Mengutip buku terbarunya, Compassion, Karen Armstrong menceritakan tentang 12 langkah menuju hidup berbelas kasih. Compassion, welas asih, menurutnya adalah menanggung sesuatu bersama orang lain, merasakan penderitaannya. Welas asih diringkas secara tepat pada Kaidah Emas Konfusius. Kaidah Emas membantu melihat ke dalam hati, menemukan penyebab tersakiti, dan kemudian menolak dalam keadaaan apa pun untuk menimbulkan rasa sakit kepada orang lain.
Dalam wawancaranya dengan Republika, Armstrong mengatakan, “Saya pikir ini merupakan hal terpenting di dunia. Ini juga menjadi ujian bagi pemeluk agama untuk menjalankannya. Di Al Quran, misalnya, bertebaran ajaran yang mendorong untuk berlaku belas kasih terhadap orang lain. Di antaranya, memperlakukan orang dengan hormat, menyantuni fakir miskin, dan menciptakan masyarakat berkeadilan.”
“Menurut saya, ini merupakan tantangan dan kesempatan bagi semua agama. Ini juga sarana untuk membantu kita bertahan. Jika kita memperlakukan orang lain dengan buruk tentu dampaknya juga akan menimpa diri kita. Dan, kita melihat dunia sekarang mengalami hal seperti ini. Maka, sudah seharusnya kondisi semacam itu tak lagi berlangsung. Saya melihat Sang Buddha, Konfusius, dan Yesus semuanya bekerja di sebuah masyarakat yang penuh keserakahan. Tapi, mereka mampu bertahan dengan menggerakkan sikap belas kasih,” ujarnya.
Di dalam buku Compassion, bab langkah kedua belas yang berjudul “Cintailah Musuhmu,” Karen Armstrong mencontohkan Yesus yang sanggup mencintai musuh-musuhnya. Selain itu Budha menjadi contoh lain yang melampaui keterbatasan dan keinginan diri.
Kunjungan Karen Armstrong dimaksudkan untuk membawa misi kerukunan antar umat beragama. Karen Armstrong juga tengah mengkampanyekan gerakan welas asih compassion sebagai sesuatu hal alamiah yang dimiliki manusia. Dia merumuskan gerakan 12 langkah menuju kasih sayang yang dimaksudkan untuk mengkampanyekan cinta dan kasih universal bagi semesta alam.
Penanggap buku Compassion antara lain Romo Heru Prakosa SJ; Pendeta Martin Sinaga, dengan moderator Pendeta Jonathan Victor Rembeth dari Humanitarian Forum Indonesia.
Dalam menghadapi kendala utama, yaitu prasangka walaupun telah ada serangkaian dialog antarkeyakinan yang digelar, Armstrong menyatakan diperlukan usaha dan dialog antar keyakinan.
“Ini sisi alamiah manusia dan pada prinsipnya prasangka harus diatasi. Anda dapat melakukan seperti apa yang ditempuh Islamic Society of North America (ISNA), sebuah organisasi Muslim besar di Amerika Serikat dan Kanada. Beberapa tahun lalu mereka menegaskan untuk menerapkan prinsip belas kasih lewat Piagam Belas Kasih. Imam masjid yang memimpin kegiatan ISNA menetapkan tekad menciptakan masjid yang penuh belas kasih. Ini maknanya, masjid harus ramah gender dan pemuda, mesti memperluas dialog antarkeyakinan, serta mempelajari cara dalam mengahadapi terjadinya penyalahgunaan agama oleh segelintir orang.”
“Mereka juga menyebarkan pesan belas kasih yang juga terdapat pada ajaran Islam dalam berbagai pelatihan imam. Maka intinya, akar rumput menjadi bagian yang vital. Di sisi lain, saya melihat adanya dialog di antara para pemimpin agama. Namun sebaiknya, ini tak berakhir pada konferensi. Dan, cara terbaik adalah dengan bekerja bersama-sama.
Langkah ini dapat dilakukan oleh Yahudi, Muslim, Kristen, Buddhis, maupun pemeluk Hindu. Karena itu, alangkah baiknya setiap masjid, gereja, maupun kuil saling menjalankan program untuk saling merangkul dan berdialog dengan orang lain,” ujarnya.
Di akhir acara dibacakan Piagam Welas Asih (Charter of Compasstion). Acara talkshow dan deklarasi semangat compassion diselenggarakan hasil kerjasama Humanitarian Forum Indonesia, Penerbit Mizan, dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
0 Response to "Karen Armstrong: Al Quran Mengajarkan Belas Kasih"
Post a Comment