Assalamualaikum Wr.Wb Sahabat Muslim Yang Selalu
Dimuliakan Oleh Allah SWT
Tak ada satu orang pun yang tidak mengingkan kekayaan,
kita hidup di dunia ini hanya sementara namun kita terkadang tidak sadar bahwa
kita telah dibutakan dengan kemewahan duniawi sehingga kita mengabaikan urusan
akhirat. Banyak definsi dari kaya, kaya mungkin sebagian besar dari kita
berasumsi bahwa hidup dengan bergelimang harta, namun tidakkah kita ingat bahwa
harta nantinya tidak akan dibawa ketika kita sedang menghadap Sang Pencipta. Bukan
Harta dan kekayaan yang akan kita bawa namun amal baik kita yang menjadi bekal
untuk kita diakhirat nanti.
Kita pastinya
ingin terlihat kaya di mata Allah SWT, namun bukan karena atas kekayaan harta
benda yang kita miliki, namun kekayaan hati kita. Allah SWT berfirman :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ "عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ"...
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan
dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari)
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah
yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi,
“Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?”
“Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda,
“Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu
merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa
tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban
Orang yang kaya hatinya adalah hati yang selalu ghoni, selalu merasa cukup. Orang yang kaya hati inilah
yang selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah (puas)
dengan yang diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah. Orang semacam ini
tidak begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak
pernah letih untuk terus menambahny a. Kondisi orang semacam inilah yang disebut ghoni (yaitu
kaya yang sebenarnya ).”
Orang kaya pastikah selalu merasa cukup? Belum tentu.
Betapa banyak orang kaya namun masih merasa kekurangan. Hatinya tidak merasa
puas dengan apa yang diberi Sang Pemberi Rizki. Ia masih terus mencari-cari apa
yang belum ia raih. Hatinya masih terasa hampa karena ada saja yang belum ia
raih.
Coba
kita perhatikan nasehat suri tauladan kita. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ،
وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan
Muslim no. 1051)
Dalam riwayat
Ibnu Hibban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat berharga kepada
sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت :
نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا
رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر
الْقَلْب
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta
itulah yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya
lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?”
“Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda,
“Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu
merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa
tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata
bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Inilah nasehat
dari suri tauladan kita. Nasehat ini sungguh berharga. Dari sini seorang insan
bisa menerungkan bahwa banyaknya harta dan kemewahan dunia bukanlah jalan untuk
meraih kebahagiaan senyatanya. Orang kaya selalu merasa kurang puas. Jika diberi
selembah gunung berupa emas, ia pun masih mencari lembah yang kedua, ketiga dan
seterusnya. Oleh karena itu, kekayaan senyatanya adalah hati yang selalu merasa
cukup dengan apa yang Allah beri. Itulah yang namanya qona’ah. Itulah yang
disebut dengan ghoni (kaya) yang
sebenarnya.
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Hakikat kekayaan sebenarnya
bukanlah dengan banyaknya harta. Karena begitu banyak orang yang diluaskan
rizki berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah merasa puas dengan apa
yang diberi. Orang seperti ini selalu berusaha keras untuk menambah dan terus
menambah harta. Ia pun tidak peduli dari manakah harta tersebut ia peroleh.
Orang semacam inilah yang seakan-akan begitu fakir karena usaha kerasnya untuk
terus menerus memuaskan dirinya dengan harta. Perlu dikencamkan baik-baik bawa
hakikat kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni, selalu merasa cukup). Orang yang kaya hati
inilah yang selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah
(puas) dengan yang diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah. Orang
semacam ini tidak begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang
yang tidak pernah letih untuk terus menambahnya. Kondisi orang semacam inilah
yang disebut ghoni (yaitu kaya yang sebenarnya).”
Ibnu Hajar Al
Asqolani rahimahullah menerangkan pula, “Orang yang disifati
dengan kaya hati adalah orang yang selalu qona’ah (merasa puas) dengan rizki yang Allah
beri. Ia tidak begitu tamak untuk menambahnya tanpa ada kebutuhan. Ia pun tidak
seperti orang yang tidak pernah letih untuk mencarinya. Ia tidak meminta-minta
dengan bersumpah untuk menambah hartanya. Bahkan yang terjadi padanya ialah ia
selalu ridho dengan pembagian Allah yang Maha Adil padanya. Orang inilah yang
seakan-akan kaya selamanya.
Sedangkan orang
yang disifati dengan miskin hati adalah kebalikan dari orang pertama tadi.
Orang seperti ini tidak pernah qona’ah (merasa pus) terhadap apa yang diberi.
Bahkan ia terus berusaha kerus untuk menambah dan terus menambah dengan cara
apa pun (entah cara halal maupun haram). Jika ia tidak menggapai apa yang ia
cari, ia pun merasa amat sedih. Dialah seakan-akan orang yang fakir, yang
miskin harta karena ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diberi.
Oran inilah orang yang tidak kaya pada hakikatnya.
Intinya, orang
yang kaya hati berawal dari sikap selalu ridho dan menerima segala ketentuan
Allah Ta’ala. Ia tahu bahwa apa yang Allah beri, itulah yang
terbaik dan akan senatiasa terus ada. Sikap inilah yang membuatnya enggan untuk
menambah apa yang ia cari.”
Perkataan yang
amat bagus diungkapkan oleh para ulama:
غِنَى النَّفْس مَا يَكْفِيك مِنْ سَدّ حَاجَة
فَإِنْ زَادَ شَيْئًا عَادَ ذَاكَ الْغِنَى فَقْرًا
“Kaya hati adalah merasa cukup pada segala
yang engkau butuh. Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti
bukanlah ghina (kaya hati), namun malah fakir (miskinnya hati).”[1]
An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Kaya yang terpuji adalah kaya hati, hati yang selalu merasa puas dan tidak
tamak dalam mencari kemewahan dunia. Kaya yang terpuji bukanlah dengan
banyaknya harta dan terus menerus ingin menambah dan terus menambah. Karena
barangsiapa yang terus mencari dalam rangka untuk menambah, ia tentu tidak
pernah merasa puas. Sebenarnya ia bukanlah orang yang kaya hati.”[2]
Namun bukan
berarti kita tidak boleh kaya harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى
وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ
النِّعَمِ
“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang
bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan
bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan
Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari sini bukan
berarti kita tercela untuk kaya harta, namun yang tercela adalah tidak pernah
merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. Padahal sungguh
beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr
bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا
وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah
masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas
dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Sifat qona’ah dan
selalu merasa cukup itulah yang selalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta pada Allah dalam do’anya. Dari
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata,
أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول
: (( اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan
sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721). An Nawawi
–rahimahullah- mengatakan, “”Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal
yang tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa
cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.”[3]
Saudaraku …
milikilah sifat qona’ah, kaya hati yang selalu
merasa cukup dengan apa yang Allah beri. Semoga Allah menganugerahkan kita
sekalian sifat yang mulia ini.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat.
Demikianlah penjelasan
tentang kekayaan hati, kita sebagai umat muslim harus memperkaya hati kita
dengan berbuat baik sesuai dengan syariat islam dan tetap beristiqomah dengan
selalu bersyukur atas segala nikmat Tuhan yang diberikan kepada kita. Semoga kita
tetap beristiqomah untuk memperkaya hati kita.
Wassalamualaikum. Wr.Wb
Wassalamualaikum. Wr.Wb
Sumber :rumaysho.com
0 Response to "Definisi Kaya Hati"
Post a Comment