Mati atau kematian berasal dari
bahasa arab. Mati biasa juga disebut meninggal dunia, yang berarti tidak
bernyawa, atau terpisahnya roh dari zat, psikis dari fisik, jiwa dari badan,
atau yang ghaib dari yang nyata. Seseorang yang sudah mati disebut mayat/ jenazah.Pada
hakekatnya maut atau mati adalah akhir dari kehidupan dan sekaligus awal
kehidupan (baru). Jadi maut bukan kesudahan, kehancuran atau kemusnahan. Maut
adalah suatu peralihan dari suatu dunia ke dunia lain, dari suatu keadaan
kepada keadaan lain, tempat kehidupan manusia akan berlanjut.Kematian adalah
sesuatu yang pasti pada saat yang telah ditentukan, tidak ada kaitannya dengan
perang atau damai, tempat yang kokoh atau yang sederhana, dan ada upaya atau
tidak untuk mempercepat atau memperlambatnya.
INGAT mati termasuk
salah satu akhlak terpuji dan perilaku luhur lagi mulia. Bagaimana tidak,
mengingat kematian bukan sekadar ingat dan tidak lupa, namun lebih dari itu
mengingat kematian berarti mempersiapkan bekal sebelum ajal datang.
Diriwayatkan dari Kumail
bin Yizad, bahwa ia keluar dengan Ali Abi Thalib radhiyallahu`anhu (ra.). Dalam
perjalanan itu Ali menoleh ke kuburan lalu berkata, “Wahai penghuni tempat yang
menyeramkan, wahai penghuni tempat penuh bala`, bagaimana kabar kalian saat
ini? Maukah kalian kuberitahu kabar dari kami: harta-harta kalian telah
dibagi-bagi, anak-anak kalian telah menjadi yatim, dan istri kalian telah
dinikahi oleh orang lain. Kini, maukah kalian memberi tahu tentang kabar yang
kalian miliki?”
Kemudian Ali menoleh
pada Kumail dan berkata, “Wahai Kumail, seandainya mereka diizinkan menjawab
mereka akan mengatakan, ‘Sebaik-baik bekal adalah takwa.’
Ali menangis. Lantas, kembali berkata, “Wahai Kumail, kuburan itu adalah kotak amal, dan di kala kematian, kabar dari isi kotak amal itu akan menghampirimu.” (Al Hasan bin Bisyr Al-Aamidiy, Kanzul `Ummaal, Juz III, hal.697, Maktabah Syamilah).
Ali menangis. Lantas, kembali berkata, “Wahai Kumail, kuburan itu adalah kotak amal, dan di kala kematian, kabar dari isi kotak amal itu akan menghampirimu.” (Al Hasan bin Bisyr Al-Aamidiy, Kanzul `Ummaal, Juz III, hal.697, Maktabah Syamilah).
Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Dun-ya dengan sanad dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallahu `alaihi wa
sallam (SAW) bersabda: “Perbanyaklah mengingat kematian, sebab ia mampu
membersihkan dosa-dosa, dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi.”
Rasulullah SAW pernah
ditanya oleh para sahabat tentang siapa “orang-orang yang beruntung.” Maka
Rasul menjawab, “Orang yang paling banyak ingat mati, paling baik dalam
persiapan menyambut kematian. Merekalah orang-orang yang beruntung, dimana
mereka pergi (meninggal) dengan membawa kemuliaan di dunia dan akhirat.” (HR.
Ibnu Majah (4259)
Sehebat apapun
seseorang, segesit bagaimanapun ia berlari, tidak ada yang bisa lepas dari
jaring kematian. Di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun, kematian
itu pasti akan datang menyergap, baik dalam keadaan kita siap atau tidak, baik
dalam keadaan baik atau buruk, kematian adalah suatu kepastian.
Oleh karena itu, Allah
Subhanahu wa ta`la (SWT) berfirman,
“Katakanlah:
“Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka Sesungguhnya kematian
itu akan menemui kamu.” (QS. Al-Jumu`ah [62]: 08)
Cara Mengingat Mati
Ada banyak cara dan kiat
untuk membuat kita selalu ingat mati. Beberapa di antaranya:
Pertama, berusaha sekuat
tenang untuk mengingat kematian yang menimpa orang lain, entah itu saudara,
keluarga, atau siapa saja di antara manusia yang telah mendahului kita.
Misalnya, saat kita berjalan kemudian berpapasan dengan rombongan yang
memanggul keranda jenazah, di saat itulah kita berusaha mengingat kematian.
Atau saat tetangga
kanan-kiri kita ada yang meninggal, kita juga berusaha mengingat kematian
dengan mengatakan dalam diri kita, “Hari ini tetanggaku telah meninggal,
mungkin esok, lusa, atau beberapa hari lagi aku yang akan dipanggil oleh Allah
SWT.”
Hal demikian jika kita
lakukan dengan sungguh-sungguh, akan membuat kita terhindar dari pembicaraan
yang tidak berguna kala bertakziah kepada keluaraga yang ditinggal mati
kerabatnya seperti yang sering kita perhatikan atau bahkan kita sendiri
melakukannya.
Padahal Rasul pernah
menegur beberapa orang yang berbicara tanpa guna. Beliau mengatakan, “Andaikata
kalian banyak mengingat ‘pemotong kenikmatan’ niscaya kalian tidak banyak
berbicara seperti ini, perbanyaklah mengingat ‘pemotong kenikmatan’. (HR.
Turmudzi (2648))
Kedua, setelah kita
mengingat kematian itu sendiri, cobalah kita membayangkan bagaimana sepi dan
sunyinya alam kubur itu, tidak ada yang menemani di hari-hari yang dilalui.
Suami atau istri yang paling cinta sekalipun tidak ada yang sanggup menemani
jika kita telah wafat, terkubur dalam tumpukan debu dan tanah.
Diceritakan dari Abu
Bakar Al-Isma`ili dengan sanandnya dari Usman bin Affan, bahwa apabila
mendengar cerita neraka, ia tidak menangis. Bila mendengar cerita kiamat, ia
tidak menangis. Namun, apabila mendengar cerita kubur, ia menangis.
“Mengapa demikian, wahai
Amirul Mukminin,” tanya seseorang kepada beliau. Usman menjawab, “Apabila aku
berada di neraka, aku tinggal bersama orang lain, pada hari kiamat aku bersama
orang lain, namun bila aku berada di kubur, aku hanya seorang diri.” (Syeikh
Muhammad bin Abu Bakar Al-`Ushfuri, Syarh Al-Mawaa`idz Al-`Ushfuuriyyah,
Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, hal. 28)
Kesendirian dan sepi
senyapnya alam kubur dapat berubah menjadi kebahagiaan atau kesengsaraan,
tergantung amal kita selama hidup di dunia. Kuburan dapat menjadi lumbung
kebahagiaan atau menjadi sumber siksa dan sengsara. “Kubur itu bisa merupakan
salah satu kebun surga atau salah satu parit neraka,” sabda Nabi SAW. (HR.
Turmudzi (2460))
Ketiga, termasuk hal
sangat dianjurkan dalam upaya kita mengingat mati adalah berziarah ke kubur.
Ziara kubur merupakah perkara yang disunnahkan dan sangat direkomendasikan oleh
rasul.
Lewat kegiatan ziarah,
kita mengambil pelajaran dan hikmah tentang keadaan alam kubur, dan apa yang
terjadi di dalamnya, serta kehidupan yang akan dilewati usai dari alam kubur
nantinya.
Dalam sebuah hadits,
nabi berpesan, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, namun
sekarang berziaralah sebab ia dapat mengingatkan akan kehidupan akhirat dan
menjauhi kemewahan dunia.” (HR. Muslim (977))
Saat ini, musibah terjadi
di mana-mana setiap saat. Sementara di sisi lain, banyak manusia tidak sadar
bahwa detak jantung, denyut nadi mereka bisa saja berhentik berdetak
sewaktu-waktu. Entah karena tabrakan, karena kecelakaan, karena banjir, tsunami
atau bahkanya saat mereka sedang bersendau gurau dengan sana-keluarga.
Sesungguhnya kematian merupakan langkah yang sudah pasti, kita hanyalah
menunggu gilirannya.
Dan ketika nyawa telah
dicabut – bahkan ketika kita sedang bergembira sekalipun— apa yang telah kita
siapkan untuk menghadap Nya?
Demikian
tadi adalah penjelasan mengenai kematian yang akan kita alami. Semua orang
pasti akan mengalami kematian. Dan untuk menhadapi kematian sebagai umat
manusia harus selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT agar selalu dalam
lindunganya yang benar.
Sumber
: Hidayatullah.com
0 Response to "Ada Tiga Cara Mengingat Mati!"
Post a Comment