Sebagai manusia kita pastinya tidak luput dari yang namanya kekhilafan
dan kesalahan baik yang kita sengaja maupun tidak disengaja. Kekhilafan itulah
yang kadang membuat hati seseorang merasa terluka dengan ucapan maupun tindak
tanduk kita pada sesama muslim. Dan tidak sedikit pula hamba Allah yang
menyimpang dari ajaran islam. Astagfirullah! Jika kita menoleh kebelakang dan
melihat bagaimana perbuatan kita yang kemarin, apakah kita sudah termasuk dalam
golongan hamba Allah yang mukmin?? Apakah kita tersadar bahwasannya segala
perbuatan kita nantinya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat? Kita sebagai
hamba Allah yang mengimani adanya kuasa Allah SWT haruslah sadar bahwasannya
Allah akan memberikan siksa yang amat pedih bagi setiap umatnya yang mermaksiat
dan menyekutukan ke- Esaan Allah SWT.
Dari situlah pasti muncul rasa ketakutan yang ada pada benak kita, jika
di dalam hati kita sudah ada rasa takut kepada Allah, maka hal itu merupakan
bekal untuk mencapai keselamatan. Artinya, dengan memiliki rasa takut kepada
Allah, maka kita akan takut berbuat dosa. Jika kita takut berbuat dosa, maka
akan selamat dari siksa Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ
عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ
فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ (46)
“Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada
mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang , dan pada hari terjadinya
Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam
azab yang sangat keras“.” (QS. Al Mu’min: 45-46)
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta“. (QS. Thahaa: 124)
Dari potongan ayat di atas tentunya kita akan merasa takut dengan siksa
yang amat pedih dari Allah SWT kepada setiap umtanya yang tidak beriman kepada-
Nya. Nauzubillah min zalik !
Rasa takut kepada Allah hendaknya kita tanamkan di dalam hati. Begitu
juga rasa harap harus pula ditanamkan dalam hati. Rasa harap ialah ada harapan
pahala dan rahmatNya apabila kita menjalankan perintah-perintahNya. Kedua
faktor itu jika sudah kita miliki dan berpengaruh kuat pada jiwa kita, maka
akan mudahlah kita untuk menjalankan ibadah. Orang yang merasa takut
kepada Allah tentu sangat risau jika mengingat kematian. Bukan karena takut
mati atau enggan meninggalkan dunia ini. Bukan pula enggan berpisah dengan
orang-orang yang dicintai. Kerisauan yang dirasakan karena dia menyadari bahwa
dirinya banyak dosa dan khawatir sewaktu-waktu ajal menjemputnya. Perasaan yang
demikian itu dipengaruhi pula bahwa amal kebaikan, yaitu amal taat kepada Allah
yang dilakukan masih belum sempurna. Rasa takut yang demikian itu adalah
ciri-ciri orang beriman.
Berbeda dengan orang beriman, jika ia mengingat dosanya, meskipun dosa
itu kecil, tetapi ia merasa ketakutan. Kemudian mendorong dirinya untuk memperbaiki
amal ibadah dan menyegerakan taubat. Sikap yang demikian inilah yang
dimaksudkan dalam sabda Nabi saw. "Ketika hati seorang mukmin
bergetar karena takut kepada Allah, maka berjatuhanlah dosa-dosanya seperti
daun kering yang berguguran dari tangkainya."
Yang dimaksud dengan takut kepada Allah SWT adalah taat. Bentuk sikap
taat kepada Allah SWT bisa kita tunjukkan dengan menjalankan segara perintah
Allah dan menjauhi segala larangan – Nya. Jika kita bersedia menanamkan rasa
taat kita kepada Allah SWT sejak dini. Kita tahu bahwa setiap detik kita selalu
digoda dengan hawa napsu yang bisa menggoyahkan keimanan kita, hawa napsu tidak
akan mendorong kita untuk berbuat dalam kebaikan , namun mendorong kita untuk
berbuat maksiat. Jika kita memiliki iman yang kuat Insya Allah kita akan
terhindar dari godaan syaiton. Jika di dalam hati kita sudah tertanam rasa
takut, maka untuk berbuat maksiat atau dosa tidak akan terjadi karena kita
selalu ingat Allah. Kita selalu ingat akan siksa yang diancamkan untuk kita.
Dengan demikian, kitapun mengurungkan niat untuk melakukan perbuatan dosa
tersebut. Di mana saja, sendiri atau bersama orang lain, kita selalu mengekang
prilaku buruk dengan alasan takut bahwa Allah melihat dan mengancam siksa.
Pernahkah kita tersadar bahwa lancangnya kita melakukan hal-hal yang
dilarang agama, meninggalkan perintah agama, dan meremehkan ajaran-ajaran agama
itu semua karena betapa minimnya rasa takut kita kepada Allah. Bahkan kita
terkadang lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah Ta’ala. Padahal
Allah berfirman (yang artinya) : “..Karena itu janganlah kamu takut kepada
manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku” (QS. Al Ma’idah: 44).
Maka takut kepada Allah (al khauf minallah) adalah ibadah salah satu
bentuk ibadah yang semestinya dicamkan oleh setiap mukmin.
Sifat Orang Yang Bertaqwa
Takut kepada Allah adalah sifat orang yang bertaqwa, dan ia juga
merupakan bukti imannya kepada Allah. Lihatlah bagaimana Allah mensifati paraMalaikat,
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Mereka takut kepada Rabb
mereka yang berada di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan
(kepada mereka)” (QS. An Nahl: 50).
Lihat juga bagaimana Allah Ta’ala berfirman tentang
hamba-hambanya yang paling mulia, yaitu para Nabi ‘alahimus wassalam (artinya)
: “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami”
(QS. Al Anbiya: 90)
Semakin Berilmu Semakin Takut Kepada Allah
Oleh karenanya, seseorang semakin ia mengenal Rabb-nya dan semakin dekat
ia kepada Allah Ta’ala, akan semakin besar rasa takutnya kepada Allah.
Nabi kita Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku
yang paling mengenal Allah dan akulah yang paling takut kepada-Nya” (HR.
Bukhari-Muslim).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya) : “Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”
(QS. Fathir: 28)
Ya, karena para ulama, yaitu memiliki ilmu tentang agama Allah ini dan
mengamalkannya, merekalah orang-orang yang paling mengenal Allah. Sehingga
betapa besar rasa takut mereka kepada Allah Ta’ala.
Karena orang yang memiliki ilmu tentang agama Allah akan paham benar akan
kebesaran Allah, keperkasaan-Nya, paham benar betapa pedih dan ngeri adzab-Nya.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu’alahi Wasallam bersabda kepada para sahabat beliau:
“Demi Allah, andai kalian tahu apa yang aku ketahui, sungguh kalian akan
sedikit tertawa dan banyak menangis. Kalian pun akan enggan berlezat-lezat
dengan istri kalian di ranjang. Dan akan kalian keluar menuju tanah datang
tinggi, mengiba-iba berdoa kepada Allah” (HR. Tirmidzi 2234, dihasankan Al
Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
Demikian, sehingga tidaklah heran jika sahabat Umar bin Khattab radhiallahu’anhu,
sahabat Nabi yang alim lagi mulia dan stempel surga sudah diraihnya, beliau
tetap berkata: “Andai terdengar suara dari langit yang berkata: ‘Wahai manusia,
kalian semua sudah dijamin pasti masuk surga kecuali satu orang saja’. Sungguh
aku khawatir satu orang itu adalah aku” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 138)
Yaitu karena rasa takut yang timbul dari ma’rifatullah yang
mendalam.
Orang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu’alahi
Wasallam, Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, beliau ulama di kalangan para
sahabat, yang tidak perlu kita ragukan lagi keutamaannya, beliau pun menangis
ketika sekarat menghadapi ajalnya dan berkata: “Aku tidak menangis karena
urusan dunia kalian. Aku menangis karena telah jauh perjalananku, namun betapa
sedikit bekalku. Sungguh kelak aku akan berakhir di surga atau neraka, dan aku
tidak mengetahi mana yang diberikan padaku diantara keduanya” (HR Nu’aim bin
Hammad dalam Az Zuhd, 159)
Maka orang-orang yang lancang berbuat maksiat, yang mereka tidak memiliki
rasa takut kepada Allah, adalah karena kurangnya ilmu mereka terhadap agama
Allah serta kurangnya ma’rifah mereka kepada Allah Ta’ala.
Memupuk Rasa Takut
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, adalah bagaimana kita memupuk rasa
takut kepada Allah Ta’ala?
Mengingat betapa lemahnya kita, dan betapa Allah Maha Perkasa
Sadarlah betapa kita ini kecil, lemah, hina di hadapan Allah. Sedangkan
Allah adalah Al Aziz (Maha Perkasa), Al Qawiy (Maha Besar
Kekuatannya), Al Matiin (Maha Perkasa), Al Khaliq (Maha
Pencipta), Al Ghaniy (Maha Kaya dan tidak butuh kepada hamba).
Betapa lemahnya hamba sehingga ketika hamba tertimpa keburukan tidak ada
yang bisa menghilangkannya kecuali Allah. Ia berfirman (yang artinya) : “Jika
Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang
menghilangkannya melainkan Dia sendiri” (QS. Al An’am: 17)
Betapa Maha Besarnya Allah, hingga andai kita durhaka kepada Allah, sama
sekali tidak berkurang kemuliaan Allah. “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di
langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada
orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah
kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir, maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang
di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji” (QS. An Nisa: 131)
Dengan semua kenyataan ini masihkah kita tidak takut kepada Allah?
Memupuk rasa cinta kepada Allah
Dua orang yang saling mencintai, bersamaan dengan itu akan timbul rasa
takut dan khawatir. Yaitu takut akan sirnanya cinta tersebut. Demikian pula
rasa cinta hamba kepada Allah. Hamba yang mencintai Allah dengan tulus,
berharap Allah pun mencintainya dan ridha kepadanya. Bersamaan dengan itu ia
akan senantiasa berhati-hati untuk tidak melakukan hal yang dapat membuat Allah
tidak ridha dan tidak cinta kepadanya.
Adzab Allah sangatlah pedih
Jika kedua hal di atas belum menyadarkan anda untuk takut kepada Allah,
cukup ingat satu hal, bahwa adzab Allah itu sangatlah pedih yang disiapkan bagi
orang-orang yang melanggar aturan agama Allah. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya): “hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur: 63)
Pedihnya adzab Allah sampai-sampai dikabarkan dalam Al Qur’an bahwa setan
berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya”
(QS. Al Anfal: 48)
Dan hendaknya kita takut pada neraka Allah yang tidak bisa terbayangkan
kengeriannya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”
(QS. At Tahrim: 6)
Jangan Merasa Aman
Sebagian orang merasa sudah banyak beramal, sudah banyak berbuat baik,
merasa sudah bertaqwa, merasa dirinya suci, sehingga ia pun merasa Allah tidak
mungkin mengadzabnya. Hilang darinya rasa takut kepada Allah. Allah berfirman
tentang manusia yang demikian (yang artinya) : “Apakah kalian merasa aman dari
makar Allah? Tidaklah ada orang yang merasa aman dari makar Allah kecuali
orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf: 99).
Bagaimana mungkin seorang yang beriman merasa percaya diri dengan
amalnya, merasa apa yang telah ia lakukan pasti akan membuatnya aman dari adzab
Allah? Sekali-kali bukanlah demikian sifat seorang mukmin. Adapun orang
beriman, ia senantiasa khawatir atas dosa yang ia lakukan, tidak ada yang ia
anggap kecil dan remeh. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:
“Seorang yang beriman melihat dosa-dosanya bagai ia sedang duduk di bawah
gunung yang akan runtuh, ia khawatir tertimpa. Sedangkan orang fajir (ahli
maksiat), melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang melewati hidungnya” (HR.
Bukhari 6308)
Tapi Jangan Putus Asa
Seorang mukmin senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah. Namun bukan
berarti rasa takut ini menyebabkan kita putus asa dari rahmat-Nya, sehingga
kita merasa tidak akan diampuni, merasa amal kita sia-sia, merasa pasti akan
masuk neraka dan bentuk-bentuk keputus-asaan lain. Ini tidak benar. Keimanan
yang sempurna kepada Allah mengharusnya kita memiliki keduanya, rasa takut (khauf)
dan rasa harap (raja’). Dengan berputus-asa terhadap rahmat Allah seakan-akan
seseorang mengingkari bahwa Allah itu Ar Rahman (Maha Pemberi
Rahmat), Ar Rahim (Maha Penyayang), dan Al Ghafur (Maha
Pengampun). Ingatlah nasehat Nabi Yusuf ‘alahissalam kepada
anak-anaknya: “dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS. Yusuf:
87).
Al Hasan Al Bashri berkata: “Raja’ dan khauf adalah kendaraan seorang
mukmin”. Al Ghazali pun berujar: “Raja’ dan khauf adalah dua
sayap yang dipakai oleh para muqarrabin untuk menempati kedudukan
yang terpuji”.
Demikian sedikit yang dapat kami paparkan. Semoga kita menjadi
hamba-hamba Allah yang senantiasa takut kepada-Nya, sehingga dengan itu kita
engga mengabaikan segala perintahnya dan enggan melanggar segala larangannya.
(Penulis mengambil banyak faidah dari tulisan Syaikh DR. Falih bin
Muhammad As Shughayyir berjudul “Al Khauf Minallah”)
Demikianlah penjabaran tentang bagaimana cara kita dalam memupuk rasa takut dan membertebal keimanan kita kepada Allah SWT agar kita bisa masuk dalam golongan hamba Allah yang beriman, semoga dengan penjabaran di atas membuat kita semakin sadar bahwasannya setiap perbuatan kita nantinya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Sebelum kematian datang menjemput kita alagkah baiknya jika kita memperbaiki ahklak kita yang sesuai dengan syariat agama islam.;
Sumber : muslim.or.id
0 Response to "Menanamkan Rasa Takut Kepada Allah Allah SWT"
Post a Comment