Sejarah Islam di Maladewa – Maldives

Maladewa merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari 1.200 pulau di Samudera Hindia. Yang paling terkenal untuk pemandangan yang indah: pantai putih, pohon kelapa bergoyang-goyang, karang warna-warni dan sinar matahari berlimpah. 80 persen dari rata-rata ketinggian Maladewa kurang dari satu meter. Jika kenaikan permukaan laut terus perubahan iklim global, ini surga yang indah mungkin akan lenyap di bawah laut cepat atau lambat.
Islam hadir di Maladewa sejak berabad lampau. Seperti di banyak kawasan, agama ini dibawa oleh pedagang asal Timur Tengah dan Gujarat untuk kemudian diterima luas oleh masyarakat setempat. Maka tidak mengherankan apabila Islam telah
menjadi agama resmi semenjak 800 tahun lalu.
Memasuki zaman modern, cahaya Islam tak lantas pudar. Islam terus mengalami perkembangan, baik di tingkat pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan. Ini misalnya ditunjukkan Presiden (saat itu-red) Mamun Abdul-Rashid dalam pidatonya bulan Juli 1984 yang tegas menyerukan, “Islam agamaku.”
Menurutnya, Islam merupakan pandangan hidup ideal. Islam juga sangat dinamis dan mampu mengikuti perkembangan zaman hingga akan membawa kemanfaatan bagi siapa pun, dimana pun dan kapan pun. “Sistem dalam Islam dapat menjangkau setiap aspek pada kehidupan bermasyarakat.”
Sebagai tindak lanjut, di bulan Nopember 1984 presiden mencanangkan proyek pembangunan komplek Masjid Jami dengan biaya 7 juta dolar AS. Upaya ini diharapkan semakin menambah ghirah keislaman pada segenap komponen masyarakat.
Tahun 1997 lahir undang-undang negara yang menyatakan Islam sebagai agama resmi negara. Ditetapkan pula bahwa setiap warga negara harus beragama Islam dan pengamalan agama selain Islam dilarang berdasarkan undang-undang. Perkecualian bagi orang asing yang non-Muslim, mereka bisa menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya namun harus dilakukan secara privasi serta tidak diperbolehkan mengajak penduduk untuk berpartisipasi. Dalam hal ini, presiden merupakan ‘penguasa tertinggi penegak syariat Islam’.
Islam telah menjadi karakteristik penduduk Maladewa karena mereka percaya Islam membawa kedamaian dan kesejahteraan,” begitu bunyi laporan International Religious Freedom Report tahun 2004. Presiden Maumoon Abdul Gayoom setahun lalu juga mengariskan kembali pendirian negara ini, yaitu tak ada agama selain Islam di negaranya. Untuk itu, presiden kemudian menginstruksikan Menteri Dalam Negeri menyusun langkah-langkah untuk mempertahankan dan menjaga kesatuan agama. Maka terbentuklah Mahkamah Tinggi Agama Islam yang dapat memberikan arahan-arahan di bidang agama. Di samping itu, disiapkan pula pedoman dan standar pelaksanaan ibadah sehingga amal ibadah umat dapat diterima di sisi Allah SWT.
Pemerintah juga melarang peredaran barang atau material apapun yang bercirikan non-Islam, namun diperbolehkan menyimpan literatur-literatur agama, seperti Injil, tapi hanya untuk kepentingan pribadi. Begitu pun penjualan pernak-pernik agama non-Islam — kartu dan pohon Natal — kecuali hanya dibatasi untuk orang asing dan turis. Langkah serta kebijakan lain adalah pelarangan bagi aktivitas penyiaran agama non-Islam serta misionaris. Peralihan agama dari Islam ke non-Islam sangat bertentangan dengan hukum syariat dan dapat berdampak bagi hilangnya hak kewarganegaraan.
Tahun 1214, hampir seluruh penduduk Maladewa memeluk Islam berkat kegigihan imam asal Arab, Abu Barakat Berberi. Begitu besar pengaruhnya hingga penguasa Hindu di sana kala itu, Dharam Sant, juga beralih ke agama Islam. Dia lantas mengubah namanya menjadi Sultan Muhammad Ibn Abdullah.
Peristiwa itu menjadi tonggak paling penting dalam perjalanan sejarah Republik Maladewa nama resmi negara ini. Hingga kini pun, masyarakat di sana selalu mengenangnya sebagai peristiwa “Revolusi Spiritual.”
Adalah cerita mistik juga yang membawa penduduk Maladewa menuju kebenaran. Negeri kepulauan di Samudera Hindia ini dihuni oleh penduduk yang hampir seratus persen beragama Islam. Sebagai negara yang berdekatan dengan India dan Sri Lanka yang sebagian penduduknya beragama Hindu dan Budha, kehadiran Islam di negara yang berpenduduk hanya 400 ribu orang itu tentu sebuah keunikan. Dan keunikan itu menjadi lengkap bila menilik ke belakang, cerita tentang awal mula Islam hadir di negeri itu.Maladewa adalah gugusan karang (atol) di selatan India. Jumlah pulau yang berserak di sekitarnya mencapai 1.200 buah. Sejak sebelum masehi, kepulauan ini telah menarik minat banyak orang. Letaknya yang strategis berada di persilangan Asia mengakibatkan tempat ini menjadi persinggahan para pedagang sebelum melanjutkan perjalanan menuju tanah Melayu.
Cerita tentang Islam di negeri ini pun tak jauh dari perjalanan para pedagang dan pengembaraan umat Islam dari tanah Arab. Muhammad Ibn Batuta, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Maladewa pada abad ke 14 memiliki catatan khusus tentang Islam di Maladewa.
Menurut dia, seorang ulama bernama Abu Barakath Yoosuf Al Barbari, satu kali singgah di Maladewa. Ia sedang dalam perjalanan dakwah dan mengembara. Saat ia tiba, rakyat Maladewa tengah dicekam ketakutan. Rannamari, penguasa laut menurut kepercayaan masyarakat kala itu, keluar dari tempatnya sebulan sekali. Ia datang untuk menjemput korban berupa seorang anak perempuan muda yang masih perawan. Jika tidak diberi, ia akan mengamuk hingga mengakibatkan bencana bagi semua orang.
Korban, anak perempuan malang itu, dipilih banyak orang. Ia dikorbankan dengan kesepakatan bersama rakyat. Setelah terpilih, anak perawan itu dibawa ke candi di dekat pantai sendirian. Rannamari akan menjemputnya. Esok pagi, anak gadis itu meninggal dalam kondisi mengenaskan. Ia menjadi korban keganasan dewa laut. Gadis itu meninggal dalam kondisi telah diperkosa.
Saat masyarakat tengah diliputi ketegangan, Abu Barakath datang. Ia menginap di rumah salah seorang warga yang kebetulan anaknya terpilih untuk dikorbankan kepada dewa laut yang serakah.
Abu Barakath merasakan betul kesedihan yang melanda keluarga tempatnya menginap. Ia yakin, itu cuma cerita mistik atau mitos. Dan sebagai umat Islam, ia tertarik untuk membantu keluarga tempatnya menginap dan membebaskan rakyat dari cerita tahyul atau syirik. Maka ia bersedia menjadi korban.
Abu Barakath lantas didandani layaknya anak perempuan. Ia dibawa ke candi dengan tatapan penuh heran masyarakat setempat. Pria cerdas yang memang ulama itu kemudian duduk di dalam candi tanpa sekalipun lalai dari mengingat Allah. Sepanjang malam ia tak henti membaca Alquran.
Esoknya beramai-ramai penduduk mendatangi candi. Dengan rasa penasaran mereka ingin menyaksikan apa yang terjadi pada anak perawan buatan itu. Betapa terperanjatnya, penduduk setempat saat melihat ‘anak perempuan’ yang dipersembahkan bagi dewa laut itu masih hidup. Apalagi ia tampak masih khusyuk membaca Alquran. Kegembiraan segera meliputi masyarakat Maldewa. Mereka berterima kasih kepada pahlawan yang telah mengalahkan dewa laut Rannamari.
Raja setempat mendengar kisah ini. Dia mendatangi Abu Barakath Al Barbari dan mendengarkan cerita yang sesungguhnya. Menurut keyakinan raja, kekuatan buruk telah dikalahkan oleh kekuatan suci orang mulia dan ayat suci Alquran. Serta merta dia bersyahadat dan menyatakan diri sebagai Islam. Dengan pengaruhnya, ia memerintahkan semua rakyat mengikuti langkahnya memeluk Islam. Jadilah Maladewa negeri dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
Maladewa adalah sebuah negara Islam yang sudah eksis sejak 9 abad yang lalu dan masih mempertahankan Islam sebagai dasar negara meski negeri itu sudah berubah dari sebuah kesultanan menjadi sebuah Republik.
Maladewa mengubah dirinya menjadi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam sejak tahun 1153. ketika Raja Maladewa Sri Tribuvana Aditiya menjadi orang Maladewa pertama yang masuk Islam kemudian diikuti istri dan anak anaknya, kalangan Istana dan di tahun yang sama seluruh Maladewa sudah beralih keyakinan kepada Islam meninggalkan agama lama mereka yaitu Hindu.
di tahun yang sama raja Aditya memerintahkan pembangunan masjid pertama di Maladewa yang mereka sebut sebagai Hukuru Miskiiy atau masjid Jum’at atau Masjid Jami bersamaan dengan pembangunan Masjid Ied yang digunakan untuk penyelenggaraan sholat Idul Fitri dan Idul Adha. Juga bersamaan dengan penghancuran kuil kuil dan patung patung peribadatan agama lama mereka.
Sama seperti Indonesia, Maladewa pun pernah di jajah oleh bangsa Eropa, bedanya mereka hanya sempat dijajah oleh Portugis selama 15 tahun (1558-1573). Di tahun 1573 Portugis tersingkir dari Maladewa akibat kekalahan perang melawan para pejuang Maladewa di bawah pimpinan Muhammad Thakurufaanu Al-Azzam.
900 tahun setelah memproklamirkan diri sebagai kesultanan, Maladewa masih berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai hokum positif Negara, meski banyak pihak terutama dari Negara Negara barat yang memandang negatif terhadap hal tersebut.
Dua masjid tua Maladewa yang didirikan oleh Sultan pertama mereka masih berdiri dan terawat dengan baik hingga kini. Unesco bahkan sudah memasukkan dua masjid tersebut bersama belasan Masjid masjid tua di Maladewa ke dalam daftar warisan budaya dunia.
Di tengah kota Male, kota yang berupa sebuah pulau kecil lebih besar sedikit dari Pulau Penyengat tempat berdirinya masjid putih telur Sultan Riau di Propinsi Kepulauan Riau, kini berdiri kokoh sebuah masjid baru sekaligus sebagai Islamic center maladewa bantuan dari Negara Negara arab, Pakistan, Brunei dan Malaysia.
Di Maladewa, Islam begitu penting. Itu sebabnya, jangan heran jika setiap hari Jumat juga begitu penting di Maladewa. Itu sebabnya pula, sariatu—hukum-hukum syariah di Dhivehi juga sangat penting. Itu sebabnya pula di Maladewa, mulai dari presiden, jaksa agung, departemen dalam negeri, dan majelis-majlis begitu penting.
Di pulau itu, masjid atau lebih dikenal sebagai miski, menjadi simbol penting pusat Islam dipraktikkan. Setiap hari Jumat, toko dan kantor di kota-kota dan desa sudah tutup sekitar pukul 11 pagi.
Selalu ada masjid di beberapa pelosok Maladewa. Kebanyakan bangunan masjid dicat putih dan terbuat dari batu karang dengan menggunakan seng atau jerami sebagai atapnya.
Di Malé, Islamic Center dan Masjid Besar yang dibangun pada tahun 1984 dengan dana dari negara-negara Teluk Persia, Pakistan, Brunei, dan Malaysia, berdiri elegan. Pada awal tahun 1991 saja, Maladewa sudah memiliki total 725 masjid dan 266 masjid berbeda untuk perempuan.
Di Maladewa, lima belas menit sebelum adzan, semua toko dan kantor tutup. Selama bulan Ramadan, semua kafe dan rumah makan juga tutup, dan hanya buka menjelang waktu berbuka dan pada pada malam hari.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Sejarah Islam di Maladewa – Maldives"

  1. La ilaha ilallah muhammadurrasulullah salallahu alaihi wassalam

    ReplyDelete