Muhasabah Film Penista Nabi SAW

Film IOM (Innocence Of Muslims) yang menistakan Baginda Sayyidina Rasulillah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tak lain merupakan akibat “perpaduan” yang pas sekali antara ketidak berdayaan umat muslimin dan kedengkian kaum kafirin!

Para pembuat film IOM yang menistakan Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pastilah tahu dan yakin bahwa, lebih dari 1 miliar muslim sedunia akan marah terhadap film mereka. Tapi pertanyaan, perenungan, muhasabah dan introspeksinya adalah: mengapa mereka tidak takut dan gentar?

Jadi sekali lagi tanya: Mengapa pembuat film IOM yang menistakan Nabi Teragung Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak takut dan gentar kepada kemaranan lebih dari 1 miliar muslim sedunia? Jawab: …? Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin?

Padahal salah satu keistimewaan yang diberikan Allah Ta’ala hanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ummatnya, adalah ditolong dan dimenangkan dengan cara ditanamkannya rasa takut dan gentar di hati musuh saat mereka berada di tempat yang berjarak tempuh sebulan perjalanan (lihat HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Maka mari berenung, bermuhasabah dan berevaluasi diri bersama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Hampir saja (sudah dekat saatnya) umat-umat lain berkomplot terhadap kalian seperti layaknya para jago makan yang berkumpul di depan hidangan makan mereka. Seorang sahabat bertanya: Apakah itu karena sedikitnya jumlah kita saat itu? Jawab Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam: Tidak. Bahkan waktu itu kalian banyak sekali. Namun (kualitas) kalian adalah ibarat buih dan sampah air bah. (Karenanya) sungguh Allah benar-benar akan mencerabut rasa gentar terhadap kalian dari dalam hati musuh kalian. Dan (karenanya pula) Dia-pun benar-benar akan menanamkan di dalam hati kalian penyakit “al-wahn”. Sebagian sahabat bertanya: Apakah gerangan penyakit “al-wahn” itu ya Rasulallah? Dan beliau bersabda: Ia adalah cinta dunia dan benci mati (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain dari sahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu).

Seharusnya kita adalah umat terbaik, tapi mengapa fakta dan realitanya seolah-olah justru menjadi sebaliknya kini?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Kalian adalah umat terbaik yang dihadirkan untuk umat manusia, (karena kalian) menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran: 110).

Seharusnya kita adalah umat tertinggi, tapi mengapa fakta dan realitanya seolah-olah justru menjadi yang terendah sekarang?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati. Karena kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian benar-benar beriman” (QS. Ali Imran: 139).

Seharusnya kita adalah umat termulia, tapi mengapa fakta dan realitanya seolah-olah justru menjadi yang terhina?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum (beriman) yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras (berwibawa besar) terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui” (QS. Al-Maidah: 54).

Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Mereka (orang-orang munafik) berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah (dari perang Bani Al-Mushthaliq), benar-benar orang yang lebih mulia (maksudnya kaum munafik) akan mengusir orang yang hina (maksudnya Nabi dan sahabat) dari padanya (kota Madinah).” Padahal sebenarnya kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, akan tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui (QS. Al-Munafiqun: 8).

Seharusnya kita adalah umat terunggul dan pemenang , tapi mengapa fakta dan realitanya justru selalu terpojokkan dan terkalahkan?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan barangsiapa berwala’ (mencintai, berpihak dan membela) Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, maka sesungguhnya golongan (pengikut agama) Allah itulah yang pasti unggul dan menang” (QS. Al-Maidah: 56).

Seharusnya kita adalah umat terdepan dan pemimpin, tapi mengapa faktadan realitanya saat ini justru berada di barisan akhir para pengekor?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi, dan hendak menjadikan mereka pemimpin-pemimpin, serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)” (QS. Al-Qashash: 5).

Seharusnya kita adalah umat saksi atas seluruh manusia, tapi mengapa fakta dan realitanya sekarang justru senantiasa berada di posisi tertuduh yang bahkan tak berdaya sekadar membela diri?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), sebagai umat yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) seluruh manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian” (QS. Al-Baqarah: 143).

Seharusnya kita adalah umat terkokoh dalam ikatan persaudaraan dan persatuan, tapi mengapa pertikaian dan perseteruan internal selalu menguras energi kita, dan bahkan mencabik-cabik tubuh lemah kita?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu (yang bertikai) itu, dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kalian dirahmati” (QS. Al-Hujurat: 10).

Seharusnya kita, dengan dengan iman dan akidah tauhid, seperti generasi mukminin pertama, adalah umat terkuat di segala bidang, tapi mengapa fakta dan realitanya justru menjadi yang terlemah di semua lini kehidupan?

Mengapa begitu jauh jarak antara idealita dan realita tentang umat ini? Mengapa faktanya hampir selalu sebalik yang seharusnya?

Sudahkah kita sadar bahwa, biang utama semua keterpurukan umat ini justru dari dalam tubuhnya sendiri, bukan dari luarnya?

Amirul Mukminin Sayyidina Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: Dulu kita adalah serendah-rendah/sehina-hina umat dan kaum, lalu Allah memuliakan kita dengan Islam ini. Maka kala kita mencari kemuliaan kepada selain Islam, pastilah Allah akan merendahkan dan menghinakan kita kembali!

Dan Imam Malik rahimahullah pun mengingatkan dengan ungkapan singkatnya: Generasi akhir umat ini tidak akan pernah bisa menjadi baik, kecuali dengan cara sama yang telah membaikkan generasi awalnya!

Bersama : Ustadz Ahmad Mudhoffar Jufri, Lc MA

http://ikadisurabaya.org/artikel/muhasabah-film-penista-nabi-saw

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Muhasabah Film Penista Nabi SAW"

Post a Comment