perintah untuk menarik diri agar kerusuhan tidak meletus.
Keesokan harinya massa pro-Mursi sepakat untuk berdemonstrasi di depan istana menyampaikan pesan kepada dunia isternasional bahwa aksi yang semalam digelar oposisi tidak mencerminkan kehendak seluruh rakyat Mesir. Melihat massa pro-Mursi datang berbondong-bondong, beberapa oposisi yang mendirikan tenda di depan istana segera meningalkan tempat tanpa membawa serta barang-barangnya : botol bir, ganja, dan molotov –sebagaimana yang ditangkap kamera stasiun Aljazeera.
Sejurus kemudian, oposisi yang tadi pergi datang kembali membawa gerombolannya. Satu peluru dilesatkan. Kerusuhan pecah di depan gedung simbol kehormatan Negara. Kabar yang selanjutnya beredar sangat berbeda. Media massa tidak menekankan fokus pada siapa yang membawa senjata, melainkan hanya mengabarkan : setelah massa pro-Mursi mendatangi istana baku hantam tidak dapat dihindarkan. Sejumlah tokoh oposisi dengan kalimat berbeda menyampaikan maksud yang sama : presiden kehilangan legitimasi. Membuat scenario seolah-olah dirugikan, tergesa-gesa Baradei menghakimi di akun Twitternya : Vicious attack vs peaceful protesters in front of presidential palace w/o police protection. Regime leading Egypt into violence & bloodshed.
Tapi bola menggelinding begitu cepat. Pihak mana yang menyulut api dan pihak mana yang dirugikan terungkap. Jatuh korban tewas dari massa pro-Mursi dengan luka tembak di kepala. Beberapa saat kemudian, tertangkap 4 orang preman bayaran dengan bukti mengantongi senjata. Di Ismailiyah, kantor Ikhwanul Muslimin berusaha dibakar. Di Zagazig, kantor FJP dilempar molotov.
Apa yang tengah terjadi di Mesir saat ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Dimulai dari pemilu parlemen, pemilu majelis syura kemudian pemilu presiden, selalunya ketika masa transisi semakin mendekati penyelesaian ; usaha penggagalan muncul semakin kuat. Revolusi Mesir yang mangamanatkan pembenahan harus siap dihadang pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu.
Solusi paling aman di saat genting sekarang ini adalah dibukanya dialog nasional antara oposisi dan koalisi. Namun agaknya tidak mudah, terlebih setelah Jaksa Agung menetapkan akan memeriksa Baradei, Amr Musa, Sayyid Badawi dan Hamdain Sabbahi atas delik usaha kudeta. Maka pemerintah perlu mengeluarkan keterangan agar masing-masing menarik massanya dan melarang penggalangan demonstrasi baik pro ataupun kontra di depan istana dalam batasan waktu yang ditentukan. Dan sebab rakyat adalah sumber kekuasaan, maka percayakan pada demokrasi. Adapun penyataan Hamdain Sabbahi bahwa dirinya akan menghentikan referendum harus dihadapkan pertanyaan : sampai kapan anarkisme menggantikan demokrasi?
http://www.islamedia.web.id
0 Response to "Siapa Menyulut Api di Istana Ittihadiyah Mesir ?"
Post a Comment