Apa saja yang berubah pada diri kamu dalam pergantian tahun demi tahun? Mungkin tubuhmu bertambah besar dan tinggi. Begitu pula jempol kakimu yang kejepit, karena sepatu yang kamu kenakan sudah kesempitan. Semua gejala fisik itu boleh jadi menggelisahkan kamu, sekaligus menyenangkan, karena kamu merasa berbeda dengan konsidi sebelumnya. Kamu punya kesempatan untuk dapat baju dan sepatu baru, membelinya dengan uang tabungan yang kamu kumpulkan.
Kamu sudah bisa bilang mirip Zinedine Zidane (kapten kesebelasan sepakbola Perancis) atau George Weah (mantan pesepakbola terbaik dunia asal Liberia yang pernah mencalonkan diri sebagai Presiden), karna mampu bergerak amat lincah. Kamu mungkin semakin percaya diri untuk berdakwah dengan publik, karena memiliki cukup banyak hafalan ayat dan hadits serya do’a, seperti yang sering dilantunkan Muammad Arifin Ilham atau Hidayat Nur Wahid. Atau, kamu makin jado menulis puisi dan cerpen seperti Neno Warisman dan Helvy Tiana Rosa?
Semua kelebihan itu membentuk karakter kamu yang baru. Jangan terperangkap dengan kekurangan dan kelemahan yang mungkin kamu rasakan, karena setiap manusia pasti memiliki kekurangan. Justru memahami kelemahan dan kekurangan dalam diri kamu akan membantu upaya meningkatkan kekuatan dan kelebihan di sisi yang lain.
Nah, sekarang perhatikan adik kamu yang belum masuk TK, dia sudah mulai belajar berbicara sepatah-dua patah kata dan menggambar coret-coretan. Suatu hari mungkin dia akan berteriak, “Adik sudah pandai menulis dan menggambar, besok mau masuk sekolah!” . Padahal, tulisan dan gambar yang dia maksud hanya cakar ayam. Jangan ditertawakan. Itu bukti penumbuhan kepercayaan diri (self confident) yang dibutuhkan oleh semua orang untuk mengarungi kehidupan penuh tantangan. Hanya dengan dosis PD (percaya diri) yang memadai, kamu akan sukses melewati ujian dan cobaan.
Adik kamu yang lain, masih duduk di bangku SD. Suatu kali dia tertawa kegirangan, sebab mampu mengendarai sepeda angin dengan lancar, meski sedikit oleng kiri dan kanan. Dia berkata tanpa ragu, “Besok asik mau berangkat sekolah sendiri naik sepeda! Tak usah diantar Ummi atau Abi!”. Ayah-Ibu kamu pasti khawatir, namun mereka juga menyadari perlunya sokongan dalam proses penumbuhan jiwa kemandirian. Sebaiknya kamu menawarkan diri untuk mengantar adik kamu ke sekolah tiap pagi, sehingga kalian bisa bersepeda berdua, menyusuri jalan kampong yang aman dan bebas dari lalu lintas padat beresiko.
Adik kamu yang di SMP suatu waktu merajuk untuk diizinkan pergi berkemah. Kemping nih, yee! Atau, bermalam di masjid alias mabit, dalam rangka menyambut tahun baru Hijriyah. Ortu kamu lebih cemas lagi, karena kebetulan adik kamu itu seorang gadis manis. Nah, lagi-lagi dalam situasi seperti itu, kamu bisa menawarkan jasa untuk menjadi pendamping. Kamu bisa ikut mendaftar kemping, dengan syarat bawa tenda sendiri, atau kamu ikut mabit – yang ini tak perlu tenda, karena menginap di ruangan masjid.
Pendeknya, setiap orang, bersamaan dengan perjalanan waktu dan pertumbuhan fisik-jiwanya berkeinginan untuk menjadi “manusia baru”. Jangan perlakukan mereka seperti hari-hari sebelumnya.
Sebagaimana juga kamu, yang selepas SMU, mungkin ingin melanjutkan studi ke sebuah pesantren atau perguruan tinggi yang jauh di luar kota. Kamu ingin menghadapi tantangan baru, walau itu tak berarti mengurangi rasa saying kepada ortu dan sanak-saudaramu. Perpisahan karena tuntutan idealism – melanjutkan studi atau mencari pekerjaan – adalah bukticintaan khas manusia. Salah satu tanda “kebaruan” jati diri manusia biasanya ditandai oleh kemampuan mereka menjaga jarak (hijrah) dari lingkungan asal.
Karena itu, anak-anak muda Minangkabau (Sumatera Barat) biasa hidup merantau, apabila mereka telah mencapai usia aqil-baligh. Demikian pula anak-remaja Aceh tinggal di “meunasah” atawa surau, tidak tidur di rumah ortu, bila sudah mimpi indah. Itulah suatu langkah menuju manusia baru yang penuh tanggung-jawab.
Dari peristiwa Hijrah Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya kita tahu, betapa Islam melahirkan manusia baru. Contohnya, Umar bin Khathab, seorang panglima perang yang manus Islam berkat dakwah adik perempuanya, Fathimah.
Islam juga membangun masyarakat atau umat yang baru, persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar – sekaligur suku Aus dan Khajraj yang selama ini bermusuhan di Madinah. Setelah itu, umat Islam generasi pertama memelopori peradaban baru, yang meruntuhkan peradaban Romawi (materialism) dan Persia (atheism).
Tugas kita semua : menjadi manusia baru untuk bergabung dalam barisan umat baru, demi mencapai cita-cita peradaban baru. Nahnu ruhul jaded, ini bukan sekedar judul nasyid!
Sumber
Likulli Zamaan Ruuhuun Jadiid..
ReplyDelete