oleh Zaynur Ridwan
Sebenarnya upaya-upaya Amerika, negara-negara Uni Eropa serta para elit industrialis lainnya untuk menguasai sumber daya dan hajat hidup orang banyak di muka bumi sama sekali bukan tema yang baru. Sejak New World Order dicanangkan sebagai agenda penguasaan dunia oleh kaum elit ini, berbagai macam invasi militer, tekanan dan intimidasi dilakukan terhadap pemerintah negara-negara kelas dua yang memiliki sumber daya ekonomi khususnya minyak dan gas alam. Abad 21 adalah abad energi di mana kebutuhan terhadap sumber-sumber energi sangat besar dan perang
kepentingan thd hasil bumi ini sudah dimulai bahkan sejak Jepang menghancurkan Pearl Harbour pada PD2.
Bila menarik garis lurus sejarah, kita bisa menemukan benang merah bahwa energi khususnya minyak yg dianggap sebagai komoditas paling menguntungkan di dunia, sekaligus paling mematikan karena mengorbankan banyak nyawa. Ketika minyak masih mengikuti standar emas setelah PD2 hingga sekitar awal tahun 1970-an, Amerika adalah negara pertama yang turun ke medan negosiasi untuk menekan Dinasti Saud agar bersedia menerima dollar sebagai standar harga minyak menggantikan emas serta melakukan westernisasi pada perusahaan-perusahaan Arab Saudi. Berikutnya, keputusan Anwar Sadat yang geram terhadap agresi Israel mencaplok wilayah Arab membuatnya melobi Raja Faisal (Arab Saudi) untuk menggunakan minyak sebagai "senjata" yaitu melakukan embargo minyak pada Amerika Serikat karena mendukung agresi Israel tersebut pada Perang Yom-Kippur. Orang-orang Arab tidak menyadari bahwa embargo akan membuat harga minyak melambung dan tentu saja berimplikasi pada penguatan nilai dollar.
Ketika dollar mulai jumawa pada dekade 70-80 dan 90an, di sinilah para elit industrialis mulai bermain api. Mereka tahu sebagian besar negara dunia bersandar pada dollar dalam perdagangan internasional. Bila pondasi ekonomi Amerika hancur maka setidaknya negara-negara yang bergantung pada dollar juga akan memasuki krisis yang sama meskipun pada fase yang berbeda-beda. Para elit yang juga bankers zionis ini memilih cara yang paling tepat sekaligus paling mematikan yaitu membunuh sektor riil dengan transaksi derivatif yang muncul karena ditemukannya teknologi bernama internet.
Pada akhirnya ketika kekuatan dollar memacu ekonomi Amerika di sektor perumahan dan otomotif, bank2 investasi berebut lahan basah untuk menyalurkan berbagai macam kredit kepada masyarakat. Masalahnya, selama empat atau lima dekade sebelumnya sistem kredit yang digunakan untuk menjual rumah kepada nasabah sangat sederhana. Pembeli mengajukan kredit kepada bank, kemudian melalui evaluasi kemampuan nasabah, bank memberikan kredit, dan nasabah
membayar kepada bank setiap bulannya.
Ketika Bush junior mengambil alih pemerintahan tahun 2001, ekonomi Amerika tumbuh begitu cepat dan didominasi oleh industri keuangan dan perbankan. Munculnya industrialis di bidang teknologi yang menguasai sektor ekonomi membuat usaha-usaha derivatif semakin menggila. Di bidang perbankan Amerika dikuasai 5 bank, Goldman Sachs, Morgan Stanley, Lehman Brothers, Merril Lynch, Bear Stearns, Sebagian besar bank ini sahamnya dimilki oleh keluarga-keluarga Yahudi spt Marcus Goldman, Henry & Emanuel Lehman, dinasti JP Morgan dll. Bank2 ini bersama industrialis lain dari perusahaan asuransi seperti AIG dan MBIA, serta agensi rating keuangan (semacam perusahaan survey yg mengukur kapasitas sebuah perusahaan) spt Fitch & Standard & Poor bekerja sama dalam memanipulasi sistem keuangan dan kredit perumahan. Ini terjadi bukan hanya di Amerika namun juga di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mereka membangun sistem yang disebut CDO, Collateral Debt Obligation
Sistem inilah yang kemudian menggantikan cara-cara konvensional yang digunakan dalam kredit perumahan serta kredit lain termasuk kredit otomotif dan kartu kredit. Dulu nasabah membayar kredit langsung kepada pihak bank, sekarang dng CDO bank lokal dikontrol oleh bank investasi spt bank2 besar yang saya sebutkan di atas yang kemudian menggabungkan berbagai macam kredit lainnya ke dalam CDO. Bank2 investasi tesebut kemudian menjual CDO kepada para investor di seluruh dunia melalui transaksi derivatif.
Jadi jika nasabah membayar kreditnya maka uang tersebut akan langsung masuk ke kantung investor. Bank investasi hanya mengandalkan agensi rating untuk mengevaluasi para investor, yang kemudian jejaknya bisa diketahui bahwa mereka akan memberikan rating tinggi demi melanggengkan manipulasi sistem derivatif ini. Dengan mekanisme spt ini, bank2 lokal tidak lagi memikirkan resiko apakah nasabah mampu membayar atau tidak, sehingga mereka hanya mengejar target dengan terus menjual rumah. Hal yang sama dialami oleh bank2 investasi, semakin banyak mereka menjual CDO makin besar profit yang mereka terima sementara agensi keuangan juga tidak memiliki kewajiban hukum yang mengikat jika mereka memberikan rating yang salah. Dengan CDO sistem, setiap institusi yang terlibat melemparkan kewajiban kepada investor yang justru tidak terikat oleh sistem apa pun karena bermain dalam transaksi yg manipulatif. Rancangan undang-undang utk mengatur sistem ini pernah diajukan di era pemerintahan Clinton, namun saat Bush mengambil alih pemerintahan para elit industrialis yang mengausai Gedung Putih menekan pemerintah agar tidak mengatur transaksi derivatif apa pun di dunia digital. Sebuah pukulan telak terhadap kemanusiaan dan sistem perdagangan yang adil dan terencana.
Karena kebanyakan menjual tanpa melihat kemampuan nasabah utk membayar maka institusi perbankan tinggal menunggu bom waktu meledak. Pada tahun 2008 pondasi ekonomi Amerika hancur lebur karena krisis ini, bank2 investasi seperti Lehman Brothers, Meril Lynch, Goldman Sachs dll jatuh bangkrut. Bersamaan dng itu perusahaan asuransi raksasa spt AIG yang berada di belakang sistem ini juga ambruk. Mereka yang berada di belakang layar yang memanipulasi sistem seperti Larry Summers, sekretaris perdagangan justru menjadi Presiden Harvard. Summers mendapatkan empat puluh juta dollar dari manipulasi sistem derivatif dengan efek yg disebut bubble. Frederic Mishkin dari Federal Reserve mendapatkan sekitar 17 juta dollar, Laura Tyson dari Morgan Stanley, Hubbard dari Goldman Sachs dan elit industrialis lainnya telah membangun pundi2 kerajaan bisnisnya dengan mencuri uang rakyat. Anehnya, tidak satu pun dari para biang kerok ini yang ditahan pemerintah Ameirka Serikat ketika Obama menjadi Presiden.
Sistem derivatif adalah sebuah manipulasi atas nilai fisik perdagangan. Sistem ini sangat beresiko dan hanya menguntungkan sekelompok orang di kelas atas. Inilah akibatnya bila Anda percaya terhadap kekuatan uang dan derivasi riba, khususnya bagi pemerintah dan siapa pun yang bersandar pada dollar. Ketika nilai uang menguat maka para elit akan memanfaatkan kesempatan untuk melahirkan lebih banyak dollar melalui sistem ini. Anda pasti merasakan bagaimana sekarang di negara kita tercinta berbagai macam kredit ditawarkan dengan berbagai macam kemudahan, marketing2 kredit apa pun seolah-olah mengejar anda hingga ke tempat tidur, hadir dalam mimpi2 anda dan menelpon anda utk menawarkan berbagai macam produk perbankan setiap saat. Saya adalah salah satu korban dari sistem ini, dan saya bersyukur bisa mempelajari apa yang tersembunyi dari program ini dan agenda2 para elit industrialis untuk
menguasai dunia dengan menghancurkan sistem perekonomian dunia.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) , sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 275)
“Jikalau kamu memberi pinjam uang kepada umatku, yaitu kepada orang miskin yang diantara kamu, maka jangan kamu menjadi baginya seperti penagih yang keras, dan jangan ambil bunga daripadanya.” Kitab Keluaran 22:25
Kehancuran ekonomi telah menjatuhkan nilai mata uang sekaligus nilai tukar dollar. Dampaknya tentu sangat terasa bagi mereka yang menyimpan dollar dan menggunakan mata uang tersebut, termasuk Indonesia. Dengan posisi ekonomi Amerika berada di jurang kehancuran, Obama dilirik oleh para elit industrialis dan diangkat sebagai pahlawan yang akan menyelamatkan Amerika dari kebangkrutan. Maka keluarlah slogan Change We Can. Namun janji muluk Obama hanya ilusi kampanye. Satu-satunya opsi Amerika untuk menyelamatkan ekonomi mereka adalah dengan mengulang trik yang sudah dilakukan oleh Nixon tahun 70-an lalu yaitu mengangkat harga minyak agar pengaruh dollar terhadap mata uang asing kembali jumawa. Dengan demikian caranya tentu saja hanya satu, melakukan invasi terhadap negara kaya minyak.
Kekacauan diperlukan agar harga minyak melambung tinggi. Karena Irak dan Arab Saudi sudah berhasil ditaklukkan dan menjadi sekutu zionis maka target berikutnya adalah Libya. Selain menguasai minyak tentu saja agresi militer Amerika dan sekutu-sekutunya adalah memperkuat posisi politik mereka di Afrika Utara dan Timur Tengah serta mempersiapkan perang besar dengan mengajak sunni bekerjasama menghadapi syiah Iran, Bahrain dan Lebanon. Cara-cara seperti ini hanya bersifat jangka pendek, kita mungkin hanya berhitung bulan karena rencana zionis menjerumuskan ekonomi dunia ke dalam masa-masa kelam jauh-jauh hari sudah diagendakan. The year 2012, its Final Countdown.
Wallahua'lam...
0 Response to "JALAN PANJANG SANG INDUSTRIALIS MENUJU TATA DUNIA BARU - MENGHANCURKAN EKONOMI DUNIA DENGAN RIBA DAN TRANSAKSI DERIVATIF"
Post a Comment