Takkan ada setetes air yang akan masuk ke dalam mulut kita kecuali atas
izin dari yang di atas. Segala apapun yang akan menjadi rizki kita, meskipun
terletak di dasar lautan jika mendapat izin dari Allah SWT, niscaya rezeki itu
akan mengalir kepada kita. Allah adalah penguasa atas segala – galanya di muka
bumi ini, kita sebagai manusia hanya bisa berdoa dan berihtiar untuk mencari
rezeki yang halal. Menurut Imam Ghazali Allah sebagai Ar-Razaaq yang
menciptakan sarana – sarana rezeki. Dimaknai pula bahwa ia memberikan sarana –
sarana terhadap seluruh makhluk hidup serta menciptkan mereka jalan – jalan untuk
menikmati rezeki tersebut.
Imam Ghazali membagi Imam Ghazali
membagi rezeki ke dalam dua bagian. Pertama, rezeki lahiriyah, berupa makanan
atau semua pemeliharaan yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup. Kedua, rezeki batiniyah, berupa
hal-hal yang diketahui dan hal-hal yang diwahyukan. Rezeki pertama berbuah
kekuatan fisik dan kehidupan dunia, sedangkan rezeki kedua berbuah keimanan,
ketenangan jiwa, serta kehidupan kekal di surga. Sejalan dengan firman Allah
dalam Surah al-Hajj ayat 50, "Maka orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal yang shaleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang
mulia." (QS. Al Hajj:50)
Pada ayat ini Allah menegaskan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka Allah akan mengampuni semua dosa-dosanya, membalas perbuatan baik mereka dengan pahala yang berlipat ganda dan rezeki yang mulia. Di akhirat mereka akan dimasukkan ke dalam surga, tempat di mana mereka akan memperoleh semua yang mereka inginkan.
Sejalan dengan firman Allah Surah Az-Zukhruf ayat 70-71: "Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat seegala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya."
Pada ayat ini Allah menegaskan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka Allah akan mengampuni semua dosa-dosanya, membalas perbuatan baik mereka dengan pahala yang berlipat ganda dan rezeki yang mulia. Di akhirat mereka akan dimasukkan ke dalam surga, tempat di mana mereka akan memperoleh semua yang mereka inginkan.
Sejalan dengan firman Allah Surah Az-Zukhruf ayat 70-71: "Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat seegala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya."
Kita
telah mengetahui bahwa Allah satu-satunya pemberi rizki. Rizki sifatnya umum,
yaitu segala sesuatu yang dimiliki hamba, baik berupa makanan dan selain itu.
Dengan kehendak-Nya, kita bisa merasakan berbagai nikmat rizki, makan, harta
dan lainnya. Namun mengapa sebagian orang sulit menyadari sehingga hatinya pun
bergantung pada selain Allah. Lihatlah di masyarakat kita bagaimana sebagian
orang mengharap-harap agar warungnya laris dengan memasang berbagai penglaris.
Agar bisnis komputernya berjalan mulus, ia datang ke dukun dan minta wangsit,
yaitu apa yang mesti ia lakukan untuk memperlancar bisnisnya dan mendatangkan
banyak konsumen. Semuanya ini bisa terjadi karena kurang menyadari akan
pentingnya aqidah dan tauhid, terurama karena
tidak merenungkan dengan baik nama Allah “Ar Rozzaq” (Maha Pemberi
Rizki).
Allah Satu-Satunya Pemberi Rizki
Sesungguhnya
Allah adalah satu-satunya pemberi rizki, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal
itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Hai
manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang
dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ
اللَّهُ
“Katakanlah:
“Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah:
“Allah.” (QS. Saba’: 24)
Tidak
ada yang berserikat dengan Allah dalam memberi rizki. Oleh karena itu, tidak
pantas Allah disekutukan dalam ibadah, tidak pantas Allah disembah dan diduakan
dengan selain. Dalam lanjutan surat Fathir, Allah Ta’ala berfirman,
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ
“Tidak
ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah; maka mengapakah engkau
bisa berpaling (dari perintah beribadah kepada Allah semata)?” (QS. Fathir:
3)
Selain
Allah sama sekali tidak dapat memberi rizki. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَهُمْ
رِزْقًا مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ شَيْئًا وَلَا يَسْتَطِيعُونَ
“Dan
mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada
mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun).”
(QS. An Nahl: 73)
Seandainya
Allah menahan rizki manusia, maka tidak ada selain-Nya yang dapat membuka pintu
rizki tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ
لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
“Apa
saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada
seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka
tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2). Itu memang benar, tidak
mungkin ada yang dapat memberikan makan dan minum ketika Allah menahan
rizki tersebut.
Allah Memberi Rizki Tanpa Ada Kesulitan
Allah
memberi rizki tanpa ada kesulitan dan sama sekali tidak terbebani. Ath Thohawi rahimahullah dalam
matan kitab aqidahnya berkata, “Allah itu Maha Pemberi Rizki dan sama sekali
tidak terbebani.” Seandainya semua makhluk meminta pada Allah, Dia akan memberikan
pada mereka dan itu sama sekali tidak akan mengurangi kerajaan-Nya sedikit pun
juga. Dalam hadits qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ
وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ
إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ
الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ
“Wahai
hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan
serta semua jin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku,
kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan
mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang
menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” (HR. Muslim no. 2577, dari
Abu Dzar Al Ghifari). Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
“Hadits ini memotivasi setiap makhluk untuk meminta pada Allah dan meminta
segala kebutuhan pada-Nya.”[1]
Dalam
hadits dikatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ اللَّهَ قَالَ لِى أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ ».
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَمِينُ اللَّهِ مَلأَى لاَ
يَغِيضُهَا سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُذْ
خَلَقَ السَّمَاءَ وَالأَرْضَ فَإِنَّهُ لَمْ يَغِضْ مَا فِى يَمِينِهِ »
“Allah
Ta’ala berfirman padaku, ‘Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak
(memberikan ganti) kepadamu.’ Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah berkurang walaupun
mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu, sudah berapa banyakkah yang
diberikan Allah sejak terciptanya langit dan bumi? Sesungguhnya apa yang ada di
Tangan Allah, tidak pernah berkurang karenanya.” (HR. Bukhari no. 4684 dan
Muslim no. 993)
Ibnu
Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Allah sungguh Maha
Kaya. Allah yang memegang setiap rizki yang tak terhingga, yakni melebihi apa
yang diketahui setiap makhluk-Nya.”[2]
Allah Menjadikan Kaya dan Miskin dengan Adil
Allah
memiliki berbagai hikmah dalam pemberian rizki. Ada yang Allah jadikan kaya
dengan banyaknya rizki dan harta. Ada pula yang dijadikan miskin. Ada hikmah
berharga di balik itu semua. Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
“Dan
Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.”
(QS. An Nahl: 71)
Dalam
ayat lain disebutkan,
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ
إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya
Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya;
Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.”
(QS. Al Isro’: 30)
Dalam
ayat kedua di atas, di akhir ayat Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya”. Ibnu Katsir
menjelaskan maksud penggalan ayat terakhir tersebut, “Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui dan Maha Melihat manakah di antara hamba-Nya yang pantas kaya dan
pantas miskin.” Sebelumnya beliau rahimahullah berkata, “Allah
menjadikan kaya dan miskin bagi siapa saja yang Allah kehendaki. Di balik itu
semua ada hikmah.”[3]
Di
tempat lain, Ibnu Katsir menerangkan firman Allah,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي
الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ
بَصِيرٌ
“Dan
jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya
dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi
Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27) Beliau rahimahullah lantas
menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang
mereka butuh , tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan
lainnya, serta akan bertingkah sombong.”
Selanjutnya
Ibnu Katsir menjelaskan lagi, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka
sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk
mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka.
Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas
menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai
pantas menerimanya.”[4]
Dalam
sebuah hadits disebutkan,
إن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا بالغنى ولو أفقرته لكفر،
وإن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا الفقر ولو أغنيته لكفر
“Sesungguhnya
di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan
kekayaan padanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan
di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah memberikan kemiskinan
padanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu ia akan kufur”.[5] Hadits
ini dinilai dho’if(lemah), namun maknanya adalah shahih karena
memiliki dasarshahih dari surat Asy Syuraa ayat 27.
Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Ketahuilah
bahwa kaya dan miskin bukanlah tanda orang itu mulia dan hina. Karena orang
kafir saja Allah beri rizki, begitu pula dengan orang yang bermaksiat pun Allah
beri rizki. Jadi rizki tidak dibatasi pada orang beriman saja. Itulah
lathif-nya Allah (Maha Lembutnya Allah). Sebagaimana dalam ayat disebutkan,
اللهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ
القَوِيُّ العَزِيزُ
“Allah
Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di
kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy Syura:
19)
Sifat
orang-orang yang tidak beriman adalah menjadikan tolak ukur kaya dan miskin
sebagai ukuran mulia ataukah tidak. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا
نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ (35) قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ
وَيَقْدِرُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (36) وَمَا أَمْوَالُكُمْ
وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ
آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا
وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آَمِنُونَ (37)
“Dan
mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada
kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku
melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa
yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Dan
sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan
kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda
disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di
tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga).” (QS. Saba’: 35-37)
Orang-orang
kafir berpikiran bahwa banyaknya harta dan anak adalah tanda cinta Allah pada mereka.
Perlu diketahui bahwa jika mereka, yakni orang-orang kafir diberi rizi di
dunia, di akherat mereka akan sengsara dan diadzab. Allah subhanahu wa ta’ala
telah menyanggah pemikiran rusak orang kafir tadi dalam firman-Nya,
نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ
“Kami bersegera
memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak
sadar.” (QS. Al Mu’minun: 56)
Bukanlah
banyaknya harta dan anak yang mendekatkan diri pada Allah, namun iman dan
amalan sholeh. Sebagaiman dalam surat Saba’ di atas disebutkan,
وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي
تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Dan
sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan
kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh.” Penjelasan
dalam ayat ini senada dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada
hati dan amal kalian” (HR. Muslim no. 2564, dari Abu Hurairah)
Kaya
bisa saja sebagai istidroj dari Allah, yaitu hamba yang suka
bermaksiat dibuat terus terlena dengan maksiatnya lantas ia dilapangkan rizki.
Miskin pun bisa jadi sebagai adzab atau siksaan. Semoga kita bisa merenungkan
hal ini.
Ibnu
Katsir rahimahullah ketika menerangkan firman Allah,
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ
فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا
ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)
“Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila
Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku
menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16); beliaurahimahullah berkata,
“Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang
keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan
hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu
berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah
ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ
نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا يَشْعُرُونَ
“Apakah
mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu
(berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka?
Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)
Sebaliknya,
jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya.
Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama
sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai
atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada
orang yang Dia cintai atau pun tidak. Sebenarnya yang jadi patokan
ketika seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari
ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang
berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka
inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.”[6]
Sebab Bertambah dan Barokahnya Rizki
Takwa
kepada Allah adalah sebab utama rizki menjadi barokah. Allah subhanahu
wa ta’ala menceritakan mengenai Ahli Kitab,
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا
أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ
أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا
يَعْمَلُونَ
“Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al
Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabbnya, niscaya mereka akan mendapat
makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan
yang pertengahan. dan Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan
mereka.” (QS. Al Maidah: 66)
Dalam
ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ القُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al A’rof: 96)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ,
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluark, dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq:
2-3)
وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ
لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا
“Dan
bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar
Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).”
(QS. Al Jin: 16)
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan
(ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)
Sebab Berkurang dan Hilangnya Barokah Rizki
Kebalikan
dari di atas, rizki bisa berkurang dan hilang barokahnya karena maksiat dan
dosa. Mungkin saja hartanya banyak, namun hilang barokah atau
kebaikannya. Karena rizki dari Allah tentu saja diperoleh dengan ketaatan.
Allah Ta’ala berfirman,
ظَهَرَ الفَسَادُ فِي البَرِّ وَالبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Rum:
41). Yang dimaksudkan kerusakan di sini—kata sebagianulama–
adalah kekeringan, paceklik, hilangnya barokah (rizki). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata, “Yang dimaksudkan kerusakan di sini adalah hilangnya
barokah (rizki) karena perbuatan hamba. Ini semua supaya mereka kembali pada
Allah dengan bertaubat.” Sedangkan yang dimaksud dengan kerusakan di laut
adalah sulitnya mendapat buruan di laut. Kerusakan ini semua bisa terjadi
karena dosa-dosa manusia.[7]
Yang Penting Berusaha dan Tawakkal
Keimanan
yang benar rizki bukan hanya dinanti-nanti. Kita bukan menunggu ketiban rizki
dari langit. Tentu saja harus ada usaha dan tawakkal, yaitu bersandar pada
Allah. Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ
تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ
بِطَاناً
“Seandainya
kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian
rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi
hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”[8]
Ibnu
‘Allan mengatakan bahwa As Suyuthi mengatakan, “Al Baihaqi mengatakan dalam
Syu’abul Iman:
Hadits
ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk
memperoleh rizki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari
rizki karena burung tersebut pergi di pagi hari untuk mencari rizki. Jadi, yang
dimaksudkan dengan hadits ini –wallahu a’lam-: Seandainya mereka bertawakkal
pada Allah Ta’ala dengan pergi dan melakukan segala aktivitas dalam mengais
rizki, kemudian melihat bahwa setiap kebaikan berada di tangan-Nya dan dari
sisi-Nya, maka mereka akan memperoleh rizki tersebut sebagaimana burung yang
pergi pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang.
Namun ingatlah bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan
usaha mereka saja, atau bahkan mendustakan yang telah ditakdirkan baginya.
Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.”[9]
Rizki yang Paling Mulia
Sebagian
kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap
meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu. Perlu kita ketahui
bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga (jannah).
Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga adalah
nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar
oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki
yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah
surga itu sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Supaya
Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia.”
(QS. Saba’: 4)
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ
أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا
“Dan
barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah
akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah
memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 11)[10]
Jika
setiap kita memahami hal ini, yang Allah satu-satunya pemberi rizki dan sungguh
Allah benar-benar yang terbaik bagi kita, maka tentu saja kita tidak akan
menggantungkan hati pada selain Allah untuk melariskan bisnis. Allah Ta’ala
sungguh benar-benar Maha Mencukupi. Allah Maha Mengetahui manakah yang terbaik
untuk hamba-Nya, sehingga ada yang Dia jadikan kaya dan miskin. Setiap hamba
tidak perlu bersusah payah mencari solusi rizki dengan meminta dan
menggantungkan hati pada selain-Nya. Tidak perlu lagi bergantung pada jimat dan
penglaris. Gantilah dengan banyak memohon dan meminta kemudahan rizki dari
Allah. Wallahu waliyyut taufiq. (*)
Demikianlah penjelasan
yang mengangkat tentuang kebesaran Allah SWT yang Maha Pemberi Rezeki, semoga dengan
penjelasan di atas dapat memperkokoh keimanan kita dan senantiasa bersyukur
atas nikmat dan rizki yang sudah Allah berikan kepada kita.
Sumber : muslim.or.id
0 Response to "Allah SWT yang Maha Pemberi Rizeki"
Post a Comment