Malaikat adalah makhluk yang hanya tunduk dan patuh kepada perintah Allah, bukan perintah manusia. Tugas mereka adalah mengabdi kepada Allah, bukan mengabdi kepada manusia, apalagi menjadi budak dan khadamnya. Kita sebagai orang mukmin harus mengimani adanya malaikat secara benar, dan tidak mengkultuskannya. Apalagi menjadikan mereka sebagai sekutu Allah atau tandingan-Nya. Kita tidak boleh minta bantuan kepada para malaikat tanpa terkecuali, termasuk malaikat Jibril. Karena minta bantuan kepada mereka untuk melindungi diri, memajukan usaha, menolak bencana atau menyembuhkan penyakit dan yang lainnya adalah tindakan syirik dan menduakan Allah.
Bermula dari pemahaman yang salah tentang malaikat dan kiprah mereka di kalangan manusia, akhirnya lahir keyakinan yang menyimpang. Ada manusia yang men jadikan malaikat sebagai perantara atau kurir, untuk mengantarkan do’anya kepada Allah. Dan ada juga yang menjadikan malaikat sebagai sekutu Allah, ia memohon pertolongan kepada mereka. Bahkan ada juga yang menjadikan malaikat sebagai tuhan yang disembah. Allah berfirman, “Dan dia (Nabi) tidak menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah patut ia menyuruhmu kepada kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) lslam?” (QS. Ali ‘lmran: 80).
Kalau kita memohon kepadamalaikat dengan ritual atau wirid tertentu, lalu datang sosok ghaib untuk mengabulkan permintaan atau memberi bantuan, maka ketahuilah bahwa itu adalah tipudaya syetan. Syetan datang untuk menjerat manusia dengan kesyirikan. Memang, syetan tidak secara langsung atau menunjukkan jati dirinya lalu menyuruh manusia menyembahnya. Tapi mereka mengelabuhi manusia dengan datang sebagai sosok malaikat. Malaikat palsu itu datang dengan menampakkan diri sebagai sosok orang alim dan shalih. Menasehati manusia dengan kebaikan, membantunya saat dalam kesusahan. Lalu bersedia menjadi khadamnya.
Kalau sudah begitu, bukanlah syetan bersosok malaikat itu yang menjadi khadamnya. Justru manusia itulah yang menjadi khadam syetan dan budaknya. Syetan dengan mudah mempermainkannya, dan manusia itu pun dengan mudah menuruti intruksi syetan bersosok malaikat. Ketika seorang manusia merasa ia mempunyai khadam gahib. Maka, -cepat atau lambat- rasa tawakkal dan bergantungnya kepada Allah akan berkurang, dan akhirnya terkikis habis. Bila ditimpa masalah ia berharap khadamnya datang membantunya. Kalaupun tidak datang juga, ia akan melakukan ritual yang telah dipesankan untuk memanggilnya. Mereka tidak menyadari bahwa syetan telah mempermainkannya.
Sebetulnya Al-Qur’an telahmengingatkan kita, agar selalu waspada terhadap tipu muslihat syetan yang bersosok malaikat. Pada hari kiamat nanti, Allah akan bertanya kepada para malaikat-Nya tentang perbuatan orang-orang musyrik yang telah menjadikannya sebagai tuhan. Tapi para malaikat membantah tuduhan itu, karena yang mereka sembah sesungguhnya adalah jin atau syetan, bukan malaikat seperti yang diyakini manusia tersebut. Al-Qur’an berkata: “Dan ingatlah (pada waktu) Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Allah berfirman kepada para malikat: “Apakah mereka itu dahulunya menyembah kamu?” Para malaikat menjawab: “Maha suci Engkau, Engkau-lah Pelindung kami bukan mereka, justru mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS. Saba’: 40-41).
Jebakan syetan yang bersosok malaikat sebetulnya bisa kita hindari, iika kita konsisten terhadap janji dan ikrar kita kepada Allah. Kita sudah berikrar dalam setiap rakaat shalat. Yaitu saat kita membaca surat al-Fatihah, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. al-Fatihah: 5). Dan ingatlah selalu akan pesan Rasulullah SAW, “Jika kamu meminta (sesuatu), mintalah kepada Allah. Dan iika kamu memohon pertolongan, minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dan dinyatakan sebagai hadits hasan shahih).
Kita tidak butuh perantara dalam meminta sesuatu atau memohon pettolongan kepada Allah. Apalagi dengan memohon kepada makhluk-Nya, termasuk para malaikat. Al-Qur’an memberitahu kita, “Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdo'alah kepadaku, niscaya akan Aku kabulkan untukmu. Sesungguhnya onng-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”. (QS. al-Mukmin: 60).
Lihatlah bagaimana cara Rasulullah SAW memohon pertolongan kepada Tuhannya. Saat pasukan lslam berhadapan dengan pasukan kafir dalam Perang Badar, jumlah pasukan lslam sepertiga dari pasukan musuh. Rasulullah terus menerus berdo’a kepada Allah. “Ya Allah, Penuhilah bagiku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengingatkan-Mu akan sumpah dan janji-Mu.” Dan tatkala pertempuran berkobar dan semakin sengit, Rasulullah berdo’a lagi. “Ya Allah jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi. Ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah selamanya setelah hari ini.”
Begitu larut dan khusu’nya Rasulullah dalam berdo’a dan bermunajat, sehingga tanpa disadari sorbannya jatuh dari pundaknya. Abu Bakar memungutnya lalu mengembalikan ke pundaknya seraya berkata, “Cukuplah bagimu wahai Rasulullah untuk terus menerus berdo’a kepada Allah”. Setelah itu turunlah ayat, “(lngatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. al-Anfal: 9). (Lihat Sirah Nabawiyyah oleh al-Mubarakfuri: 284-285).
Dalam kondisi yang genting dan sulit seperti itu, Rasulullah tidak minta bantuan kepada malaikat, baik malaikat yang menjaganya atau malaikat yang menjadi qarinnya. Kepada Allah-lah Rasulullah memanjatkan do’a dan memohon pertolongan. Allah Maha Tahu dan Maha Kuasa bagaimana cara untuk menolong hamba-ham ba-Nya yang sedang dalam kesulitan. Kita tidak bisa memastikan, apakah Allah akan mengutus tentaranya yang terdiri dari malaikat. Atau Allah mengutus makhluk-Nya yang lain seperti angin topan, badai, banjir, tsunami, longsor, gempa. Atau hati orang yang bermaksud jahat kepada kita dijadikan menciut dan takut. Hanya Allah yang Maha Mengetahui. Kita sebagai hamba, hanya bisa berusaha semaksimal mungkin dan berdo’a kepada-Nya, kemudian bertawakkal sefta ikhlas menghadapi ketentuan-Nya. Kita hanya perlu Allah, bukan khadam.
Ghoib Ruqyah Syar’iyyah
0 Response to "Kita Perlu Allah, Bukan Khadam"
Post a Comment